Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pancasila Bukan Ilmu tapi Norma

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

PANCASILA ditetapkan sebagai dasar negara bukan tanpa alasan. Salah satu alasannya, Founding Fathers merumuskan nilai-nilai Pancasila itu memang sebagai pijakan mendirikan negara Indonesia. Pada nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila itulah bangsa kita berpijak. Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengingat begitu penting peran Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebaiknya kita menempatkan Pancasila bukan sebagai ilmu tapi sebagai norma. Ilmu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu. Jika menerapkan Pancasila sebagai ilmu, kita hanya akan sekadar membacanya di setiap upacara bendera tanpa tahu maksud dan maknanya. Atau, kita hanya akan mendapat nilai tinggi saat menempuh kuliah Pancasila.

Menetapkan Pancasila sebagai norma berarti Pancasila berperan sebagai penuntun dalam setiap tindakan kita dalam berbangsa dan bernegara. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata norma memiliki arti aturan atau ketentuan yang mengikat warga-kelompok dalam masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan pengendalian tingkah laku yang sesuai dan berterima. Berdasar pengertian ilmu dan norma menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka Pancasila lebih sesuai diterapkan sebagai norma bukan sebagai ilmu.

Orang yang nilai kuliah Pancasilanya bagus dan hafal Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang penjabaran kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan, menjadi sia-sia ketika dalam kehidupan sehari-hari dia tidak mencerminkan pribadi yang baik. Kasus korupsi yang merajalela di negeri ini seolah sudah menghianati nilai-nilai Pancasila yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan berbangsa. Selain itu, masalah lain yang juga menghianati nilai-nilai Pancasila adalah membiarkan anak-anak Indonesia putus sekolah karena tidak ada biaya.

Tidak bergaya hidup mewah, bersikap adil, dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum adalah beberapa dari pengamalan sila kelima Pancasila. Akan tetapi, apakah semua butir itu sudah berjalan dengan baik di Indonesia? Sudah saatnya kita menempatkan Pancasila sebagai norma sekaligus pribadi bangsa seperti yang tertuang dalam lirik lagu Garuda Pancasila karya Sudharnoto. Selain itu, jika kita mau menganalisis dan mengimplementasikan tiap sila Pancasila, maka akan tergambar nilai-nilai Pancasila yang mulai luntur.

Kini semua sila dalam Pancasila seolah sudah tidak dijadikan dasar atau landasan dalam menentukan langkah dalam berbangsa dan bernegara. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan sila pertama dalam Pancasila mengandung beberapa butir yang salah satunya berbunyi “saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya” . Jika butir ini hanya dilihat sebagai ilmu, maka hanya akan terekam dalam otak kita.

Namun, jika butir tersebut dijadikan sebagai norma, maka manusia akan semakin tenang dan hidup saling menghormati dalam perbedaan. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab merupakan sila kedua Pancasila dan berlambang rantai. Berani membela kebenaran dan keadilan serta gemar melakukan kegiatan kemanusiaan adalah dua dari delapan butir yang ada dalam sila kedua tersebut. Hukum di negara kita seolah masih berpihak pada mereka yang memiliki uang. Siapa yang beruang, itulah yang menang.

Jika kita menerapkan Pancasila sebagai ilmu, seperti itulah contoh kasusnya. Kegiatan kemanusiaan, seperti pemberian bantuan kepada siswa tidak mampu, adalah contoh penga- malan Pancasila sebagai norma bukan sebagai ilmu. Persatuan Indonesia sebagai sila ketiga Pancasila mengajarkan kepada kita agar menempatkan kesatuan, persatuan, kepentin- gan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Kedua hal tersebut bisa terlaksana jika kita benar-benar menempatkan Pancasila sebagai aturan dalam hidup bernegara dan tidak sekadar sebagai ilmu yang hanya dihafalkan.

keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan mengajarkan beberapa hal kepada kita, antara lain tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan demi kepentingan bersama, dan musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan. Nilai-nilai tersebut masih sangat relevan digunakan dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini. Sila kelima dengan lambang padi dan kapas berbunyi, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Sila inilah yang seolah sulit diterima masyarakat kelas ekonomi rendah, seperti buruh, tukang becak, dan petani. Sulit diterima bukan dalam arti nilai silanya kurang baik, tapi implementasi nilai- nilai sila itu yang dirasa belum terlaksana sama sekali. Banyaknya pengangguran dan anak putus sekolah karena masalah biaya pendidikan adalah cermin betapa nilai keadilan belum dirasakan seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, pasien rumah sakit ekonomi rendah banyak yang ditelantarkan hanya karena tidak memiliki biaya. Sudah saatnya Pancasila dijadikan norma dalam kehidupan bernegara. Sehingga, kita sebagai warga Indonesia benar- benar mengerti terhadap pentingnya mengamalkan nilai-nilai Pancasila, bukan menghafalkan nilai dan sila-silanya saja. *) Guru Bahasa Indonesia di SMAK Hikmah Mandala Banyuwangi. @radar