Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Melihat ”Jeroan” Museum Blambangan, Simpan Untu Gludug hingga Pakaian Pringgo Kusumo

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANGUNAN gedung Museum Blambangan berada di sebelah kanan pintu gerbang masuk Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi. Gedungnya masih baru. Maklum, gedung museum baru saja direnovasi.

Museum tersebut menempati bangunan seluas 400 meter persegi. Tak jauh, persis di pojok sebelah kanan dari pintu masuk Kantor Disbudpar, ada sebuah kereta kencana. Kereta kencana tersebut juga merupakan salah satu benda museum yang menjadi koleksi Museum Blambangan.

Pasca direnovasi, gedung museum belum dibuka untuk umum. Bangunan museum yang menyimpan ratusan koleksi benda bersejarah tersebut lain dibanding saat masih berada di pelinggihan pendapa Disbudpar Banyuwangi.

Dari luar bangunan, tepatnya persis di depan pintu masuk museum terdapat batu lingga. Begitu masuk ke dalam museum, udara sejuk sangat terasa. Bau pengharum ruangan juga tercium cukup semerbak.

Di sisi sebelah kiri pintu masuk ruangan museum tertata rapi sejumlah benda peninggalan pada zaman prasejarah, Hindu-Buddha (klasik), dan benda peninggalan kolonial.

Benda-benda tersebut berada dalam etalase yang besar dan tinggi. Di dalam etalase juga dilengkapi dengan lampu penerangan. Persis di ujung ruangan dari pintu masuk terdapat meja pelayanan atau resepsionis. Sebelah kanan meja resepsionis terdapat benda pusaka tombak dan payung peninggalan Pringgo Kusumo yang merupakan Bupati Kelima Banyuwangi.

Setelah melewati pusaka peninggalan Bupati Kelima Banyuwangi Pringgo Kusumo, mata pengunjung bakal tertuju pada bingkai etalase yang cukup besar, yang menyimpan rapi benda-benda arca, gerabah, serta piring peninggalan Dinasti Ming.

Dari etalase itu kemudian belok kiri ada etalase pusaka yang menyimpan berbagai jenis pusaka dan tosan aji peninggalan pada masa Kerajaan Blambangan. Pusaka-pusaka itu tampak terawat meski berada di dalam etalase kaca.

Pada bagian belakang ruangan, juga terdapat mata uang kuno, ada juga alat musik kuno, radio kuno, mesin ketik kuno. Ada juga tulup dari bambu dan berbagai jenis alat musik berikut replikanya. Seluruh seisi ruangan tampak tertata rapi.

Melihat penataan yang cukup apik dan menarik, hampir dipastikan membuat pengunjung berdecak kagum. Tidak cukup hanya melihat benda peninggalan sejarah, tetapi juga dimanjakan sinopis singkat benda yang dilihat.

Gatot Siswoyo, 57, salah seorang penjaga museum menuturkan, seluruh benda koleksi Museum Blambangan kini sudah sangat tertata dengan rapi. Sedikitnya ada 3.200-an koleksi yang tersimpan. ”Setiap harinya kami periksa kembali untuk perawatan rutin dengan baik,” ungkapnya.

Perawatan yang rutin dilakukan adalah memeriksa kembali benda-benda museum. Jika kotor dibersihkan, termasuk untuk memberikan kapur barus pada benda-benda yang rawan robek dan benda yang mudah dimakan zaman.

Sementara untuk benda yang rawan pecah, juga diberikan sekat khusus dan imbauan untuk tidak menyentuh barang museum. Boleh dipegang asalkan tidak merusak benda museum. Karena ada pula benda museum yang berada di luar ruangan seperti batu lingga dan batu ompak.

Dari sekian koleksi benda museum tersebut yang kerap menjadi perhatian masyarakat pengunjung adalah Untu Gludug. Untu Gludug adalah batu yang ditemukan berada di atas pohon kelapa. Kebanyakan batu papah itu diberikan oleh warga yang berada di Kecamatan Glagah.

”Orang Oseng bilang untune gludug, ini salah satu koleksi kami yang menarik di Museum Blambangan ini,” ujarnya.

Untuk perawatan yang ekstra dan butuh perhatian khusus adalah benda pusaka dan tosan aji. Khusus pusaka dan tosan aji rutin dijamas setiap kali bulan Suro. Hal itu dilakukan untuk melepas energi negatif yang ada pada pusaka dan tosan aji.

Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Choliqul Ridho mengatakan, ruangan Museum Blambangan ke depan akan diberikan fasilitas yang serba modern. Salah satu yang kini tengah dirancang adalah digitalisasi benda koleksi museum termasuk dengan rincian era zaman dan sinopsis singkatnya.

Digitalisasi dimaksudkan agar para pengunjung yang baru datang disediakan layar sentuh. Dalam layar sentuh itu, calon pengunjung dapat login terlebih dahulu untuk bisa melihat koleksi Museum Blambangan.

Tidak hanya itu, bagi calon pengunjung juga bisa registrasi via online. Sehingga, jika biasanya sekolah-sekolah yang hendak melakukan kunjungan ke museum bisa registrasi secara online terlebih dahulu.

”Jam berapa berkunjung, dari mana, berapa orang bisa registrasi via online,” jelasnya.

Saat ini, lanjut Ridho, Disbudpar tidak hanya sebagai kantor biasa yang memberikan pelayanan. Melainkan juga menjadi salah satu destinasi di pusat kota yang menjadi pilihan bagi wisatawan. Selain ada museum juga didukung dengan fasilitas rumah adat khas Oseng, serta fasilitas penunjang lainnya.

”Yang terbaru kita juga akan launching mini teater yang akan menampilkan pemutaran film dokumenter dan film pendek mirip bioskop mini,” bebernya.

Ke depan, kantor Disbudpar tak sekadar menjadi kantor pelayanan, melainkan juga menjadi destinasi wisata baru di jantung kota. ”Kita akan jadikan wisatawan betah dan kerasan berlama-lama di Banyuwangi. Makanya, kami sulap kantor Disbudpar menjadi salah satu destinasi wisata sejarah baru yang lengkap,” tandas Ridho.