Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Menghantam Cadas, Kepala dan Perut Benjut

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
TRAUMA: Lukman bersama ibunya melihat kondisi jembatan yang ambrol di Muncar.

Musibah dialami beberapa siswa SMP Negeri 4 Muncar saat meniti jembatan tidak jauh dari sekolah tersebut. Jembatan gantung itu tibatiba ambrol. Bagaimana perasaan mereka kini?
-SIGIT HARIYADI, Muncar-

GANG selebar lima meter di tengah permukiman warga di Dusun Krajan, Desa Kedungringin, Kecamatan Muncar itu tampak lengang pagi kemarin (1/4). Sekitar 50 meter dari mulut gang, terdapat persimpangan. Warga yang hendak berjalan kaki maupun mengendarai  sepeda motor menuju ke arah kiri maupun ke kanan, bisa dengan leluasa meneruskan perjalanannya.

Namun sebaliknya, mereka yang hendak berjalan lurus harus keluar bahu gang yang sudah dilapisi paving stone tersebut. Maklum, di sana terpampang papan peringatan berbahan kertas karton bertuliskan “Maaf, jembatan putus.” Papan peringatan itu dipasang menggunakan tiang bambu yang ditancapkan di gedebok pisang.

Suasana lengang seolah berbalik 180 derajat ketika wartawan koran ini sampai di sekitar lokasi jembatan gantung penghubung Dusun Krajan, Desa Kedungringin dengan Dusun Kawangsari, Desa Wringinputih, yang roboh Jumat sore lalu (30/3) Belasan warga berkerumun di tepi sungai sambil berbincang membahas peristiwa yang membuat puluhan siswa SMP tercebur ke sungai tersebut.

Dengan mimik serius, salah seorang laki-laki mengaku sudah sering memperingatkan para siswa supaya tidak bercanda saat melintas di atas jembatan. Namun sayang, peringatan itu sama sekali tidak dihiraukan oleh para siswa. “Selain melintasi jembatan berbarengan dengan jumlah mencapai puluhan anak. Para siswa, terutama laki-laki, juga kerap kali menarik tali penyangga jembatan untuk menakut-nakuti rekannya,” ujar pria tersebut.

Jembatan itu memang kerap kali digunakan para siswa untuk menuju ke sekolah
karena lokasinya memang tak jauh dari gedung SD Negeri 5 Wringinputih yang juga digunakan untuk tempat menimba ilmu para siswa SMP Negeri 4 Muncar. Sehari-hari, siswa-siswa asal Desa Kedungringin, Kecamatan Muncar, menggunakan jembatan tersebut untuk akses menuju sekolah satu atap tersebut.

Sebab jika tidak, mereka harus memutar sejauh lima kilometer. Tanpa dinyana, seorang bocah yang duduk di atas bonggol rumpun bambu yang telah ditebang di tepi sungai tersebut, ternyata merupakan salah satu korban ambruknya jembatan. Dia adalah Lukman Effendi, 14. Beberapa bagian tubuh, mulai wajah, bahu, sampai perut, bocah kelas VIII SMP Negeri 4 Muncar, ini mengalami memar.

“Saat jembatan ini ambruk, saya sudah hampir sampai di tepi sungai. Akibatnya, tubuh saya menghantam cadas,” ujarnya. Bungsu dari dua bersaudara putra pasangan Suyono, 52, dan Siti Aminah, 50, ini mengungkapkan, saat kejadian, jembatan tersebut sedang dijubeli siswa. Dia mengaku tidak tahu persis apa sebab jembatan tersebut ambruk. “Tiba-tiba saja jembatan ambruk.

Mungkin karena tidak kuat menahan beban. Yang saya tahu, banyak sekali siswa yang tercebur ke sungai,” ungkapnya. Sementara itu, Siti mengaku masih trauma atas musibah yang menimpa putra kesayangannya itu. Untuk itu, dia berniat setiap hari dia akan antar-jemput Lukman menuju sekolah melalui jembatan permanen di Desa Sumberayu. “Tidak masalah jaraknya jauh. Asalkan anak saya selamat,” tegasnya.

Siti menambahkan, saat tercebur, Lukman langsung pingsan. Beruntung, nyawanya berhasil diselamatkan warga yang langsung berduyun-duyun mendatangi lokasi kejadian. “Masih untung aliran sungai cukup tenang saat jembatan ambruk. Saya tidak bisa membayangkan akibatnya, jika hal itu terjadi
saat musim penghujan. Biasanya aliran sungai menjadi deras. Bisa-bisa, para korban langsung terseret arus,” jlentrehnya.

Seraya menunggu perbaikan rampung dilaksanakan, warga sekitar berencana menyediakan perahu untuk mengangkut siswa menuju ke sekolahnya. Setiap siswa akan dikenai ongkos sebesar Rp 1.000 pergi-pulang (PP). “Kalau harus memutar, kasihan siswa, jaraknya terlalu jauh,” tutur seorang warga sekitar diamini beberapa warga yang lain. (radar)