Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Menjebol Gawang Unas

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

MINGGU depan, tepatnya tanggal 16 April 2012 sampai 19 April 2012 ujian nasional SLTA berlangsung. Kemudian, 23 April 2012 sampai 25 April 2012 unas SLTP. Sebanyak 14.879 peserta didik tingkat SLTA dan 22.637 tingkat SLTP akan berjibaku menghadapi soal-soal ujian nasional.

Semua peserta ujian nasional mengharapkan lulus. Bahkan, semua pemangku kepentingan, guru, kepala sekolah, orang tua, dan Dinas Pendidikan, tidak menghendaki satu pun peserta ujian yang tercecer alias tidak lulus. Bagi pihak-pihak yang sudah siap, tidak ada beban apa pun, bahkan optimistis bisa pass by.

Sebaliknya, bagi yang merasa tidak siap, maka akan merasakan kecemasan yang mendalam; menanggung malu, kredibilitas turun, takut dimutasi, takut dihearing, dan lain-lain Kecemasan yang berlebihan dan sikap over proteksi kepada peserta didik akan mendorong sikap dan perilaku yang aneh-aneh, misalnya berusaha mencari bocoran soal seperti halnya pernah dilakukan (oknum) kepala sekolah di Ngawi, dan contek masal di Gadel, Surabaya.

Sungguh itu perilaku yang tidak terpuji dan mencederai intelektualitas keilmuan. Seratus Persen Bisa! Dalam Permendikbud No. 59/2011 tentang kriteria kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, dengan mengasumsikan bahwa peserta didik lulus Ujian sekolah, dan hanya mengkonsentrasikan kepada Ujian Nasional, dari pasal (6) dan (7) dapat disarikan sebagai berikut: 1) yang menentukan kelulusan adalah satuan pendidikan, 2) nilai akhir terbangun atas 40% nilai sekolah/madrasah dan 60% nilai ujian nasional, 3) rata-rata semua nilai akhir paling rendah 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0.

Hampir semua sekolah/madrasah memberikan nilai sekolah sekurang-kurangnya 70 untuk seluruh mata pelajaran. Nilai itu berkontribusi sebesar 40% atau setara dengan 28 (atau 2,8 dalam skala 0-10). Persoalannya adalah adanya perbedaan nilai yang cukup mencolok antara nilai sekolah dan nilai ujian nasional seharusnya ada keajegan antara kemampuan siswa yang tergambar dalam nilai sekolah dan nilai ujian nasional.

Kalaulah proses pembelajaran sudah dilaksanakan dengan optimal dan evaluasi dilakukan dengan benar, maka nilai sekolah yang diperoleh peserta didik memang menggambarkan kemampuannya. Oleh karena itu, tidak perlu dirisaukan lagi tentang kelulusan. Jadi, jika kita mencermati data nilai sekolah yang ada (minimal 70) untuk tiap mata pelajaran, dan selayaknya pada saat ujian nasional mendapat angka yang kira-kira sama, maka seluruh peserta ujian tingkat SLTP dan SLTA akan lulus seratus persen.

Sudah Bocor Soal-soal ujian nasional sudah didesain untuk skala nasional. Jadi, bukan ukuran kota besar saja, misalnya Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang. Bukan pula untuk ukuran kota-kota kecil di Maluku, Papua, NTT. Selain itu, sudah barang tentu telah diujicobakan. Badan Standar Nasional telah mengeluarkan peraturan No. 13/P/BSNP/XII/2011 tentang kisi-kisi ujian nasional untuk satuan pendidikan dasar dan menengah tahun pelajaran 2011/2012.

Pada hakikatnya kisi-kisi tersebut merupakan “bocoran” soal. Hanya saja belum berbentuk soal, dan masih berbentuk indikator-indikator. Dari indikator terebut, guru-guru menyusun soal yang kemudian diujicobakan. Tidak jarang soal-soal prediksi yang disusun guru berdasar kisi-kisi itu sama persis dengan soal ujian nasional. Tentu itu akan membantu peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal ujian nasional.

Jika sekolah sudah memfasilitasi kegiatan pembelajaran dan bimbingan, serta guru-guru sudah fokus kepada kisi-kisi soal (sesuai surat dari BSNP), maka selanjutnya tergantung pada masing-masing sendiri. Modal utama yang harus dimiliki peserta adalah kepercayaan diri. Itu diperoleh ketika semua materi telah dikuasai (dengan bukti capaian nilai hasil evaluasi dan tryout ). Jika modal tersebut telah dimiliki, maka di mana pun mereka ujian, siapa pun yang mengawasi, bagaimana pun bentuk soal, dan berapa banyak tipe soal, maka tidak ada persoalan.

Semua pemangku kepentingan (guru, kepala sekolah, orang tua, komite, Dinas Pendidikan, legislatif, dan pemangku kepentingan) harus turut membangun kepercayaan diri peserta didik dalam menempuh ujian. Keluarkan seluruh kemampuan, giring bola, arahkan ke titik penalti, dan jebol gawang unas! ( Guru SMAN 1 Giri dan SMPN 1 Banyuwangi. @radar)