Meski sudah dilarang karena tidak memiliki surat izin dan bisa merusak lingkungan, tapi para penambang pasir masih nekat bekerja.
“Tambang pasir dengan mesin sedot masih beroperasi,” cetus Widodo, 40, warga Pasar Blokagung, Desa Karangdoro, Kecamatan Tegalsari.
Menurut Widodo, warga sekitar sungai tidak suka dengan penambangan pasir di sungai menggunakan mesin sedot itu. Selain merusak lingkungan, solar yang digunakan sebagai bahan bakar minyak (BBM), sering tumpah dan mencemari air sungai.
“Air sungai bau solar, warga yang mandi dan mencuci merasa terganggu. Truk pengangkut pasir membuat jalan semakin becek,” ungkapnya.
Kepala Desa Karangdoro, Supriyadi memahami tindakan para penambang menggunakan mesin sedot untuk mengambil pasir di sungai. Itu dilakukan, untuk mempermudah dalam bekerja. Dulunya, penambang harus mengambil pasir dengan menyelam dan mengeruk secara tradisional.
“Kalau dulu para penambang pasir menyelam, itu sangat berbahaya sekali. Kini menggunakan mesin sedot,” ujarnya.
Para penambangan pasir dengan mesin sedot, itu sulit dikendalikan. Pemerintah desa sudah sering memberikan imbauan. “Sudah beberapa kali didatangi, tapi masih ngotot menyedot pasir,” cetusnya.
Daerah yang terlarang dengan mesin sedot, terang dia, itu dekat jembatan. Bila sampai dilakukan, bisa membahayakan konstruksi jembatan. “Kita kesulitan untuk mengendalikan,” cetusnya.
Menurut Supriyadi, pemerintah desa sudah berupaya proaktif melakukan sosialisasi penambangan liar. “Kami selalu sampaikan menambang jangan sampai mengganggu lingkungan, soal tonase truk juga kita ingatkan agar tidak merusak jalan,” paparnya.