Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Penggembala Lebah Madu di Lereng Gunung Ijen

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

seringSering Disengat, Merasa Lebih Kebal Penyakit

Pada musim di mana tidak banyak tumbuhan berbunga, itulah saat paling sulit yang harus dilalui para peternak lebah madu. Selain lebah tidak mampu menghasilkan madu, para peternak juga harus memberi asupan makanan tambahan untuk kumpulan tawon tersebut.

SUHU di pusat Kota Banyuwangi begitu panas siang itu (6/4). Terik sinar matahari membuat saya yang tengah berkeliling pusat Kota Gandrung harus rela mandi peluh. Setelah meneguk dua mangkuk es Manado, pikiran pun langsung sudah fresh. Agar lebih fresh, kami ingin mendapatkan udara yang lebih fresh dengan perjalanan menuju kawasan Gunung Ijen.Sesampai di simpang tiga yang hanya berjarak sekitar 20 meter menuju pintu gerbang Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Ijen, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, saya membuka kaca helm dan langsung mengarahkan pandangan ke langit.

Ternyata, langit yang dari pusat Kota Banyuwangi beberapa menit sebelumnya tampak sangat cerah, kini sudah diliputi mendung pekat. “Kalau di sekitar lereng gunung seperti ini, memang sering mendung. Bahkan nyaris setiap hari,” kata rekan saya. Entah kenapa, rasa panas yang dari tadi saya rasakan, baru hilang   setelah menyadari bahwa di lokasi tersebut cuaca tidak sepanas di jantung kota Banyuwangi Sebaliknya, begitu tahu cuaca di sekitar lereng Gunug Ijen mendung, suhu udara yang saya rasakan seketika berubah menjadi dingin.

Kami pun meneruskan perjalanan ke puncak seraya menikmati jalanan yang begitu sejuk plus hijau pemandangan kebun kopi dan cengkih di lokasi tersebut. Tak lama kemudian, kami mendapati ratusan kotak kayu tertata rapi di sebelah kiri jalan. Namun sayang, tidak ada satu orang pun kami temukan di sekitar kotak yang di sekelilingnya banyak lebah beterbangan, itu. Kami terus melanjutkan perjalanan menuju ke arah tanjakan Erek-erek.

Ternyata, ratusan kotak kayu yang lain kami dapati dalam jarak sekitar 200 meter dari lokasi pertama. Semakin ke atas, kami tetap disuguhi pemandangan yang tidak jauh berbeda. Hingga akhirnya, kami mendapati dua pemuda yang tengah beraktivitas di sekitar ratusan kotak kayu yang berlokasi di sebelah kanan jalan sekitar satu kilometer (Km) sebelum tanjakan Erek-erek tersebut. “Kotak-kotak ini adalah rumah tawon (lebah). Kami sedang membudidayakan tawon madu,” ujar seorang pemuda yang belakangan diketahui bernama Ahmad Romadhon, 21, tersebut.

Pemuda asal Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, itu mengungkapkan, ketika tidak banyak pohon yang berbunga seperti saat ini, lebah-lebah tersebut tidak menghasilkan madu. “Kami di sini hanya membudidayakan tawon, supaya anakannya lebih banyak. Kami bawa ke sini karena di sini termasuk hutan. Jadi walau tidak sedang musim bunga, di sekitar sini ada saja satu atau dua tanaman yang berbunga,” kata dia. Dijelaskan, para peternak lebah biasa menjelajah dari satu wilayah ke wilayah lain, sekadar untuk mencari pohon yang tengah berbunga.

Bahkan tak jarang perburuan bunga itu dilakukan hingga ke luar provinsi. Pada Juni misalnya, Romadhon membawa ratusan kotak sarang lebah madu, itu ke Pasuruan. Tujuannya adalah menggembala lebah tersebut agar mengisap nektar (sari bunga) pohon randu. Lain lagi lokasi yang disatroni pada Juli. Kali ini giliran Kecamatan Wongsorejo jadi jujugan. Maklum, pada bulan ketujuh kalender Masehi itu, banyak pohon randu yang berbunga di wilayah kecamatan yang berbatasan langsung dengan Situbondo tersebut. Selain Wongsorejo, lokasi favorit lain para peternak lebah pada bulan Juli adalah Situbondo, yakni agar lebah mengisap sari bunga mangga.

Pada bulan Agustus, Romadhon membawa kotak sarang tawon itu ke Semarang, Jawa Tengah (Jateng), lantaran saat itu banyak pohon karet yang berbunga di wilayah tersebut. Sedangkan di bulan September, lokasi beternak dipindah ke Subang, Jawa Barat (Jabar). Tujuannya agar lebah-lebah mendapat asupan makanan dari bunga rambutan. “Jenis bunga yang dikonsumsi lebah, akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma madu yang dihasilkan,” kata pemuda berkulit sawo matang tersebut. Lantas, lantaran stok makanan sedikit seperti saat ini, imbuh Romadhon, tawon tidak lagi menghasilkan madu. Karena itu, pilihan satu-satunya adalah mengembangbiakkan lebah-lebah tersebut.

“Lebah yang saya budi daya mencapai 295 kotak. Satu kotak bisa berisi ratusan atau bahkan ribuan ekor lebah. Nah, karena tidak banyak pohon yang berbunga, tentu lebah-lebah itu butuh makanan tambahan,” terangnya. Lebih jauh dikatakan, makanan tambahan yang diberikan kepada lebah biasanya terbuat dari gula yang sudah dilarutkan dengan air. Air gula, itu dituang ke setiap “sisir” (julukan untuk sarang tawon yang terbuat dari malam yang dihasilkan oleh lebah pekerja di koloni lebah madu) sarang tawon. Satu kotak biasanya berisi empat sampai delapan sisir.

“Makanan tambahan kami berikan empat hari sekali. Setiap kali memberi makan 295 kotak tawon, ini rata-rata membutuhkan satu kuintal gula,” beber Romadhon diiyakan rekannya, Lutfi , 20. Belakangan diketahui, Romadhon dan Lutfi adalah pekerja yang bertugas mengawasi, memberi makan, dan membersihkan kotak lebah tersebut. “Enaknya kerja seperti ini, bisa jalan-jalan ke mana-mana. Kan cari bunga tidak hanya di Banyuwangi, tetapi sampai ke Jawa Barat. Kalau tidak enaknya, harus rela tubuh bentol karena dientup (disengat) lebah. Tapi ada sisi positifnya kok. Karena sering disengat lebah, tubuh saya jadi lebih kebal serangan penyakit. Mungkin karena sering menjalani terapi alami sengatan lebah tersebut,” pungkas Lutfi . (radar)