Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Lobster Menghilang di Perairan Grajagan

Lobster
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Lobster

PURWOHARJO – Para nelayan Grajagan, Kecamatan Grajagan yang selama ini memburu lobster, banyak yang resah. Selama sepekan terakhir, udang raksasa itu semakin menghilang di daerah Laut Selatan.

Lobster dengan berat di atas 300 gram yang sulit ditangkap itu, diduga karena maraknya penangkapan benur (lobster kecil). “Ini gara-gara banyak yang mencari benur, lobster jadi habis,” cetus Kholis, 35, salah satu nelayan Grajagan.

Menurut Kholis, nelayan yang menangkap  benur yang berukuran satu centimeter itu sangat banyak. Bila dibiarkan itu akan merusak ekosistem. “Jika di biarkan lobster bisa punah dan sulit di dapat,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Sugiyono, 50. Nelayan Grajagan ini mengakui sejak lebih sepekan ini kesulitan mendapatkan lobster saat bekerja di laut. Sekali bekerja, hasilnya sangat minim. “Semalam bekerja hanya dapat satu ekor,” cetusnya.

Maraknya orang yang membeli benur, lanjut dia, membuat para nelayan banyak yang memburu anak lobster itu. Mereka lebih memilih menangkap benur karena mudah di dapat dan hasilnya menjanjikan. “Kalau benur ditangkapi, nanti tidak akan ada lagi musim lobster, mukin juga bisa punah,” terangnya.

Sugiyono mengungkapkan sebelum banyak nelayan yang memburu benur, mencari lobster itu sangat mudah. Tapi saat ini, sekali melaut bisa membawa pulang satu ekor lobster sudah untung. “Sering pulang tidak dapat sama sekali,” ungkapnya.

Sebagai nelayan lobster, dia berharap pemerintah bisa turun tangan untuk menjaga ekosistem laut. Terutama menjaga lobster yang banyak berkembangbiak di laut selatan. Sebagai nelayan, dia juga tergiur untuk ikut menangkap benur. Tapi pertimbangan kelangsungan kelestarian dan ekosistem laut dimasa mendatang, dia tidak melakukannya.

“Kalau hanya mengejar materi dan rupiah, saya sangat bisa melakukan. Tapi ini sangat bertentangan dengan hati saya,” paparnya.

Para nelayan yang banyak mencari benur6, memang tergiur dengan harga yang menjanjikan. Saat ini, harga benur itu mencapai Rp 12 ribu per ekornya. “benur banyak diburu karena dibeli mahal oleh eksportir,” ujar Masnur, 30, salah seorang nelayan Grajagan.

Untuk mencari benur, lanjut dia, itu cukup mudah, yakni hanya dengan alat angkap kertas semen yang dibuat melingkar menyerupai kipas. Berburu benur ini biasanya dilakukan malam hari dengan bantuan lampu sorot. Benur itu ada berbagai jenis, yakni jenis mutiara dan pasir. “Yang paling mahal benur lobster mutiara,” katanya.

Sekali melaut, satu perahu bisa membawa pulang benur antara 1.000 sampai 1.500 ekor. Jika semalam rata-rata 1.000 ekor dengan harga Rp 12 ribu per ekor. maka penghasilan dalam semalam bisa mencapai Rp 12 juta.

Benur hasil tangkapan nelayan itu langsung dijual pada salah seorang pengepul, dan selanjutnya dikirim ke eksportir. “Modus penjualan benur beragam, biasanya dikirim pada malam hari dan dicampur benih ikan lain, itu untuk mengelabui petugas saat melewati balai karantina perikanan,” ungkapnya. (radar)