Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pamor Batu Akik Redup, Omzet Perajin Hancur

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Tren batu akik yang diprediksi turun pada akhir tahun 2015 ini tampaknya akan menjadi kenyataan. Hal tersebut  terlihat di beberapa pengusaha dan perajin batu akik di Banyuwangi yang mulai sepi oder.

Seperti yang diakui salah satu perajin batu akik di wilayah Jalan Adi Sucipto, Banyuwangi, Atim. Dia mengaku omzetnya turun drastis hingga 70 persen dalam  satu bulan terakhir. Pada pertengah tahun 2015 Atim mengaku mene rima oder 10 buah batu akik  setiap hari.

Satu batu akik, Atim memberi tarif Rp 20 ribu. Khusus batuan  mahal yang rapuh, seperti batu rubah, bulu macan, dan naga sikoi, tarifnya Rp 25 ribu. Namun, saat ini ada dua atau tiga pemesan saja sehari sudah bagus. Menurut Atim, sepinya order itu  dipengaruhi menurunnya minat masyarakat terhadap batu akik.

“Sekarang akik juga banyak yang palsu.  Harganya turun semua, jadi mungkin sudah malas. Rata-rata yang datang cuma untuk memasang emban. Kalau tidak, ya membenahi emban yang terlalu kecil atau kebesaran,” ujar Atim.

Berbeda dengan ongkos gosok batu, ongkos mengecilkan cincin menurutnya lebih murah, hanya Rp 10 ribu per  cincin. memasang emban dipatok Rp 5 ribu. Sama seperti Atim, nasib yang sama dialami perajin lain, Yusuf. Perajin asal Kelurahan Lateng itu biasanya  mengerjakan garapan sampai 20 batu sehari.

Saat  ini nyaris tidak memperoleh pelanggan sama sekali. Sesekali masih ada pelanggan yang meminta digosokkan batu ketika akhir pekan. MenurutYusuf, menurunnya omzet  itu karena para pencinta batu sudah mulai hilang.

Belum lagi penggosok akik dibeberapa tempat semakin menjamur. “Sekarang ini yang tertinggal ya pencinta batu yang asli. Kalau  yang musiman sudah mulai hilang. Belum lagi harga batu sudah mulai jatuh. Banyak yang tidak laku,” ujarnya.

Meskipun saat ini tren batu menurun, Yusuf tetap menyimpan beberapa batu koleksi yang dimilikinya. Dia tidak ingin mengobral seperti para penjual lain.  “Mungkin suatu hari nanti ada masanya laku lagi, jadi saya simpan saja.

Kalau sekarang orang lebih suka beli batu permata atau batu lokal yang langka, seperti kelabang merah,” jelas Yusuf. (radar)