Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Nahdlatul Ulama Tolak Full Day School

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Para-siswa-mengikuti-kegiatan-di-salah-satu-TPQ-di-Desa-Genteng-Kulon,-Kecamatan-Genteng,-kemarin.

GENTENG – Wacana full day school yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Muhadjir Effendi, terus menuai protes. Kali ini PCNU Kabupaten Banyuwangi dengan tegas menolak rencana program itu.

Ketua PCNU Kabupaten Banyuwangi, KH. Masykur Aly, mengatakan program full day school akan merusak pendidikan keagamaan yang selama ini telah berlangsung, terutama lembaga pendidikan  milik NU. “PCNU Banyuwangi meminta rencana full day school ditinjau ulang,” katanya.

Kiai Masykur menyebut, lembaga pendidikan milik NU yang terancam, terutama  Taman Pendidikan Quran (TPQ) dan madrasah diniyah. “TPQ dan madrasah diniyah itu masuknya sore hari. Jika ada full day school, jadwal bisa rusak,” ujarnya.

Saat ini, terang dia, TPQ di bawah naungan PCNU itu jumlahnya 3.350  unit. Dari jumlah itu, ustad yang mengelola dan mengajar berjumlah 14.952 orang. “Jika diberlakukan full day school,  nasib ribuan TPQ dan ustad itu bagaimana,” ungkapnya.

Para santri TPQ itu, masih kata ia, sebagian besar para siswa SDN. Sehingga, jelas dia, penambahan waktu belajar dalam program full day school itu bisa merusak kegiatan belajar para siswa SD itu sendiri. “Bisa dicek, santri TPQ itu mayoritas siswa SDN,” cetusnya.

Selama berada di TPQ, lanjut dia, para santri itu diajari tentang budi pekerti. Sehingga, bila rencana program full day school itu untuk pendidikan karakter budi pekerti, maka program itu sebenarnya sudah dilaksanakan. “Full day school juga mengganggu hubungan siswa dengan orang tua dan lingkungan,” dalihnya.

Penolakan rencana full day school juga disampaikan wali murid, salah satunya Arihatul Fadilah, 35, asal Dusun Jenisari, Desa Genteng Kulon, Kecamatan Genteng. Sebagai wali murid, dia berharap rencana full day school itu dibatalkan.  Alasannya, stamina dan kemampuan  murid terbatas.

“Saya tidak setuju ada full day school,” katanya. Warga lain, Yuli Susilowati, 40, asal Desa Kebaman, Kecamatan  Srono, mengaku kasihan kalau anak  terlalu lama di sekolah. Sebab, anak  akan lelah dan tidak bisa bermain  dengan teman-temannya.

“Saya tidak setuju (full day school), kasihan anak capai,” ucapnya. (radar)