Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Marak Pengiriman Janur ke Bali, Produktivitas Kelapa Turun 78 %

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Aksi maling janur menjelang ditangkap warga Desa Tambong, Kecamatan Kabat, Banyuwangi

POPOLASI kelapa dl Banyuwangi di ambang kehancuran. Memang, dari sisi luas lahan, area lamunan kelapa di Bumi Blambangan tidak mengalami penurunan berarti dalam kurun beberapa tahun terakhir. Namun, pada periode yang sama jumlah produksi buah kelapa Bumi Blambangan terjun bebas.

Data Dinas Pertanian Banyuwangi menyebutkan, luas area tanaman kelapa, khususnya tanaman yang dibudi daya untuk produksi buah kelapa dan atau kopra pada tahun 2011 mencapai 23.550 Hektare (Ha) dan tersebar di seantero Bumi Blambangan. Sedangkan jumlah produksi buah kelapa di tahun tersebut tembus hingga 128.517.

Selang lima tahun kemudian, tepatnya pada 2016 luas area tanaman kelapa di kabupaten berjuluk The Sunrise off java, ini turun tipis, yakni sebesar 349 Ha atau setara 1,48 persen sehingga menjadi 23.201 Ha.

Berbeda dengan luas area tanaman kelapa yang mengalami sedikit penuruna, jumlah poduksi buah kelapa di kabupaten ujung timur Pulau Jawa ini merosot tajam hingga sebesar 100.759 ton (78,62 persen) menjadi “hanya” sebesar 27.398 ton.

Diakui atau tidak, komersialisasi janur alias daun kelapa muda menjadi penyebab utama penurunan produktivitas kelapa di Banyuwangi. Sebab, setiap satu tanda janur yang diambil, maka secara otomatis satu janjang atau satu tangkai bakal bunga kelapa akan ikut terpotong.

Artinya, setiap satu tandan bakal bunga yang terpotong, maka dipastikan bakal bunga tersebut gagal berkembang menjadi buah kelapa. Padahal, satu tandan rata-rata bisa menghasilkan sepuluh buah kelapa.

Ironisnya, maraknya perdagangan janur itu memicu aksi pencurian oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Ironisnya lagi, si pencuri  mengambil janur secara ngawur. Janur yang diambil tidak hanya satu tandan per pohon, tetapi diambil seluruhnya dengan cara memenggal ujung atas pohon kelapa. Akibatnya, pohon kelapa tidak hanya mengalami penurunan produksi, tetapi akan mati.

Versi Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi, Arief Setiawan, dalam sehari rata-rata ada 40 pikap yang mengangkut janur dari Banyuwangi menuju keluar daerah. “Bisa dibayangkan berapa tanaman kelapa yang rusak kalau pengambilan janur tidak sesuai dengan mekanisme,” ujarnya beberapa hari lalu (8/8).

Kepala Bidang (Kabid) Perkebunan dan Hortikurtura Dinas Pertanian, Muhammad Khoiri, menambahkan maraknya komersialisasi janur asal Banyuwangi sudah terjadi sejak sekitar 12 tahun terakhir.

Padahal, Banyuwangi sebenarnya sudah memiliki peraturan daerah (perda) untuk melindungi tanaman kelapa di kabupaten ini, yakni Perda Nomor 8 Tahun 1973 dan terakhir diperbarui dengan Perda Nomor 5 Tahun 1996.

Pada Perda Nomor 5 Tahun 1996, siapa pun dilarang mengusahakan tanaman kelapas selain untuk diambil buahnya tanpa seizin bupati. Selain itu, siapa pun dilarang menebang pohon kelapa, kecuali tanaman kelapa yang tumbuh di sekitar halaman rumah dan dalam jumlah yang terbatas, serta penebangan pohon kelapa di atas lahan yang direncanakan untuk pembangunan sarana dan prasarana umum dan pembangunan proyek-proyek strategis. Bukan itu saja, siapapun dilarang merusak tanaman kelapa remaja tanpa alasan yang jelas.

Namun sayang, perda tersebut kini sudah tak lagi “bertaring”. Sebab, sanksi bagi para pelanggar perda sudah tidak relevan. Betapa tidak para pelanggar perda hanya dikenai sanksi kurungan maksimal selama tiga bulan atau denda sebesar Rp 50 ribu.

“Maka, saat ini DPRD bersama eksekutif mulai membahas perubahan perda tersebut. Harapannya, perda yang baru bisa menjadi instrumen penting untuk melindungi tanaman kelapa di Banyuwangi,” kata Khoiri Selasa (15/8).

Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Perlindungan Tanaman Kelapa DPRD Banyuwangi, Siti Mafrochatin Ni`mah, menuturkan dalam raperda yang kini dibahas oleh pansus dan tim eksekutif, sanksi yang dikenakan kepada orang yang mencuri dan atau menjual janur ke luar Banymvangi berupa denda mencapai Rp 50 juta dan kurungan selama enam bulan.

“Sanksi ini disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang tentang pembentukan peraturan daerah,” terasnya. Selain itu, pansus juga tengah mempertimbangkan untuk mengakomodasi klausal Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014, misalnya setiap orang dilarang melakukan penebangan tanaman di kawasan perkebunan dan memanen atau memungut hasil perkebunan secara dikenakan kepada orang yang mencuri dan atau menjual janur ke luar Banyuwangi berupa denda mencapai Rp 50 juta dan kurungan selama enam bulan.

“Sanksi ini disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang tentang pembentukan peraturan daerah,” cetusnya. Selain itu, pansus juga tengah mempertimbangkan untuk mengakomodasi klausal Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014, misalnya setiap orang dilarang melakukan penebangan tanaman di kawasan perkebunan dan memanen atau memungut hasil perkebunan secara tidak sah. Sanksinya berupa penjara maksimal empat tahun atau denda Rp 4 miliar.

Setiap orang dilarang menadah hasil-hasil usaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan atau pencurian. Penadah dikenai sanksi pidana penjara maksimal 7 tahun dan atau denda Rp 7 miliar.

“Namun, pansus akan melakukan pembahasan lebih lanjut untuk menentukan ketentuan sanksi perda perlindungan tanaman kelapa ini. Yang pasti, semangat kami adalah melindungi tanaman kelapa di Banyuwangi,” pungkasnya. (radar)