Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Penataan PKL ≠ Memindah

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

MENCERMATI perseteruan antara pedagang kai lima (PKL) di kawasan jalan Ahmad Yani dengan Satpol PP akhir-akhir ini sungguh bu-kanlah sesuatu yang elok untuk ditampilkan. Masing-masing pihak dengan argumennya, meyakinkan masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan tidaklah salah; PKL dengan alasan bahwa berjualan di kawsan itu sebagai sumber nafkah penghasilannya, disatu sisi Satpol PP dengan bekal menegakkan perturan daerah maka bersikap tegas dengan melarang berjualan.

Penegakkan aturan pemerintah daerah itu memang penting se bagai sebuah upaya untuk mencapai good governance dan good government yang diidamkan untuk mencapai pemerintahan yang dapat meraih tujuan ber-sama. Permasalahannya adalah di bagaimana sebuah aturan diterapkan dan digunakan sebagai pedoman bersama oleh seluruh elemen yang terlibat di dalamnya.

Sebaik-baik sebuah peraturan adalah bila ia dapat menaungi dan mengayomi serta memberikan solusi bagi kepentingan masyarakat banyak, tidak hanya satu golongan saja. Untuk itu perlu mengajak bicara secara egaliter dan transparan dengan duduk bersama berbicara gayeng mendengarkan semua pendapat, aran dan mencari solusi bersama yang hasilnya akan mengikat semua pihak yang hadir di dalmnya.

Akan sangat naif bila rumor penataan PKL di kawasan jalan Ahmad Yani dikaitkan dengan upaya pemerintah kabupaten untuk bisa meraih Adipura benar-benar menjadi dasar hiruk pikuknya perseteruan kedua belah pihak hingga saat ini.

Dimana korelasinya? Apakah pedagang kali lima selama ini menjadi sumber permasalahan banyuwangi tidak dapat adi-pura? Apa hubungannya Adipura dengan kepuasan dan kesejahteraan ma-syarakat? Belajar dari Semarang dan Solo yang dianggap berhasil dalam menata PKL-nya, Pemerintah Banyuwangi hendaknya tidak menggunakan cara-cara militeristik dan represif dalam menertibkan kawsan jalan protokolnya.

Seramah apapun ko-munikasi yang dilakukan oleh Satpol PP kepada PKL, bila dilakukan dengan menciptakan kesan PKL adalah perusuh atau perusak keindahan diha-dapkan dengan Satpol PP yang berseragam dengan sepatu larsnya tidaklah akan terdapat komunikasi yang efektif kecuali hanya menciptakan jarak, memperlebar jurang pemerintah dan masyarakat serta menjadikan seakan kalau bukan kami yang menegakkan peraturan maka anda adalah lawan akan kami gusur atau kami oprak-oprak.

Yang terjadi adalah militeristik berbaju coklat; militeristik dalam aparat pemerintah daerah dan militeristik yang jauh dari nilai-niai keprajuritan selain hanya menakut-nakuti, memarahi, berteriak-teriak, mengejar…..untuk itukah Satpol PP ditugaskan?? Akan lebih indah bila para PKL yang juga warga Banyuwangi (ber KTP Banyuwangi pula) bahkan bertetangga dengan Satpol PP juga, diajak berbicara dari hati ke hati dengan mencari solusi dan terbuka terhadap pendapat atau saran yang disampaikan.

Pemerintah daerah hendaknya tidak menganggap PKL tidak lebih pintar dibandingkan mereka yang membuat per-encanaan dan peraturan. Solusi bersama yang di-dapatkan dengan menya-makan sudut pandang dengan tidak memaksakan kehendak inilah yang menjadi kesepakatan bersama yang menjadi pedoman selanjutnya.  Permasalahan PKL di Banyuwangi tidaklah semata masalah penataan (zon-ing kawasan), penegakkan aturan atau semata untuk meraih penghargaan.

