Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Mustaqbilal, Difabel Pemahat Barong Otodidak

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Bilal membuat barong di Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi.

Tangan Kiri Pegang Pahat, Lengan Kanan Diikat Palu

Kekurangan fisik tak menghalangi Mustaqbilal, 33, untuk berkarya. Penyandang difabel asal Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan, justru kian memantapkan diri sebagai seniman pemahat Barong Oseng.

KRIDA HERBAYU, Glagah

SIANG itu cuaca di kawasan Lingkungan Karangasem, Kelurahan Bakungan, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, terlihat mendung. Namun kondisi itu tidak menyurutkan semangat Mustaqbilal untuk memahat kayu balok menjadi kerajinan kepala Barong Oseng.

Barong Oseng merupakan kesenian adat asli Suku Oseng khas Banyuwangi yang sangat digemari masyarakat setempat. Di depan rumahnya yang berada di dalam gang cukup sempit, Mustaqbilal tampak lihai memahat.

Tangan kanannya yang tidak utuh dan tidak memiliki jari-jari itu diikat pada palu. Untuk mengikat palu itu, dia menggunakan tangan kiri dan mulutnya. Sementara tangan kirinya memegang berbagai jenis pahat. Lempengan besi berbentuk persegi panjang dengan ukuran sekitar 20 hingga 30 sentimeter itu digunakan untuk memahat dan mengukir.

Laki-laki berusia 33 tahun itu duduk di depan pintu rumahnya tanpa dibantu siapa pun, meski ia juga tidak memiliki kedua kaki. Kondisi kekurangan fisik itu merupakan bawaan sejak lahir.

Saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), dia mencoba untuk belajar memahat secara otodidak dari kakak ketiganya yang bernama Mustakim. Kini, Mustakim juga bekerja sebagai pemahat di Desa Cemetuk, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.

Seiring berjalannya Waktu, laki-laki yang biasa dipanggil Bilal tersebut semakin mengembangkan bakatnya memahat. Dia rajin mencari karakter dari media sosial, kemudian diterapkannya dalam bentuk karya seni pahat hingga sekarang.

Tidak hanya pandai membuat kepala Barong Oseng, Bilal juga dapat membuat beragam kepala Barong Bali, Barong Rejeng, hingga kepala Macan-macanan yang biasa digunakan dalam rangkaian seni jaranan.

Bilal mengaku, saat ini pemasaran hasil karyanya tersebut hanya di area Banyuwangi saja. Itu pun, kata dia, pemasaran hanya sesuai pemesanan. “Saya hanya mengerjakan kepala barong sesuai pesanan. Karena saat ini pasaran barong sepi yang meminati,” ujar Bilal.

Dia baru melakukan aktivitas memahat sesuai keinginan pemesan. Selain itu, untuk membeli bahan-bahan, Bilal meminta uang muka terlebih dahulu kepada pemesan karena dia memiliki keterbatasan modal.

Bilal berharap, banyak pihak yang memberikan modal, serta membantu memasarkan karya kerajinannya itu hingga ke luar Banyuwangi. Sementara untuk harga kepala barong berukuran kecil dipatok harga Rp 300 ribu. Sedangkan barong yang berukuran besar bisa mencapai Rp 9 juta, dan itu pun pemesannya hanya para pelaku kesenian dan kelompok kesenian di beberapa desa di Banyuwangi.

Hasil penjualan pahatan kepala barong itu digunakan Bilal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari bersama ibunya, Suniyah. Sedangkan bapaknya, Sutaman sudah meninggal dunia.

Bilal menjelaskan, beberapa tahun silam dirinya telah memahat kayu untuk dibentuk ogoh-ogoh, semacam kesenian adat masyarakat Bali. Ogoh-ogoh itu kini disewakan kepada masyarakat yang punya hajat seperti khitanan. Di mana anak yang bersangkutan naik ke atas punggung Ogoh-ogoh sebelum disunat untuk diarak keliling kampung.

“Dan harga sekali sewa sebesar Rp 300 ribu per hari, jika sekalian dengan tenaga pemanggulnya bisa mencapai Rp 750 ribu,” ucap bungsu dari empat bersaudara itu.

Bilal berharap bantuan dari pemerintah atau pihak lainnya untuk memberikan modal. Dia juga mengaku butuh dukungan pemasaran hasil kerajinan kepala barong, supaya seni barong lebih dikenal masyarakat.(radar)