Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Masuk Pesantren At-Taubah karena Turuti Nafsu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
DAI: Syaifudin memberi nasihat dalam lomba pidato di Lapas Banyuwangi.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Banyuwangi punya cara menarik dalam memperingati hari jadi lembaga tersebut ke-48 pada 27 April 2012 mendatang.
Sejak Kamis lalu (15/3), lapas menggelar berbagai lomba dan pelatihan. Salah satunya adalah lomba pidato. – AGUS BAIHAQI, Banyuwangi-

MASJID At-Taqwa yang berada di tengah-tengah Lapas Banyuwangi siang itu cukup ramai. Sekitar 100 warga binaan pemasyarakatan (WBP) memakai baju muslim war-na putih duduk lesehan di serambi dan sekitar masjid. Para WBP yang berkumpul di masjid itu merupakan jamaah yang akan mengikuti lomba pidato agama Islam.

Tapi ada pula yang sekadar menyaksikan. Lomba tersebut diikuti sembilan peserta putra dan dua peserta-putri. Puluhan orang lainnya adalah para santri Pondok Pesantren At-Taubah, pesantren di dalam lapas itu. Para santri Pesantren At-Taubah itu sengaja didatangkan ke masjid untuk mendengarkan lomba pidato. “Semua warga binaan di lapas yang beragama Islam menjadi santri di Pesantren At-Taubah,” cetus salah satu pengasuh Pesantren At-Taubah, Yusuf Nuris.

Suasana masjid yang mulanya sepi tiba-tiba bergemuruh saat salah satu peserta lomba pidato menyelipkan banyolan-banyolan di tengah pidatonya. “Saya baru tujuh bulan menjadi santri di Pesantren At-Taubah ini. Saya rasa banyak sekali ilmu yang saya dapat,” cetus Syaifudin, salah satu peserta lomba pidato yang sering buat ger-geran penonton.

Penampilan Syaifudin terlihat paling meyakinkan. Ayat-ayat Alquran yang dibaca juga cukup fasih, bahkan lengkap terjemahannya. Dengan mengenakan baju takwa warna putih dan berkalung surban, pria yang berumur sekitar 60 tahun itu sempat berkisah perjalanan panjangnya hingga masuk lapas dan menjadi santri di Pesantren At-Taubah.

“Saya masuk ke Pesantren At-Taubah ini bukan diminta orang tua. Saya juga tidak diminta oleh saudara-saudara. Tapi, saya menjadi santri Pesantren At-Taubah ini karena kehendak nafsu,” jelasnya yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan hadirin. Agar tidak mengikuti jejaknya, Syaifudin yang tinggal di Dusun Tegalpare, Desa Wringin Putih, Kecamatan Muncar, itu mengajak para santri Pesantren At-Taubah berhati-hati dan mengendalikan nafsu.

“Saya bersyukur berada di Pesantren At Taubah ini, karena bisa belajar agama secara langsung kepada Gus Yus (Yusuf Nuris),” katanya seraya disambut gemuruh para jamaah yang hadir. Gus Yus yang duduk di utara masjid langsung
terpingkal-pingkal saat dianggap sebagai guru oleh Syaifudin. “Pak Syaifudin ini memang sudah lumayan (soal agama).

Dia juga rajin mengaji,” terang Gus Yus sambil menunjuk Syaifudin yang kebetulan rumahnya masih satu desa dengannya. Dalam memperingati ulang tahun lapas ke-48, sebenarnya bukan hanya digelar lomba pidato. Tetapi, juga digelar lomba hafalan ayat-ayat pendek, kaligrafi, tartil Qur’an, membuka cepat alkitab bagi umat Kristiani, dan cipta lagu Using. “Juga ada lomba keterampilan,” cetus kepala Lapas Banyuwangi, Krismono.

Dengan lomba-lomba tersebut, diharapkan para WBP yang kini menghuni Lapas
Banyuwangi lebih memperdalam nilainilai keagamaan. Sehingga, nanti mereka
akan lebih siap dalam menghadapi kehidupan setelah bebas. “Semua ini juga upaya pembinaan dan penyadaran warga binaan,” sebut pria asal Sleman itu. (radar)

Kata kunci yang digunakan :