Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

OGOH-OGOH Digarap Tujuh Hari Full

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

ogohMENJELANG Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Banyuwangi selalu membuat ogoh-ogoh. Hal itu juga dilakukan Juri, warga Dusun Kaligesing, Desa Karangmulyo, Kecamatan Tegalsari, Banyuwangi. Umat Hindu setempat membuat sebuah ogoh-ogoh be rukuran besar. Ogoh-ogoh tersebut dibuat oleh Dian, warga Dusun Sembulung, Desa/Kecamatan Cluring. Dian menuturkan, untuk membuat sebuah ogoh-ogoh be sar dari spons tersebut, biasanya membutuhkan wak tu tujuh hari.

“Tapi mengerjakannya harus setiap hari full. Kalau disambi yang lain, ya bisa setengah bu lan,” tuturnya seraya menyebutkan bahwa dia juga mem buat ogoh-ogoh di Kecamatan Cluring. Sementara itu, Juri menuturkan bahwa dana pembuatan ogoh-ogoh tersebut berasal dari iuran umat di se kitar pura di dusun setempat. “Iurannya ada yang lima ribuan, dan ada juga yang dari donatur,” ujarnya.

Juri menyebutkan, pada Hari Raya Nyepi biasanya 16 pura di Kecamatan Tegalsari akan membuat ogoh-ogoh masing-masing satu buah. “Tapi ada juga yang membuat dua ogoh-ogoh,” ujarnya. Semua ogoh-ogoh tersebut akan diarak dari masing- masing pura menuju lapangan sepak bola di Sum beragung, Kecamatan Tegalsari. “Nanti ogoh-ogoh yang merupakan simbol angkara murka tersebut akan dibakar di lapangan,” tandasnya.

Butuh Kerja Sama Tim 

PAWAI ogoh-ogoh sudah menjadi tradisi ta hunan umat Hindu di Banyuwangi. Atraksi ogoh-ogoh tersebut dilaksanakan se tiap menjelang Hari Raya Nyepi yang se kaligus memperingati Tahun Baru Saka. Sehari jelang pelaksanaan Nyepi, Umat Hindu mengarak boneka raksasa tersebut ke liling kampung. Seperti yang dilakukan umat Hindu di Kecamatan Muncar, Ba nyu wangi, Selasa lalu (12/3).

Pada malam itu, umat Hindu mengarak ogoh-ogoh. Kegiatan tersebut dipusatkan di La pangan Desa Sumbersewu, Kecamatan Muncar. Saking ramainya, banyak ken da raan, baik roda empat maupun roda dua, menumpuk di ruas jalan menuju lokasi acara. Akibatnya, kemacetan tak bisa di hin dari. Dalam pandangan umat Hindu, ogoh-ogoh adalah simbol sifat angkara murka. Se bab itulah, bentuk fi sik boneka raksasa tersebut selalu seram. Simbol-simbol tersebut dibakar menjelang detik-detik Nyepi yang dimulai pukul 24.00.

Untuk membuat ogoh-ogoh dibutuhkan ker ja sama tim. Selain itu, setiap kelompok mem punyai tema masing-masing, sehingga ada kesan tersendiri. Ada delapan kelompok yang ikut andil da lam arak-arakan ogoh-ogoh itu, antara lain kelompok Pura Palukuning, Pura Wahyu Jati Mulyo, Pura Santi Rahayu, Pura Sumur Margo Mulyo, Pura Wahyu Bakti Sampurna, Pura Kesawa Kusumanata, Pura Widya Ka rana, dan Pura Astapaka.

Dalam agenda tahunan itu, ratusan umat Hin du tumplek di lokasi acara. Mereka memprediksi umat Hindu yang hadir mencapai ribuan. ‘’Umat Hindu di Kecamatan Muncar berjumlah 6.000 orang lebih,” ungkap Eko Purnomo, salah satu panitia. Selain ogoh-ogoh, acara tersebut juga dimeriahkan tari-tarian. Iringan musik gamelan menambah suasana semakin gebyar.

“Acara ini memang ramai setiap tahun,’’ ungkap Ketua Parisada Hindu Darma Indonesia (PHDI) Kecamatan Muncar, Bisowarno. Menurut Bisowarno, ogoh-ogoh memang menyedot warga untuk datang ke lokasi acara. Bisa dibilang tradisi tersebut tidak hanya dihadiri warga Muncar, tapi juga warga kecamatan lain. ‘’Memang kegiatan ini gratis,” katanya.

Disanjung Turis Prancis

OGOHOGOH termasuk salah satu aset budaya yang per lu dilestarikan. Sebab, ogoh-ogoh yang ditampilkan umat Hindu dalam menyambut Hari Raya Nyepi dan Ta hun Baru Saka bisa mengangkat sektor pariwisata. Salah satu contohnya, sejumlah turis mancanegara an tusias menyaksikan pergelaran ogoh-ogoh di Lapangan Desa Sumbersewu, Kecamatan Muncar, Selasa malam lalu (12/3). Kala itu, empat turis tampak semringah menyaksikan ke giatan yang spektakuler itu.

Mereka adalah Noimis, Elmen, Milen, dan Silvia. Keempat turis asing tersebut berkebangsaan Prancis. Mereka mengaku takjub me nyaksikan serangkaian ogoh-ogoh itu. Sebab, hal ter sebut tidak dimiliki negara asalnya. ‘’Luar biasa dan strong (kuat, Red),” ungkap Noimis. Lan taran penasaran, mereka bersedia datang ke lokasi acara dan hasilnya sangat memuaskan. ‘’Bagus sekali. Mereka sangat energik,” sanjung Silvia.

 Ajak Wujudkan Harmonisasi 

PERSEMBAHYANGAN Tawur Agung Kesanga oleh umat Hindu diharapkan da pat membangun kualitas bakti dan semangat toleransi dalam rangka mewujudkan harmonisasi. Hal itu disampaikan Eko Prastyo, bagian informasi dan komunikasi Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Pe radah) Jawa Timur, kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi terkait persembahyangan Tawur Agung Kesanga menjelang Nyepi.

Menurut Eko, harmonisasi berbagai elemen menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih berguna, bermakna, dan penuh arti. “Kehidupan yang penuh makna dan berarti adalah bentuk harmonisasi,” ujarnya. Oleh karena itu, lanjut Eko, dalam setiap upacara per sembahyangan Tawur Agung Kesanga selalu ditandai dengan ogoh-ogoh yang merupakan sim bol makhluk-makhluk dunia astral atau dunia lain. Dalam puncak persem bahyangan Tawur Agung Kesanga, se telah dilakukan pecaruan, di lanjutkan arak-arakan ogohogoh. Bagian akhir puncak per sembahyangan adalah pengerupukan.

Pengerupukan adalah pembakaran ogoh-ogoh pada puncak rangkaian persembahyangan umat Hindu dalam Tawur Agung Kesanga. “Hal itu melambangkan bahwa seluruh elemen, termasuk ogoh-ogoh sebagai makhluk astral, di berikan hak-haknya setelah menjaga empat penjuru bumi,” terangnya. Eko juga menjelaskan bah wa menjelang Nyepi, ada persembahyangan biasa yang di gelar umat Hindu, yaitu Melasti. Lalu, dilanjutkan Tawur Agung Kesanga sebagai per sembahyangan untuk menyucikan alam semesta. Keesokan harinya, umat Hindu memasuki tapa catur brata penyepian. (radar)