Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Optimistis 1.500 Rumah Terjual

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

31-pengembang-ikuti-festival-rumah-rakyat

31 Pengembang Ikuti Festival Rumah Rakyat

BANYUWANGI – Kesempatan emas bagi warga untuk memiliki rumah dengan harga relatif terjangkau. Pemerintah kini  menggelontorkan berbagai kemudahan  dan keringanan bagi warga berpenghasilan rendah untuk mengakses kredit kepemilikan rumah (KPR).

Berbagai kemudahan dan keringanan yang bisa dimanfaatkan, antara lain bunga  yang sangat ringan dan jangka waktu  kredit maksimal mencapai 20 tahun. Bukan itu saja, pemerintah juga memberikan subsidi uang muka hingga sebesar  Rp 4 juta per unit.

Bahkan, bagi kalangan pegawai negeri sipil (PNS), ada pula  tambahan subsidi uang muka sebesar  Rp 5,8 juta dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum).  Hal itu terungkap pada kegiatan pembukaan Festival Rumah Rakyat 2016 yang diselenggarakan Kementerian  Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) di kawasan Gedung Seni Budaya (Gesibu) Blambangan  kemarin (14/10).

Pameran yang diikuti 31 pengembang perumahan tersebut bakal berlangsung hingga Selasa mendatang (18/10). Anggota Dewan Pengawas Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP),  Mirna Amin, mengatakan pameran rumah rakyat itu untuk mempercepat realisasi program satu  juta rumah yang telah dicanangkan Presiden Jokowi pada  April 2015 lalu.

Program itu,  imbuh dia, mengurangi angka  backlog (selisih pasokan dan  permintaan, Red) perumahan nasional yang saat ini masih 11,8  juta,” ujarnya. Dikatakan, saat ini ada berbagai  ke mudahan dan fasilitas menarik yang bisa dimanfaatkan warga,  khususnya warga berpenghasilan  tidak lebih dari Rp 4 juta per bulan  untuk memiliki rumah.

Program sejuta rumah merupakan program pembangunan rumah subsidi yang bisa dibeli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan sistem KPR fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Direktur Utama (Dirut) PPDPP  Kementerian PUPR, Budi Hartono, menambahkan pihaknya mengharuskan pengembang hanya menjual rumah sesuai dengan   patokan harga FLPP.

“Di Banyuwangi rumah subsidi kami patok seharga Rp 116,5 juta. Bunga KPR-nya ringan, hanya 5 persen  per tahun dengan tenor hingga 20 tahun. Kalau dihitung-hitung  ini sangat ringan bagi masyarakat,”  kata dia.  Selain itu, kata Budi, masih banyak lagi keuntungan yang  dida patkan melalui program KPR FLPP ini. Masyarakat bisa membeli rumah dengan uang muka KPR yang lebih rendah, yaitu 1%  dari harga rumah.

Fasilitas lain, kredit perumahan ini bebas pajak pertambahan nilai (PPN) dan ada  jaminan asuransi, mulai asuransi jiwa hingga kebakaran. “Masih  ada lagi bantuan uang muka dari pemerintah sebesar Rp 4 juta.  Sedangkan untuk kalangan PNS,   ada tambahan Rp 5,8 juta dari Bapertarum. Jadi totalnya untuk  PNS Rp. 9,8 juta,” terang Budi.

Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Slamet Kariyono mengatakan, pihaknya berterima kasih karena Banyuwangi telah dipilih menjadi lokasi Pameran Rumah Rakyat 2016. Sekkab menegaskan, pemkab sangat mendukung program tersebut dan akan turut aktif menyosialisasikan program pusat ini kepada masyarakat.

“Seiring peningkatan perekonomian  masyarakat Banyuwangi dan fasilitas kemudahan yang ditawarkan pusat, kami berharap akan  banyak masyarakat yang memanfaatkan pameran ini untuk mendapatkan rumah berkualitas dengan harga kompetitif,” kata  Sekkab.

Namun demikian, lanjut Sekkab, Banyuwangi tetap selektif terhadap pemberian izin pembangunan perumahan. Selain itu, pengembang perumahan juga  diwajibkan untuk mematuhi  aturan yang telah diterapkan pemkab. Seperti pelarangan pembangunan perumahan di  lahan-lahan produktif agar tidak   mengurangi lahan pertanian.

