Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Minapolitan Muncar, Bandar Ikan Laut Terbesar se-Jawa

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

PELABUHAN Muncar memang sudah dikenal sebagai pelabuhan ikan terbesar kedua di Indonesia setelah Pelabuhan Siapiapi di Riau. Bahkan, Pelabuhan Muncar juga sudah dikenal sebagai pelabuhan ikan terbesar pertama di Pulau Jawa.

Sungguh sangat beruntung dan tentu patut berbangga bahwa di Banyuwangi terdapat pelabuhan ikan yang sangat besar seperti pelabuhan Muncar ini. Tim ekspedisi Jelajah Pantai Timur Jawa yang didukung Toyota Auto2000 Banyuwangi mengunjungi pelabuhan ini bergerak dari perempatan Tembokrejo, Kecamatan Muncar.

Dari perempatan itu kami terus ke arah timur. Sekitar 5 Km dari perempatan ke timur, akhirnya kami sampai di Pelabuhan Muncar. Rute yang dilalui sangat mudah, jalan yang kami lewati juga beraspal. Banyaknya aktivitas warga baik menjemur ikan, menimbang ikan, dan lain sebagainya, menjadi penanda bahwa di tempat yang kami datangi tersebut memang benar-benar Pelabuhan Muncar.

Jika kami lihat pada global positioning system (GPS), Pelabuhan Muncar tersebut terletak pada titik koordinat 8,44’45” Lintang Selatan (LS) dan 114,33″112” Bujur Timur (BT). Selain itu, bau menyengat di hidung juga menjadi tanda yang paling pas untuk menandakan bahwa kami sudah sampai di Pelabuhan Muncar.

Namanya saja pelabuhan ikan, pasti baunya seperti ltu. Ini menjadi ciri khas tersendiri dari Pelabuhan Muncar. Itu bukan halangan bagi kami untuk masuk lebih dalam menuju kawasan Minapolitan Muncar. Memang besar pelabuhan ikan yang satu ini.

Hal itu bisa dilihat dari banyaknya perahu yang sandar di dermaga di Pelabuhan Muncar. Orang biasa menyebut perahu nelayan itu dengan nama  perahu slerek. Jika dihitung dengan jari, perahu slerek nelayan Muncar junmlahnya sangat banyak, bahkan mungkin mencapai ribuan unit.

Ukurannya juga bermacam-macam, ada yang kecil, hingga ada yang sangat besar. Semua terbuat dari kayu. Ada yang bermesin dan ada juga yang tidak bermesin. Tetapi, kebanyakan, perahu slerek di Pelabuhan Muncar bermesin.

Semakin besar perahu slerek, semakin banyak mesin diesel pendorong yang dipasang di atas perahu. Bahkan, dari perahu slerek terbesar dengan ukuran panjang 10 meter lebih, mesin diesel penggerak perahu slerek itu bisa mencapai 8 unit.

Aktivitas di pelabuhan ikan terbesar se-Jawa itu pun sangat kompleks. Mulai menjemur ikan, menimbang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), memilah ikan, dan lain sebagainya ada di sini. Tampak saat kami ke Pelabuhan Muncar beberapa waktu lalu menjelang sore hari ba nyak nelayan setempat yang bergegas pergi melaut.

Kebanyakan yang pergi melaut adalah kaum laki-laki. Warga nelayan perempuan juga tidak kalah banyak, tapi kebanyakan para perempuan tidak pergi melaut. Mereka hanya menjemur dan menimbang ikan di daratan.  Para warga nelayan setempat juga sangat santun dalam menyambut tim ekspedisi yang datang.

Tampaknya para nelayan Muncar ini sudah biasa didatangi oleh orang yang membawa banyak kamera seperti kami. Tidak sedikit dari nelayan yang menyapa kami saat hendak pergi melaut dengan ramah. “Ajenge melampah rumiyen, Mas. (Mau berangkat bekerja dulu, Mas),” sapa seorang nelayan dengan sebuah senyuman manis.

Oh ya, di sekitar Minapolitan Muncar juga banyak terdapat pabrik pengolahan ikan yang akan dijadikan sebagai bahan makanan. Semua berbahan baku hasil laut. Sebut saja sarden, terasi, kerupuk, ikan asin, pindang, dan lain sebagainya.

Tapi yang paling banyak di sana adalah pabrik sarden ikan laut.  Sekadar diketahui, masyarakat nelayan Muncar setiap bulan Muharram atau Suro tiba juga selalu melakukan tradisi petik laut. Tradisi petik laut ini merupakan ungkapan syukur para nelayan khususnya kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat atas hasil laut yang melimpah.

Ritual diawali iring-iringan sesaji utama berupa kepala kerbau, ayam, nasi dan lain sebagainya keliling kampung. Dipimpin seorang pawang petik laut, sesaji kemudian diangkut ke dalam perahu slerek dibawa menuju lepas pantai.

Nelayan Muncar mempercayai, jika petik laut tidak di gelar dapat mendatangkan musibah. Sampai lepas pantai, pawang memberi aba-aba sebagai tanda sesaji saatnya di larung. Para nelayan terjun merebut sesaji yang dianggap bisa mendapatkan berkah. (radar)