Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pagi Mepe Kasur, Malam Tumpeng Sewu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Seorang ibu rumah tangga menggebuk kasur pakai penebah.

GLAGAH – Mepe kasur merupakan tradisi rutin yang dilakukan masyarakat Oseng di Desa Kemiren. Seharian kemarin (24/8), warga kompak menjemur kasur di depan rumah. Kasur tersebut dijemur mulai pagi dan dimasukan ke rumah pada sore hari.

Mepe kasur merupakan rangkaian ritual bersih desa yang dilanjutkan dengan Tumpeng Sewu. Masyarakat Oseng meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit.

Kasur khas warga Kemiren tersebut berwarna merah dan hitam. Kasur dijemur berjajar di sepanjang jalan desa setempat. Sesekali terlihat warga membersihkan debu di kasur dengan cara memukul-mukul permukaan kasur menggunakan penebah dari rotan.

“Proses menjemur kasur berlangsung sejak pagi hingga menjelang sore hari,” ujar sesepuh adat Desa Kemiren, Purwadi. Jumlah kasur yang dijemur mencapai 120 kasur.  Tinggi kasur ini pun beragam, ada yang 5 cm, 7 cm, dan 8cm.

Begitu matahari terbit, kasur segera dijemur di depan rumah masing-masing sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman. “Tujuannya agar dijauhkan dari bencana dan penyakit,” kata Purwadi.

Di depan rumah penduduk berjejer rapi jemuran kasur berwarna dasar hitam dan bergaris merah. Pemandangan itu mengisyaratkan betapa rukun dan rukunnya warga desa tersebut. Hal yang tak kalah menarik, para pemukul kasur dengan penebah tersebut adalah nenek-nenek.

Masyarakat Oseng meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit. Khusus bagi pasangan suami-istri, tradisi ini bisa diartikan terus memberikan kelanggengan. Setelah kasarnya dijemur, akan bagus kembali sehingga yang tidur seperti pengantin baru.

“Saya merasakan sendiri, setelah mengelurkan kasur dari rumah, rumah terlihat bersih, penyakit hilang dan terasa dingin. Semoga tradisi ini terus dikembangkan,” kata Abdul Karim, salah satu warga Desa Kemiren.

Setelah matahari melewati kepala alias pada tengah hari, semua kasur harus digulung dan dimasukkan. Konon jika tidak segera dimasukkan hingga matahari terbenam, kebersihan kasur ini akan hilang dan khasiat untuk menghilangkan penyakit pun tidak akan ada hasilnya.

Setelah memasukkan kasur ke dalam rumah masing-masing, warga melanjutkan tradisi bersih desa ini dengan arak-arakan barong. Barong diarak dari ujung desa menuju ke batas akhir desa.

Setelah arak-arakan barong, masyarakat setempat melanjutkan berziarah ke Makam Buyut Cili yang diyakini warga setempat sebagai penjaga desa. Sebagai puncaknya, ketika warga bersama-sama menggelar selamatan Tumpeng Sewu pada malam hari.

Semua warga mengeluarkan tumpeng dengan lauk khas warga Oseng yaitu pecel pithik alias ayam panggang dengan parutan kelapa. Kekhasan acara ini juga ditambah dengan dinyalakan obor di setiap depan pagar rumah warga.

Purwadi mengungkapkan warga Oseng beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur. Karena kasur dianggap sebagai benda yang sangat dekat dengan manusia, sehingga wajib dibersihkan agar kotoran yang ada di kasur hilang. “Dengan demikian, mereka akan terhindar dari segala macam penyakit,” tandasnya.

Dijelaskan Purwadi, kasur berwarna kombinasi hitam dan merah ini, memiliki filosofi yang sarat makna. Merah memiliki arti berani atau pekerja keras dan warna hitam diartikan simbol kelanggengan rumah tangga.

“Biasanya tiap pengantin baru dibekali kasur warna ini dan orang tua berharap, agar rumah tangga anaknya langgeng dan tenteram,” ujarnya. (radar) [embedyt]https://www.youtube.com/watch?v=9elj578LuIY[/embedyt]