Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Pilih Dijual Sebelum Tenggelam

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Keputusan menjual LCT Sritanjung dianggap tepat karena mengikuti peraturan yang berlaku, yaitu Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Samsudin: Penjualan LCT Putri Sritanjung Sesuai Prosedur

BANYUWANGI – Badan Pengelolaan Aset dan Keuangan Daerah (BPKAD) Banyuwangi mengaku lega pasca penjualan aset daerah berupa kapal LCT Putri Sritanjung seharga Rp 750 juta. Keputusan menjual kapal tersebut dianggap tepat ketimbang kapal tenggelam.

Penjualan kapal yang di beli senilai Rp 7,5 miliar tersebut juga memantik reaksi Bupati Abdullah Azwar Anas. Anas meminta agar kepala BPKAD Banyuwangi, Samsudin menjelaskan terkait proses penjualan aset tersebut di hadapan para kepala SKPD dan camat.

Menurut Samsudin, secara umum penjualan kapal LCT Putri Sritanjung sudah sesuai dengan prosedur. Sejak akhir tahun 2016 lalu sudah dilakukan sejumlah tahapan. Harga apprasial (penilaian) dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) di Jember yakni sekitar Rp 2 miliar.

“Setiap apprasial kami mengeluarkan biaya. Ada tiga kali apprasial, total biaya Rp 100 jutaan. Belum lagi mendatangkan KPKNL juga mengeluarkan biaya, jadi prosesnya cukup panjang,” ungkapnya.

Samsudin menjelaskan, apprasial harga awal dari KPKNL yakni Rp 2 miliar, apprasial kedua Rp 1,4 miliar; dan ketiga Rp 1 miliar. Sesuai dengan aturan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 19 Tahun 2016, tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, pasal 342 ayat 3 mengisyaratkan jika tiga kali kita melaksanakan lelang gagal, maka dipersilakan melakukan penjualan secara langsung.

“Jadi mekanismenya sudah sesuai, intinya ada pejabat penjualan barang dan siapa yang memasukkan penawar. Maka penawar tertinggilah yang menang,” jelasnya. Kapal LCT Putri Sritanjung juga merupakan beban bagi BPKAD. Karena hampir setahun ini pihaknya selalu dihantui rasa was was.

Apalagi setiap kali turun hujan deras. Pihaknya selalu menerjunkan staf untuk mengecek kondisi kapal. ”Tengah malam begitu ada kebocoran, langsung kita cari orang untuk menguras, karena memang sudah tidak ada lagi yang ngurus,” cetusnya.

Selain itu, juga ada risiko kehilangan barang akibat pencurian, belum lagi persoalan tambang kapal yang putus. Satu tambang harganya bisa mencapai Rp 6 juta. “Jadi dengan terjualnya kapal ini, di satu sisi kami juga lega. Karena jika sampai kapal ini tenggelam risikonya juga akan mengalami kerugian lebih besar,” jelas Samsudin.

Pengalaman dari tenggelanmya kapal LCT Putri Sritanjung I tahun 2016 lalu, untuk mengangkat kapal yang tenggelam biayanya mencapai Rp 900 juta. “Makanya, begitu ada penawaran dan saat mau clossing ada yang nawar Rp 750 juta langsung kita lepas, karena pertimbanganya daripada tenggelam. Secara itung-itungan bisnis, harga itu sudah menguntungkan,” terang Samsudin di hadapan Bupati Anas dan kepala SKPD.

Keuntungan itu, lanjut Samsudin, sejak dibeli tahun 2001 dan dioperasikan di era Bupati Samsul Hadi dan Bupati Ratna Ani Lestari, kapal tersebut sudah memberikan pemasukan cukup besar untuk pendapatan asli daerah (PAD).

“Saya minta bapak ibu kepala SKPD juga bisa membantu menjelaskan persoalan ini, jika ada masyarakat yang bertanya,” pinta Samsudin sambil menutup penjelasannya. Menanggapi opini yang sedang berkembang di masyarakat terkait penjualan kapal Putri Sritanjung.

BPKAD selaku pengelola aset daerah perlu memberikan pemahaman masalah agar tidak terjadi kesalahan persepsi masyarakat terhadap kondisi yang sebenarnya. Proses rencana penjualan kapal LCI Putri Sritanjung merupakan proses panjang yang dimulai sejak bulan Mei 2015, pada saat adanya larangan operasional kapal LCT sebagai angkutan penyeberangan dari Kemenhub.

