Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Lagi, Warga Grajagan Turun Gunung

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

lagiDatangi PN, Minta Dua Rekannya Dibebaskan

BANYUWANGI – Puluhan warga yang tergabung da lam Forum Tanah Pusaka Grajagan, Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, kembali menggelar aksi unjuk rasa kemarin (23/12). Kali ini massa mendatangi sejumlah instansi untuk menyampaikan keluh kesah terkait berlarut-larutnya sengketa lahan antara warga, Perum Perhutani, dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP).

Selain mendatangi instansi terkait, mereka juga men desak dua warga Desa Grajagan, yakni Sutris dan Sarni, yang hingga kemarin masih ditahan atas tuduhan penggunaan dan penguasaan lahan tanpa hak segera dibebaskan. Menurut warga, lahan yang di tempati dua orang tersebut me rupakan tanah adat pe ninggalan leluhur mereka. Awalnya, massa mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi.

Mereka meminta agar Sutris dan Sarni di bebaskan dari segala jeratan hukum. Menurut para de monstran, kedua orang itu tidak melanggar hukum lantaran mereka menempati tanah pusaka yang berlokasi di se belah timur sungai yang melintas di Dusun Grajagan Pantai, Desa/ Kecamatan Grajagan. Perwakilan warga ditemui Ketua PN Banyuwangi Kurniani Darmono, Wakil Ketua PN Siyoto, dan Panitera Sekretaris (Pansek) I Ketut Sulendra.

Menurut Ketua PN Kurniani Darmono, permasalahan itu sudah sampai PN Banyuwangi. Karena itu, tugas PN menyelesaikan permasalahan tersebut dengan sebaik-baiknya. “Pengadilan (PN Banyuwangi) sudah menunjuk hakim-hakim yang kompeten. Percayakan segala sesuatu kepada pengadilan,” ujarnya. Kurniani menambahkan, penahanan Sutris dan Sarni semata-mata dilakukan agar proses peradilan berjalan lancar, aman, dan tertib.

Se bab, kalau keduanya ti dak ditahan, imbuhnya, Su tri dan Sarni berpotensi ti dak bisa mengikuti proses pe radilan, misalnya karena ti dak memiliki ongkos  untuk da tang ke PN Banyuwangi. “Bisa juga keduanya meng hilangkan barang bukti atau mempengaruhi saksi-saksi,” cetusnya. Pihaknya mempersilakan Sutris dan Sarni menunjuk pengacara untuk mendampingi me reka selama proses sidang.

Bahkan, jika keduanya tidak mampu membayar penasihat hukum, pengadilan akan menunjuk penasihat hukum untuk mendampingi keduanya secara cuma-cuma. “Silakan terdakwa (Sutris dan Sarni) mengajukan bukti-bukti pembelaan. Bukti pembelaan itu juga bisa disampaikan melalui penasihat hukum. Kalau buktibukti pembelaan itu bisa mementahkan dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum, pasti akan menjadi per tim bangan majelis hakim,” ce tusnya.

Sementara itu, usai mendatangi PN, massa bergeser ke kantor DPRD Banyuwangi. Di kantor wakil rakyat itu mereka menuntut anggota legislatif segera menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan mengundanghadirkan pihak TNAP dan Perhutani. Ketua Forum Tanah Pusaka Grajagan, Khoirul Anam mengatakan, warga sudah menempati tanah adat tersebut jauh sebelum TN Alas Purwo dan Perhutani terbentuk. Menurut dia, Grajagan merupakan salah satu tonggak sejarah Banyuwangi.

“Kalau Kemiren saja bisa ditetapkan menjadi desa adat, kenapa Grajagan ti dak bisa. Kami mendesak ta nah tersebut menjadi tanah adat, tidak masuk kawasan TN Alas Purwo dan Perhutani,” de saknya. Mendengar pengaduan war ga, Ketua DPRD Hermanto yang menemui perwakilan mas -sa mengaku akan se ge ra menindaklanjuti penga du an tersebut. “Kami akan melakukan  inspeksi ke lapangan,” te gasnya.

Namun demikian, Hermanto mengaku penyelesaian permasalahan tersebut tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, dia mengimbau masyarakat yang memiliki referensi menyampaikan referensi itu kepada DPRD Banyuwangi. Setelah menyampaikan unek-unek di hadapan wakil rakyat, massa bergeser kekampus Universitas 17 Agustus (Untag) Banyuwangi untuk wadul kepada Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Untag Banyuwangi, Didik Suhariyanto.

Dikonfirmasi usai pertemuan dengan warga, Di dik mengaku pihaknya menyiapkan pengacara gratis untuk mendampingi Sutris dan Sarni. Selain itu, Didik menegaskan akan turun kelapangan untuk mengecek kondisi tanah pusaka tersebut secara riil. Dia juga mengaku akan melakukan mediasi an tara warga, Perhutani, dan TN Alas Purwo. “Seharusnya TNAP melakukan musyawarah ter lebih dahulu. Jangan langsung dikriminalkan,” sesalnya.

Karena itu, Didik mendesak TNAP dan Perhutani segera menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga. “Mohon hentikan intimidasi dan kriminalisasi terhadap warga,” pungkasnya. Seperti pernah diberitakan, puluhan anggota Forum Tanah Pusaka Grajagan menggelar demonstrasi di kantor DPRD Banyuwangi Rabu (18/12). Aksi itu mereka lakukan guna menuntut penyelesaian sengketa lahan antara warga Grajagan dan pihak TNAP dan Perum Perhutani.

Demonstran mengklaim tanah seluas sekitar 314 hektare yang kini dijadikan kawasan TNAP itu sebagai tanah pusaka. Tanah adat tersebut berlokasi di sebelah timur sungai yang melintas di Dusun Grajagan Pantai, Desa/ Kecamatan Grajagan. Dalam orasinya, salah satu demonstran mengatakan, sengketa tanah babon atau tanah pusaka di Desa Grajagan telah terjadi sejak 2001 silam.

Sejak itu warga yang menempati tanah adat secara turun-temurun kerap terlibat ke tegangan dengan pihak Perhutani dan TN Alas Purwo. Sayang, beberapa kali mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil. Akhirnya, ketegangan memuncak ketika dua warga Desa Grajagan, yakni Sutris dan Sarni, dijebloskan ketahanan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi atas laporan TN Alas Purwo. Awalnya, Sutris dan Sarni ditahan atas tuduhan pembalakan liar. Belakangan, tuduhan yang dialamatkan kepada Sutris dan Sarni berubah menjadi penguasaan dan penggunaan tanah tanpa hak. (radar)