Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Nilai Rata-Rata Ujian Nasional Turun

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto: Ilustrasi

BANYUWANGI – Jika dibandingkan tahun sebelumnya, nilai rata-rata hasil ujian nasional (Unas) jenjang SMA, SMK, dan MA tahun 2018 di Kabupaten Banyuwangi mengalami penurunan.

Ironisnya, di saat nilai rata-rata hasil Unas jeblok, tidak sedikit siswa yang acuh tak acuh dengan kenyataan itu. Buktinya, ratusan siswa justru melakukan konvoi lengkap dengan baju seragam yang telah dicoret-coret aneka warna usai pengumuman kelulusan siswa, kamis (3/5/2018) kemarin.

Kepala Cabang (Kacab) Dinas Pendidikan Jatim Wilayah Banyuwangi Istu Handono membenarkan nilai rata-rata hasil Unas siswa se-Banyuwangi mengalami penurunan dibanding tahun lalu.

Menurut dia, fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Bumi Blambangan, tetapi juga terjadi di tingkat Jatim, bahkan nasional. “Nilai rata-rata hasil Unas cenderung turun. Untuk itu, Dispendik Jatim tengah mengupayakan ke depan membuat strategi tertentu untuk meningkatkan raihan Unas,” ujarnya.

Dikatakan, soal higher order thinking skill (HOTS) alias soal yang memadukan kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif, kemampuan berargumen, serta kemampuan mengambil keputusan bukanlah satu-satunya penyebab penurunan nilai rata-rata hasil Unas tahun ini. Penurunan tersebut juga disebabkan kepanikan sebagian siswa.

Istu menuturkan, ada beberapa penyebab kepanikan siswa saat menghadapi soal Unas. Salah satunya adalah soal matematika yang dinyatakan sangat sulit lantaran kisi-kisi soal ujian dengan soal Unas sesungguhnya ternyata berbeda.

“Selain itu, soal yang dikeluarkan adalah soal yang belum pernah diajarkan. Ini sudah diakui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” aku Istu.

Bukan itu saja, penyebab lain pemicu kepanikan siswa adalah belum terbiasa mengerjakan soal dengan hitungan waktu. Saat mengerjakan soal ujian nasional berbasis komputer (UNBK), waktu mengerjakan soal terus terpampang di layar monitor. Hal ini membuat siswa gugup.

Berbeda dengan ujian nasional berbasis kertas pensil (UNKP), siswa hanya tahu waktu mengerjakan soal selama 120 menit, tanpa “dihantui” tampilan waktu yang terus bergerak. “Namun, ini tentu tidak menggambarkan keseluruhan siswa” ujar Istu.

Penyebab lain, imbuh Istu, beberapa siswa belum terbiasa mengerjakan soal ujian berbasis komputer. Karena itu, ke depan pihak Cabang Dispendik Jatim Wilayah Banyuwangi akan menginstruksikan semua lembaga pendidikan jenjang sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) menyelenggarakan ujian berbasis komputer mulai kelas satu. Dengan demikian, siswa akan terbiasa menghadapi UNBK.

Lebih lanjut Istu mengatakan, untuk meningkatkan capaian Unas pihaknya akan mewajibkan sekolah membuat bank soal berbasis kisi-kisi Unas. Sekolah juga diwajibkan membedah soal HOTS. Sebab, imbuhnya, sejauh ini belum ada strategi khusus untuk membedah soal HOTS.

“Strategi penyelesaiannya soal HOTS belum dilaksanakan. Maka harus ada beda antara proses pendidikan dan bimbingan belajar (bimbel). Pendidikan ada filosofi di dalamnya, sedangkan bimbingan belajar hanya dilatih mengerjakan soal secara smart,” ungkapnya.

Namun sayang, meski membenarkan nilai rata-rata hasil Unas di Banyuwangi mengalami penurunan, Istu belum berani membocorkan nilai rata-rata pasti hasil Unas se-Banyuwangi.

Dia juga belum memastikan siswa peraih nilai tertinggi di masing-masing kategori. Sebab, hingga berita ini ditulis pukul 19.00 tadi malam, proses rekapitulasi nilai di seluruh sekolah se-Banyuwangi belum selesai dikerjakan.

“Karena kami hanya menerima hard copy dari Dispendik Jatim. Hard copy itu langsung kami distribusikan ke sekolah-sekolah. Saat ini kami masih mengumpulkan hard copy nilai Unas siswa dan merekapitulasi nilai Unas tersebut,” aku Istu.

Dari paparan Dispendik Jatim, nilai ujian nasional (NUN) siswa di Jatim tahun ini terjadi penurunan signifikan dibanding tahun lalu. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah 55.

Untuk jenjang SMK, siswa yang mendapat nilai di bawah 55 mencapai 174.283 dari 220.958 siswa. Persentase siswa yang mendapat nilai di bawah 55 mencapai 78,88 persen, meningkat dari tahun lalu yang hanya 55,41 persen.

Untuk jenjang SMA, siswa yang mendapat nilai di bawah 55 mencapai 146.183 dari 172.105 siswa. Persentase siswa yang mendapat nilai di bawah 55 mencapai 85,30 persen, meningkat dari tahun lalu yang hanya 85,13 persen.