Para PKL di kawasan Ahmad Yani yang sebagian besar adalah pedagang makanan rata-rata mereka sudah belasan tahun berjualan bahkan beberapa di tempt su-dah menjadi trade mark di kawasan itu. Apakah image kawasan Jalan Ahmad Yani akan terangkat naik bila bebas PKL? Mengapa tidak belajar dari kawasan Malioboro di Jogjakarta yang kan-tor Gubernur dan anggota dewannya berada di kawasan PKL yang menjadi trade mark wisata di daerah tersebut.

Di Jogjakarta, penataan PKL nya jauh lebih rumit dan kompleks dan disana juga tidak menjadi indikator untuk penilaian Adipura. Tapi masyarakatnya merasa dihargai dan dihormati hak usahanya, bahkan terjadi simbiosis mutualisme antara PKL dengan pemilik bangunan toko di belakangnya. Tidak ada yang dirugikan, tetapi ada komunikasi disitu, ada kesetaran disitu, ada kebersahajaan dan kelugasan dalam menerapkan sebuah aturan.

Sehingga tidak terlihat Satpol PP berseragam yang menertibkan PKL di kawasan tersebut. Ada banyak langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk menata PKL di ka-wasan Ahmad Yani. Perlu komunikasi terlebih dahulu tentang penatan kawasan itu bagi PKL dan masyarakat sekitarnya, permasalahannya, harapan-harapan pemerintah kabupaten seperti apa.

Sampaikan saja dengan bahasa yang lugas yang mudah dipahami oleh pedagang
apa-apa yang menjadi permasalahan selama ini; kemacetan, kebersihan, keamanan, keter-tiban, dan lain-lain. Mungkin pedagang akan menanggapi dengan bahasa dan jawaban menurut mereka sendiri, mengapa mereka melakukan itu semua.

Pasti akan ada gesekan atau perbedaan pendapat. Itu biasa …namun bila ini disampaikan dengan penuh kehangatan insyaallah semua akan memahami dengan ikhlas dan dada lapang bagaimana agar Kawasan Ahmad Yani menjadi lebih indah dan lebih baik dan itu tidak selalu identik dengan pemindahan. Dari sini pula akan didapat kesepahaman bila memang harus direlokasi, bagaimana agar tidak mengurangi pendapatan dan penghasilan mereka.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah menerapkan kawasan tertentu sebagai kawasan PKL atau pasar malam sehingga tidak boleh ada kendaraan bermotor yang masuk ke dalamnya….full hanya untuk pejalan kaki. Selain disiapkan tempat berjualan yang menarik dan indah juga pemerintah daerah dapat menambah daya tariknya dengan menyediakan tempat pertunjukan kesenian daerah sehingga pengunjung akan terpuaskan.

Membeli makanan sambil berjalan-jalan sambil menikmati atraksi kesenian daerah. Ini baru sebagian kecil saja yang bisa dilakukan, ses-ungguhnya masih banyak upaya dan hal lain yang bisa secara arif dan bijaksana dilakukan untuk menata kawasan. Lebih tepatnya adalah memperindah kawasan dengan menata PKL (yang tidak harus memindah), memberikan kawasan khusus PKL (Pujasera), memberikan nilai tambah bagi usahanya dan lain-lain.

Karena menata yang identik dengan memin-dahkan itu bukanlah sebuah kebijakan cerdas untuk saat ini, menuju masyarakat Banyuwangi yang lebih sejahtera. Atau bila memang harus tetap berjualan di kawasan Ahmad Yani, pola penataan seperti apa yang menjadi kesepahaman untuk ditaati dan diikuti bersama. Bentuk tempat jualan-nya yang ditata, cara berjualannya, pola ber-jualannya atau lebih kepada bagaimana itu semua dilakukan.

Tidak ada yang tidak bisa disiasati dalam hal penataan kawasan. Tinggal bagaimana para pelaksana dan pemimpin daerah menggunakan hati untuk memberikan aturan-aturan yang membuat semua warga masyarakatnya dapat tersenyum puas karena tidak ada yang terdzalimi. Atau sesekali juga dirasa perlu untuk mengundang pemimpin daerah makan minum di tempat para PKL berjualan untuk bisa mengetahui kondisi yang ada dengan sebenarnya…..sebagaimana dulu biasa dilakukan. Walallahu ‘alam bishawab (Ketua Umum DPD PKS Banyuwangi @radar)