Sebelumnya, pada bulan oktober 2014 LCT Putri Sritanjung sesuai dengan kondisinya sudah diserahkan kembali kepada pemkab karena ketidakmampuan PT PBS untuk menanggung biaya pemeliharaannya.

Berdasarkan evaluasi, kondisi kapal tersebut sebenarnya lebih buruk dari kapal Sritanjung I yang tenggelam. Makanya opsi yang dipilih sejak awal untuk kapal Putri Sritanjung adalah scrap atau dijual.

“Prosedur penjualan kapal sepenuhnya mengikuti peraturan yang berlaku yaitu Permendagri Nomor 19 Tahun 2016,” jelas Samsudin. Lamanya tenggang waktu sejak rencana penjualan sampai dengan pelaksanaannya hal ini karena pemda berupaya memenuhi setiap tahapan prosedur yang disyaratkan oleh ketentuan mulai dari proses penelitian, apraisal dan pendaftaran lelang yang terjadi berulang.

Semua prosedur tahapan penjualan dilakukan secara transparan dan tidak ada yang ditutupi karena adanya keinginan agar barang segera laku terjual. Hal yang menjadi latar belakang adalah musibah yang menimpa Putri Sritanjung I sewaktu-waktu dapat juga menimpa kapal Putri Sritanjung.

Dapat dipastikan bahwa jika musibah itu terjadi maka kerugian pemkab akan jauh lebih besar lagi. Masalah penjualan kapal seharusnya tidak dikaitkan dengan kondisi yang terjadi dengan PT. PBS. Karena kapal LCT Putri Sritanjung dan LCT Putri Sritanjung I bukan bagian dari PT PBS, tapi merupakan aset milik pemerintah daerah.

Masalah PT. PBS, saat ini dalam proses due diligent, untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi pada PT. PBS sehingga terjadi kegagalan usaha. Proses ini nantinya akan ditindaklanjuti melalui RUPS untuk menentukan nasib PT. PBS selanjutnya.

“Kami berharap masyarakat untuk bersabar agar proses penyelesaian tidak bisa dan dapat dilakukan sesuai koridor regulasi yang berlaku,” jelas Samsudin. Menyikapi opini yang berkembang bahwa kapal Putri Sritanjung adalah merupakan bagian dari penyelesaian PT. PBS adalah sama sekali tidak benar.

Upaya penjualan yang dilakukan oleh pemkab semata dilandasi semangat untuk menghindarkan kerugian yang lebih besar bagi pemda. “Selain itu adanya kabar bahwa penjualan tersebut sudah dilaporkan secara resmi ke Polres, kami sudah melakukan konfirmasi kepada Unit Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan Unit Tipikor tidak ada laporan resmi yang masuk,” tegas Samsudin.

Seperti diberitakan, nasib kapal Landing Craft Wachine (LCT) Putri Srtanjung semakin tragis. Setelah tak laku dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jember selama tiga kali, kapal buatan CV Muji Rahayu Samarinda itu akhirnya laku dijual.

Aset pemkab yang dibeli sekitar tahun 2002 seharga kurang lebih Rp 7,5 miliar itu hanya laku dijual Rp 750 juta. Pemkab Banyuwangi berhasil merealisasikan penjualan kapal LCT Putri Sritanjung tersebut kepada salah satu pembeli langsung sebagai penawar tertinggi, yakni kepada Samsul Arifin yang beralamatkan di Botoputih Butulan 27 Surabaya.

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banyuwangi, Samsudin membenarkan jika kapal LCT Putri Sritanjung telah laku terjual sebelum lebaran 2017 lalu, tepatnya pada 5 Juni 2017. Proses penjualan aset daerah tersebut juga sudah sesuai dengan prosedur.

“Bukan tanpa lelang, tapi penjualan langsung kepada penawar tertinggi. Sesuai aturan itu bisa dilakukan kalau sudah lelang umum sebanyak tiga kali dan gagal. Secara normatif, prosesnya kita lakukan sesuai ketentuan,” jelasnya. (radar)

Kata kunci yang digunakan :