Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pesanan Melimpah, Kesulitan Tenaga Kerja

DARI KORAN BEKAS: Sumiyati mçnunjukkah akpeka kerajinan berbuai Seni dirumahnya Llngkunggn Sukpviiql, Klafak. Kalipurd kemarin,
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sumiyati menunjukkan aneka kerajinan bernilai Seni dirumahnya Lingkunggan Sukowidi,, Klatak. Kalipuro kemarin.

Koran bekas identik dengan sampah. Namun, di tangan Sumiyati, kertas-kertas tersebut bisa disulap menjadi barang- barang bernilai jual tinggi.

FREDY RIZKI, Kalipuro

TAMPILAN hasil kerajinan tangan berjejer rapi di rumah Sumiyati, 44, warga Lingkungan Sukowidi, Kelurahan Klatak. Sang pemilik rumah memang dikenal sebagai seorang mentor kerajinan tangan. Dia kerap mengisi kegiatan-kegiatan di Puskesmas, PKK maupun PKH.

Pekerjaan sambilan itu rupanya bisa menjadi penopang ekonomi keluarga. Awal tahun 2014 saya risi melihat banyaknya sampah koran. Setelah salat Idul Fitri maupun Idul Adha, koran dibiarkan berceceran,” ujar Sumiyati mengawali kisahnya tertarik membuat kerajinan dari koran.

Koran-koran itu akhirnya dia kumpulkan. Sumiyati lalu mencoba mengambil satu persatu untuk disulap menjadi kerajinan. Dengan peralatan seadanya, koran tersebut digulung kecil-kecil kemudian direkatkan dengan lem buatan, yaitu perpaduan tepung kanji dan lem kayu.

Setelah itu hasilnya ditumpuk dan dibentuk hingga menyerupai sebuah bangunan candi. “Model pertama yang saya buat ini, seperti candi. Awalnya hanya iseng, tapi kok lama-lama bagus. Setelah itu saya cat dengan cat kayu,” ujar Sumiyati sambil menunjukkan karya pertamanya yang dikerjakkan di sebuah meja.

Keisengan itu lambat laun justru menjadi hobi. lbu tiga anak itu kemudian membuat benda-benda lain dengan bahan bahan koran bekas. Ada tas, tempat lilin, toples, hingga lukisan tokoh pewayangan.

Hasil karyanya kemudian dipajang di etalase ruang tamunya. Rupanya teman-teman Sumiyati tertarik dengan kerajinan tersebut. Tak sedikit teman maupun kolega membelinya. Ada juga yang sekadar pinjam lalu dibawa ke Bali sebagai display. Bahkan ada juga yang meminjam untuk ditampilkan di acara pameran hari batik.

Berawal dari sana, pesanan mulai berdatangan. Sumiyati pun ditawari untuk bergabung- bersama Paguyuban Kerajinan Banyuwangi (Pakarwangi). “Saya hanya ingin membuat sampah-sampah ini bermanfaat. Biar tidak berserakan. Selain koran, brosur-brosur juga saya kumpulkan,” ujarnya.

Seiring perjalanan waktu, karya Sumiyati banyak diminati. Setelah bergabung dengan Pakarwangi, Sumiyati diminta mengisi kegiatan pemanfaatan sampah di kelurahan dan puskesmas-puskesmas.

Wanita yang akrab disapa Mbak Sum itu juga diminta untuk mengajari siswa-siswi di SLB. Sumiyati pun dengan senang hati menerima tawaran tersebut. “Saya pun berbagi ilmu kepada siapa saja yang berminat dengan kerajinan koran bekas,” jelas wanita yang juga berprofesi sebagai perias itu.

Kunci utama mengerjakan kerajinan berbahan kertas bekas harus teliti dan kreatif. Hasil buah tangan Sumiyati tak pernah lama teronggok di etalase. Selalu ada saja pembeli yang datang kepadanya. Sumiyati mengaku jika kecintaannya kepada dunia seni rupa bisa mempengaruhi karya-karyanya.

“Sebelum menekuni kerajinan koran bekas, saya sebagai penata dekorasi untuk display pameran,” aku istri Didik Edi Prayitno tersebut.

Sang suami sehari-hari sebagai guru seni rupa di SMP Sunan Giri 2, Ilmu dari suami juga menginspirasi karya-karya Sumiyati. Sang suami menyukai jenis kerajinan berbentuk miniatur. Ada yang berbentuk belalang dan kapal laut. “Miiniatur kapal laut ini nilai seninya cukup tinggi, tapi lama lakunya,” kata Sumiyati.

Didik menambahkan, hasil kerajinan koran milik istrinya sudah mulai dilirik banyak orang. Terbaru, ada salah satu perusahaan yang ingin mengekspor karya-karya seni tersebut. Syaratnya, minimal produksi 100 item per bulan.

Ada lagi pesanan dari Bali untuk jenis item tempat lilin. Permintaannya pun sama. Mereka ingin produksi masal. “Sayangnya kami kesulitan mencari tenaga kerja. Kami tidak akan mampu kalau targetnya segitu. Jadi tawaran ini belum saya iyakan dan belum saya tolak,” ujar Didik.

Sumiyati mengaku tidak mudah mencari orang yang mau telaten menggarap kerajinan seperti miliknya. Hal itu justru mempersulit dirinya untuk memenuhi order-order dalam skala besar. Padahal, tawaran selalu datang kepadanya. “Jarang ada yang mau telaten. Kalau workshop pun rata-rata mereka hanya foto- foto saja deugan hasil karya saya ini,” ujar Sumiyati.

Baginya, kerajinan koran ini cukup menjanjikan jika bisa digarap dengan maksimal. Sumiyati memperlihatkan tas karyanya yang dicat dengan warna bunglon (transparan) dan wama woody. Harganya mencapai Rp 150 ribu untuk tas berukuran sedang dan Rp 80 ribu untuk ukuran kecil.

Harganya bisa berubah lebih tinggi jika sampai ke pembeli, di luar daerah. “Membuatnya memang lama. Rata-rata empat hari untuk satu produk,” terang alumni SMA Wiyata Karya itu.

Meski dikerjakan secara manual, Sumiyati akan terus berkarya. Dia pun berobsesi karya-karyanya semakin diminati masyarakat. Bersama sang suami, Sumiyati akan terus menyulap koran bekas menjadi karya seni yang bernilai tinggi.(radar)

Kata kunci yang digunakan :