Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mimpi Basah Bukan Jaminan Sudah Dewasa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

kepala-kua-kalipuro-ahmad-sakur-isnaini-memberikan-penyuluhan-di-rumah-warga-yang-ada-di-kelurahan-bulusan-kalipuro

GERTAK Nadi merupakan gerakan moral hasil inovasi dari pihak KUA Kecamatan Kalipuro. Terbentuk sejak tanggal 30 September 2016 lalu, gerakan menebar virus tentang pemahaman bahayanya pernikahan di usia muda di kalangan masyarakat ini mulai di galakkan hingga saat ini.

Tingginya angka perceraian di Banyuwangi karena faktor pernikahan dini yang mendasari adanya gerakan ini. Pernikahan dini dirasa menjadi momok mengapa rumah tangga setiap keluarga  bisa hancur lantaran masih belum siapnya mental atau pemikiran dari pasangan itu sendiri.

Tidak hanya kepada anak-anak muda, gerakan ini juga diberikan kepada orang  tua yang masih kurang paham akan bahayanya pernikahan di usia dini. Petugas Gertak Nadi dari unsur KUA Kalipuro, puskesmas, kecamatan, kelurahan/desa hingga tokoh masyarakat secara bergantian blusukan ke setiap perkumpulan warga seminggu tiga kali secara acak.

Penyuluhan tentang Gertak Nadi ini bisa dikatakan sebuah gerakan jemput bola. Petugas juga tidak menyusun sebuah jadwal kapan  dan di mana gerakan ini akan diberikan. Melainkan, petugas Gertak Nadi mengikuti jadwal kegiatan yang dibuat oleh masyarakat itu sendiri  di kampung-kampung.

Tujuannya agar gerakan ini memang benar-benar mengena kepada masyarakat. Sebab, jika gerakan ini diberikan dengan cara mengumpulkan warga terlebih dahulu, bisa dipastikan tidak banyak masyarakat yang datang untuk mendengarkan arahan dari petugas.

”Gerakan ini kami berikan saat di suatu  kampung ada kegiatan, misalnya kegiatan PKK, Karang Taruna. Kita juga menyasar sekolah-sekolah hingga perkumpulan RT/RW di setiap kampung,” kata Ahmad Sakur Isnaini, Kepala KUA Kalipuro yang menjadi penggagas gerakan ini Alumnus Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Situbondo mengatakan, gerakan ini perlu dihadirkan kepada masyarakat.

Karena dari pantauannya, selama ini pernikahan dini seperti dijadikan suatu solusi oleh masyarakat untuk keluar dari masalah. ”Banyak orang tua yang beranggapan kalau sudah menikahkan anaknya, tanggung jawab mereka sebagai orang tua  sudah selesai. Nah, ini yang berbahaya. Padahal  menikah itu merupakan suatu proses awal untuk menuju kehidupan baru. Tentu butuh mental yang mumpuni untuk menghadapi  itu,” katanya.

Dia menambahkan, selain faktor ekonomi yang telah disebutkan tadi, beberapa faktor yang menjadi landasan mengapa orang tua banyak yang menikahkan anaknya di usia muda juga karena adanya faktor budaya dan pendidikan. Faktor budaya di kalangan masyarakat biasanya diberlakukan agar anak bisa terhindar dari perbuatan zina.

Makanya orang  tua memilih untuk menikahkan anaknya tanpa melihat siap atau tidaknya anak tersebut untuk menghadapi kehidupan yang baru.  Pada intinya, gerakan ini diberikan bukan  untuk melarang masyarakat untuk melakukan pernikahan. Melainkan lebih kepada memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa menikah di usia muda itu lebih beresiko dibandingkan menikah di usia yang sudah dewasa.

”Resikonya ya perceraian. Menikah muda juga tidak baik bagi kesehatan rahim perempuan. Menurut kesehatan, usia perempuan minimal harus 21 tahun jika harus menikah. Karena di usia itu rahim perempuan  dirasa sudah siap untuk mengandung anak,” tandasnya.

Dewasa dari segi fisik, menurut Sakur, bukanlah jaminan untuk menuju kebahagiaan yang abadi. Perlu suatu kedewasaan dari segi mental  untuk membangun rumah tangga. Karena  dalam berumah tangga itu bukanlah urusan
syahwat saja yang dipikirkan, melainkan juga  masalah ekonomi serta masalah lainnya.

”Mimpi basah itu adalah tanda kita sudah  dewasa. Tapi bukan serta merta ditafsirkan kalau sudah baligh kita bisa langsung menikah. Meski dari segi fisik sudah dikatakan dewasa, tapi mentalnya juga harus dipersiapkan,” kata dia.

Meski baru seumur jagung, gerakan swadaya tanpa anggaran ini saat ini mulai diminati oleh masyarakat. Jika sebelumnya petugas mencari perkumpulan untuk dibekali virus Gertak Nadi, tapi saat ini banyak dari perkumpulan warga maupun sekolah-sekolah yang  mengundang mereka.

”Ini gerakan swadaya  dari kami karena kami peduli pada generasi penerus bangsa. Penyuluhan yang kami berikan ini gratis,” pungkasnya. (radar))