“Pemkab memiliki perda tata ruang yang mengatur ini semua. Misalnya, kami mengurangi izin pembangunan perumahan didaerah atas (wilayah Kecamatan Glagah dan lain-lain) untuk mengurangi risiko banjir di daerah yang lebih rendah,” jelasnya.

Dikonfirmasi di lokasi yang sama, Kepala Cabang Bank Tabungan Negara (BTN) Jember, Dedi Kurniadi, mengatakan sejak awal tahun hingga kemarin  jumlah KPR yang telah terealisasi di Banyuwangi mencapai 800 unit. “Rata-rata nominal KPR di  Banyuwangi mencapai Rp 100   juta per unit. Jadi, jika dikalkulasi, nominal KPR yang telah dicairkan  mencapai Rp 80 miliar,” ucapnya.

Dedi menambahkan, selain  berpenghasilan tidak lebih dari  Rp 4 juta per bulan, ada beberapa  ketentuan lain yang harus dipenuhi oleh warga untuk dapat mengakses KPR bersubsidi.  Beberapa ketentuan tersebut antara lain, rumah yang akan dibeli merupakan rumah pertama dan dimanfaatkan untuk tempat  tinggal, serta harus memiliki  kartu tanda penduduk (KTP) Banyuwangi.

“Enam bulan sekali diperiksa PUPR dan BPKP. Harus  betul-betul tepat sasaran. Tidak boleh ada rumah yang dikon-
trakkan. Itu tidak boleh dapat  subsidi,” cetusnya. Dedi menambahkan, selisih  bunga antara rumah bersubsidi dan rumah non subsidi cukup  besar. Bunga KPT bersubsidi “hanya” sebesar 5 persen, sedangkan rumah non subsidi mencapai 9 persen.

“Selisih angsuran kurang lebih Rp 500 ribu per bulan,” ucapnya. Sementara itu, Ketua Asosiasi  Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Koordinator Wilayah (Korwil) Banyuwangi, Muhammad Yasin, menambahkan, jumlah peserta Pameran Rumah Rakyat kemarin mencapai kurang  lebih 31 pengembang.

Sebanyak 15 pengembang tergabung dalam  Apersi, sedangkan 15 pengembang yang lain berada di bawah naungan Real Estate Indonesia (REI). Dikatakan, jumlah unit rumah yang ditawarkan masing-masing pengembang bervariasi, ada yang  menawarkan 50 unit rumah, ada  pula yang menawarkan hingga 300 unit rumah.

“Kalau pakai  asumsi 50 unit per pengembang,  jumlah rumah yang ditawarkan  mencapai 1.500 unit. Kami optimistis seluruh rumah yang  ditawarkan tersebut terjual,”  paparnya. Yasin menambahkan, seiring perkembangan Banyuwangi sejak  sekitar lima tahun terakhir peningkatan permintaan perumahan di Banyuwangi sangat pesat. Setidaknya itu bisa dilihat dari  perkembangan jumlah pengem- bang di kabupaten ujung timur  Pulau Jawa ini.

“Pada 2010 hanya  lima pengembang, sedangkan 2016 mencapai 30-an, otomatis jumlah unit yang dibangun juga bertambah. Apalagi pemkab  mengatur luas minimal 2 ha atau setara 140 rumah. Sedangkan di daerah tetangga sebelah, punya  500 meter untuk empat rumah diizinkan,” terangnya.

Masih menurut Yasin, Pemkab Banyuwangi menerapkan kebijakan ketat terkait izin pendirian perumahan. Pengembangan wajib mematuhi penataan Lahan  Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Jika pengembang membuka lahan di wilayah LP2B, pasti  tidak diizinkan.  Selain itu, seiring perkembangan Banyuwangi, harga tanah di  Banyuwangi semakin mahal.

“Saat ini cari tanah seharga Rp 150 ribu per meter persegi di sekitar kota sudah sangat susah. Untuk menyiasati itu, kami mencari lahan yang relatif minggir.  Bahkan teman-teman banyak yang membuka perumahan jauh  dari pusat Kota Banyuwangi,  misalnya di wilayah Pesanggaran,  Cluring, dan lain-lain. Ternyata  rumahnya laku keras,” pungkasnya. (radar)