Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Misteri Dibalik Pembangunan Masjid Baitul Muttaqin di Singojuruh

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Masjid-di-Dusun-Gombol,-Desa-Benelan-Kidul,-hanya-satu-kali-direnovasi.

BACAAN ayat-ayat Alquran terdengar merdu dari pengeras suara masjid. Satu per satu warga berdatangan ke masjid untuk menunaikan salat Jumat berjamaah. Warga yang berdatangan ke masjid itu tampak rapi, mengenakan baju koko, sarung, dan kopiah.

Sebagian, juga ada yang menenteng sajadah dan mengalungkan serban di bahu. Masjid Baitul Muttaqin itu masjid kampung yang berada di tepi jalan raya di Dusun Gombol, Desa Benelan Kidul, Kecamatan Singojuruh.

Bangunan masjid yang di bangun di atas lahan dengan luas sekitar  400 meter persegi itu tidak jauh beda dengan masjid-masjid pada umumnya. Pada masjid itu ada  bangunan induk dan serambi. Pada bangunan induk masjid, ada empat tiang utama yang disebut  soko guru.

Keempat tiang utama itu, konon didirikan oleh tentara jin. Kubah atau atap masjid berbentuk limas atau kerucut yang terdiri tiga bagian. Pintu yang ada di masjid itu, terlihat kuno. Meski terkesan kuno, hampir seluruh bagian bangunan sudah tampak baru.

Bagian plafon di lengkapi ornamen gypsum dan lampu hias. Halaman hingga serambi masjid, tampak bersih dan rapi.  Bagi masyarakat Dusun Gombol, masjid Baitul Muttaqin itu memiliki sejarah tersendiri. “Orang tua dulu menyebut masjid itu masjid tiban,” ujar Salap, 82, salah satu setempat.

Julukan masjid tiban itu, karena bangunan masjid itu muncul secara tiba-tiba. Dari cerita turun temurun yang berkembang di masyarakat setempat, dalam proses pembangunannya masjid itu berlangsung singkat. Semua bahan bangunan  sudah ada dan berdiri saat warga terlelap tidur.

“Hanya semalam saja masjid ini sudah berdiri,” ungkapnya. Dari cerita di masyarakat itu pula, pembangunan masjid itu tidak hanya dilakukan manusia, tapi mendapat bantuan bala tentara  jin. Pencetus dan pendiri masjid itu adalah Syech Mudin yang merupakan sesepuh desa.

“Yang mbabat alas dan menempati kampung ini, ya Syech Mudin,” ujar Dasuki, 65, salah seorang tokoh masyarakat setempat. Cerita yang berkembang, saat Syech Mudin datang di kampung nya masih belum banyak warga. Tapi setelah  banyak warga yang berdatangan,  Syech Mudin mendirikan masjid untuk tempat ibadah dan berdakwah di Bumi Blambangan.

“Saya pernah melihat pada tiang kayu bagian atas ada tulisan 1800 Masehi, kemungkinan saja itu tahun didirikannya masjid  itu,” katanya. Saat membangun masjid, seluruh material yang akan dibuat untuk masjid tiba-tiba sudah ada, begitu juga bahan bangunan lainnya.

“Tanah uruk berwarna putih, padahal di sekitar sini tidak ada tanah kapur,” cetus Fathan, 80, warga lain. Selain tanah uruk berwarna putih dan sudah tertata dengan tinggi sekitar satu meter, soko guru utama  masjid juga misterius.

Warga juga meyakini tiang masjid itu didirikan oleh bala tentara jin. Kayu untuk tiang utama masjid itu berasal dari kayu gunung yang hanyut terbawa derasnya aliran sungai Gladag. Kayu untuk tiang itu terpasang   hanya dalam semalam.

“ Konon ada suara gaduh, tapi tidak terlihat ada orang bekerja, tahu-tahu besok paginya ada masjid yang sudah berdiri kokoh,” tuturnya. Keanehan selama proses pembangunan masjid itu menjadi cerita turun-temurun hingga saat ini.

Bahkan, saat warga kali pertama melakukan rehab masjid di tahun 2000 tidak ada satu pun warga yang berani membongkar pilar utama masjid. Empat pilar dari kayu itu dibiarkan utuh, hanya sekarang telah dilapisi cor dan  keramik agar tampak kokoh.

“Kayu tiangnya masih utuh dan bangunan masih asli, hanya ada penambahan  di bagian teras dan halaman, kalau serambi masih tetap,” terangnya. Mengenai kebenaran cerita turun-temurun tentang masjid itu belum diketahui. Karena sampai saat ini, belum ada penelitian  khusus tentang bangunan masjid   tersebut.

Warga hanya meyakini selama pembangunan banyak ditemukan keanehan di luar nalar manusia. “Sebisanya kami akan tetap mempertahankan bangunan  masjid, karena ini adalah bagian  dari sejarah dan warisan leluhur,”  pungkas Kepala Desa Benelan   Kidul, Tatang Suraji. (radar)