Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Polisi Sterilkan Kampus dari Preman

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Mahasiswa-dan-alumni-Untag-1945-men-dobrak-pagar-kampus-karena-tidak-diperbolehkan-masuk,-sore-kemarin.

SEMENTARA itu, kisruh di tubuh Perpenas mendapat perhatian aparat kepolisian. Sejak pagi satu SSK Polres Banyuwangi  disiagakan di kampus yang beralamat di  Jalan Adi Sucipto tersebut. Begitu masuk, pasukan Sabhara itu langsung menyeterilkan kampus dari “preman-preman” bayaran.

Satu-persatu mereka langsung dikeluarkan dari dalam kampus. Puluhan pria bertubuh kekar berpakain hitam itu langsung menyingkir. Mereka akhirnya hanya duduk-duduk  di pinggir jalan. Aliansi Mahasiswa Peduli Kampus (Ampek)  tak mau ketinggalan.

Sejak pukul 10.00 mereka  sudah berorasi sambil mengumpulkan koin  di pertigaan Jalan KH. Agus Salim yang  bertujuan menyindir ulah rektorat. Ampek menganggap preman yang menjaga gerbang Untag itu dibayar dengan uang kuliah mereka.

Sambil mengangkat spanduk berisi protes, para mahasiswa yang menggunakan  almamater merah itu menerima koin yang diberikan pengguna jalan. Sekitar dua jam kemudian para mahasiswa itu bergerak ke depan gerbang Untag.

Selain dihadang polisi yang menjaga gerbang, tampak juga beberapa orang  berpakaian preman serba hitam  yang ikut berjaga. Mereka mencoba  mencegah para mahasiswa  itu masuk ke dalam kampus. Begitu tiba di depan gerbang, para  mahasiswa itu memaksa masuk.

Namun, polisi yang berjaga tidak mau memberi mereka  kesempatan hingga kemudian  terjadi aksi dorong-dorongan antara mahasiswa dan polisi. Para mahasiswa yang merasa berhak masuk ke kampus tidak mundur sampai akhirnya para Alumni Untag yang sedari tadi berada di tengah double way  akhirnya ikut melerai agar tidak terjadi bentrok.

“Masalah ini adalah masalah  Perpenas, bukan masalah unit-unit di bawahnya. Jangan sampai  ada masalah seperti ini, semua  terhambat,” ujar salah satu anggota Ampek.  Koordinator Ampek, Akyl Gilang Permana, menambahkan yang mereka tuntut adalah sikap dewasa para pengurus Perpenas agar memperhatikan dampak  perselisihan yang terjadi.

Jika perselisihan itu tak kunjung  usai, maka yang terkena dampak  paling besar adalah mahasiswa. Yang paling dirugikan adalah mereka yang tidak bisa mengurus perkuliahan. “Teman-teman sudah mulai khawatir nanti ijazah  mereka ilegal, kemudian banyak yang tidak bisa mengurus kartu rencana studi (KRS) dan mereka  tidak dapat solusi,” tegas Gilang.

Usai melakukan usaha menerobos gerbang, para mahasiswa  itu mulai mundur ke tengah jalan sambil terus meneriakkan orasi dan menunggu kedatangan rombongan Sugihartoyo yang kabarnya datang bersama Kopertis VII dan perwakilan Dikti.

Puluhan preman pun ikut membubarkan  diri dari gerbang kampus, kemudian berpindah ke warung kopi di utara Supermarket Ramayana. Di saat yang sama, beberapa  mahasiswa yang datang untuk  mengurus KRS juga tertahan dan tidak bisa masuk ke dalam kampus.

Polisi yang berjaga beralasan  siapa pun dilarang melintasi  gerbang. Padahal, para mahasiswa yang datang tersebut mengatakan  hari itu adalah waktu terakhir  mengurus KRS. “Tidak boleh tadi sama polisinya, katanya  masih ada demonstrasi. Bapak-bapak  yang baju hitam juga melarang,”  ujar Sofie, salah satu mahasiswa.

Sementara itu, sekitar pukul  14.40 rombongan dari Dinas  Pendidikan, Kopertis VII, dan Dikti, tiba di halaman Untag. Para mahasiswa Ampek yang sedang duduk di tengah Jalan Adi Sucipto sempat bergembira  karena mereka berharap masalah  akan segera selesai.

Namun,  rupanya nasib para petinggi di dunia pendidikan tersebut juga sama. Dengan alasan gerbang terkunci, mereka tidak diperkenankan masuk. Negosiasi alot pun sempat terjadi. Namun, kubu Waridjan yang sempat keluar berbicara langsung dengan Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Sulihtiyono,  selaku mediator masih belum mengizinkan mereka  masuk.

“Padahal, mereka yang datang ini bertujuan menyelesaikan masalah, bukan membela siapa pun,” kata Sulih. Setelah berkoordinasi kesanakemari, satu jam kemudian pihak Waridjan melunak dan memperbolehkan tiga perwakilan tanpa mahasiswa dan Sugihartoyo masuk ke kantor Perpenas.

Akhirnya,  tiga orang, yaitu Kadispendik  Sulihtiyono; Dirjen Kelembagaan Kemristek Dikti, Totok Prasetyo; dan Sekretaris Koordinator  Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VII Jawa Timur, Prof.  Dr. Ali Maksum, masuk untuk  bermediasi dengan pihak Waridjan. (radar)