Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Penggemar Janger Belum Menyusut

TONTONAN GRATIS: Kesenian janger di Taman Blambangan Sabtu malam.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
TONTONAN GRATIS: Kesenian janger di Taman Blambangan Sabtu malam.

BANYUWANGI – Taman Blambangan dipadati penggemar seni janger Sabtu malam kemarin (13/10). Ribuan warga itu menyaksikan pentas terbuka kesenian janger dengan tema kejayaan Prabu Tawang Alun di Keraton Sidomukti.

Pergelaran janger yang dimainkan sanggar Langgeng Eko Budhoyo dari Desa Pakis, Kecamatan Songgon itu cukup memuaskan ribuan penggemarnya. Sebelum pentas gratis  itu dimulai, warga sudah berdatangan di lokasi.Warga sudah berebut tempat duduk sejak Magrib.

Mereka memilih datang lebih awal agar mendapat tempat paling depan. Penonton yang datang tidak hanya dari warga yang sudah dewasa. Kalangan pelajar juga menyaksikan acara hingga tuntas pada pukul 23.00. “Jika warga, seniman, dan semua elemen  masyarakat mendukung, kita akan terus acara ini sepanjang tahun.

Tegas Asisten Administrasi Pemerintahan Pemkab, Abdullah yang datang mewakili Bupati Abdullah Azwar Anas. Menurut Abdullah, pemkab tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membayar mahal para seniman dan budayawan yang terlibat dalam acara aktualisasi seni dan budaya Banyuwangi.

Untuk itu, anggaran yang ada hendaknya dimanfaatkan benar untuk menghidupkan semua seni dan budaya Banyuwangi lewat panggung aktualisasi seni ini  “Walau bayarannya kecil, kami harap tidak main asal-asalan. Tampil secara sempurna agar masyarakat yang datang itu tidak kecewa,” pintanya.

Pergelaran janger malam itu mengangkat cerita, tentang adik-adik Prabu Tawang Alun yang duduk dalam jabatan patih yakni Patih Wilobroto, Tunjungsari, Sayu Melok, dan Patih Sayu Geringsing. Dalam pertunjukan itu dikisahkan, selama kepemimpinan Prabu Tawang Alun, masyarakat hidup tenteram dan sejahtera.

Patih Wilobroto sejak lama mengincar kursi kakaknya. Untuk merebut jabatan dengan adu fiik tidak memiliki kemampuan.  Karena tidak memiliki kemampuansecara fi sik, maka pada akhirnya Wilobroto membuat ulah dengan mengganggu ketenangan masyarakat Sidomukti.

Setiap malam terjadi pencurian, perampokan, pemerkosaan, perjudian, mabuk-mabukan dan segala jenis gangguan. Prabu Tawang Alun sangat memahami semua kejadian dilakukan adik kandungnya sendiri. Demi menjaga keselamatan rakyatnya, Prabu Tawangalun rela melepas mahkotanya dan memberikan kepada adiknya, Patih Wilobroto.

Prabu Tawang Alun beserta keluarga dan pengikutnya keluar meninggalkan telatah Sidomukti menuju bujuk di wilayah Bayu Lor. Sejak Wilobroto berkuasa, masyarakat Sidomukti merasa teraniaya ulah kebengisan Wilobroto beserta pengikutnya.

Karena tidak kuat dengan penguasa baru, maka masyarakat Sidomukti berangsur-angsur mengungsi mengikuti jejak Prabu Tawang Alun. Keadaan itu menjadi sindiran bagi masyarakat dengan menyebut kedawung (kedaton suwung) atau wilayah yang kosong.

Hingga sekarang wilayah yang ditinggal ngalih itu masyarakatnya menjadi nama desa Alihan (Aliyan) dan wilayah keraton Sidomukti sekarang menjadi Dusun Kedawung (kedaton suwung) bagian dari Desa Aliyan di Kecamatan  Rogojampi. ()