Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Mata Terpejam, Seblang Supani Menghunus Keris

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

GLAGAH -Alunan gamelan diiringi gending Panjar Giling dan gending Podho Nonton kemarin malam (4/10) kembali berkumandang di Sanggar Seblang, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah. Seblang Supani, 59, yang pada tahun sebelumnya menggantikan Seblang Bahana yang telah meninggal dunia, tahun ini kembali menari dalam ritual Seblang Bakungan.

Ritual tahunan Seblang Bakungan adalah kebudayaan masyarakat Kelurahan Bakungan yang dipercaya sebagai permohonan keselamatan kepada Tuhan. Berbeda dengan Seblang Olehsari yang dilakukan gadis perawan, Seblang Bakungm dilakukan penari berusia lanjut yang menopause (tidak menstruasi lagi).

Pelaksanaannya pun dilangsungkan pada malam hari, berbeda dengan Seblang Olehsari yang dilaksanakan pada siang hari. Menurut Jumanto, 45, ketua Adat Seblang Bakungan, usia Seblang Bakungan jauh lebih tua dari  Seblang Olehsari.

Beberapa gending yang dinyanyikan pada Seblang Olehsari pun menurutnya diambil dari gending yang dibawakan di Seblang Bakungan. Rangkaian ritual Seblang Bakungan dimulai sekitar pukul 15.00 dengan nyekar ke makam salah satu leluhur penari seblang ketiga, yaitu Buyut Witri.

Kemudian, rombongan yang terdiri atas tokoh adat dan pengiring serta penari seblang itu menuju sumber penawar di Dusun Watu Ulo yang berjarak tiga kilometer dari sanggar seblang.  Di sumber yang dipercaya sebagai lokasi salah satu danyang (roh) yang akan merasuki tubuh seblang itu si penari akan dimandikan.

Usai salat magrib, warga diwajibkan mematikan seluruh lampu di rumah. Warga hanya diperbolehkan menyalakan obor dan diletakkan dihalaman rumah. Setelah itu, penari tersebut di- arak keliling ke kampung atau Ider  Bumi ke seluruh wilayah pelosok Kelurahan Bakungan diiringi warga setempat sambil membawa oncar (obor).

Seperti umumnya ritual di Kabupaten Banytuwangi yang masuk ke dalam Banyuwangi Festival, puluhan fotografer sibuk mengabadikan setiap momen yang berlangsung. Saat sebagian warga melakukan Ider Bumi, sebagian warga yang lain mempersiapkan hidangan untuk selamatan desa.

Usai lder Bumi, warga melakukan selamatan di tengah jalan utama Kelurahan Bakungan. Selamatan tersebut dimulai dengan pembacaan doa dan menabuh kentungan saat kentungan ditubuh, seluruh warga diperbolehkan menghidupkan kembali lampu di nunah mereka masing-masing dan dipersilakan menyantap hidangan pecel petek yang telah disediakan.

Puncak selamatan itu adalah pergelaran tari seblang. Dengan mata terus terpejam, Seblang supani yang menggenggam dua bilah keris diarak ratusan  warga menuju sanggar diiringi gending Seblang Lukinto. Perjalanan penari Seblang menuju panggung pergelaran Seblang tersebut mendapat pengawalan para sesepuh desa.

Ritual yangdiselenggarakan sejak tahun 1639 tersebut bagi dirinya dan masyarakat Kelurahan Bakungan wujud rasa syukur dan permohonan doa keselamatan. Setiap setelah idul Adha, dipastikan ritual tersebut akan diselenggarakan.

“Dulu pernah tidak diadakan sekitar tahun 80-an, banyak orang yang sakit dan celaka, terutama keluarga lurah yang memimpin desa. Seblang Bakungan ini dulu diadakan atas permintaan danyang yang menjaga desa,” ujar jumanto.

Di akhir acara, dengan dinyanyikannya gending Sampun pertanda tarian Seblang telah usai. Warga masyarakat yang datang pun berebut porobungkil di sekitar sanggar. Itu sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Tuhan yang telah diberikan. (radar)