Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Prioritaskan Pendidikan untuk Semua

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Tak Ingin Melihat Orang Lain Dibohongi

AWALNYA, tekad Sulih memang masih ingin melanjutkan cita-citanya supaya bisa menjadi dokter, seperti apa yang dilihatnya ketika masih kecil dulu. Namun sebuah peristiwa yang seringkali terjadi di sekitarnya, membuatnya merenovasi  total impiannya.

Tinggal di sekitar para petani yang bekerja tak kenal waktu, Sulih melihat jika ekonomi para petani ini tak selalu baik. Terlebih saat mereka yang sudah bekerja keras itu ditipu oleh orang lain. Entah itu tengkulak  atau orang pemerintahan sendiri.

Sulih yang kala itu masih duduk di bangku SMP  berpikir, seandainya orang-orang itu sekolah  sepertinya mungkin tidak akan  anyak keringat petani yang tersia-sia. Maka sejak itu,  bertekadlah dia menjadi seorang guru yang bisa membuat orang lain menjadi pintar.

Selepas SMP, Sulih langsung mendaftar ke  sekolah pendidikan guru (SPG). Dipelajarinya  berbagai macam ilmu yang dibutuhkannya  untuk bisa membuat orang di Desa nya menjadi lebih pintar. Sampai akhirnya selepas SPG, pria  yang mendalami silat ini langsung mendaftar untuk menjadi guru.

Salah satu sekolah dasar di Desa Glagah Agung, Purwoharjo langsung  menjadi tempat penempatan pertamanya. Program pemerintah yang kala itu menggalakkan  SD Inpres membuat Sulih sering berpindah lokasi untuk mengajar.

Karena saking  inginnya bisa membuat orang sekitarnya menjadi cerdas, Sulih membuat pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM) sendiri untuk  mengajari petani agar bisa membaca dan menulis.  Meski mobil yang diharapkannya ketika  bercita-cita menjadi dokter dulu tak kunjung terwujud, Sulih muda tetap mengayuh sepeda  kumbangnya untuk bisa menjangkau lokasi  tempatnya mengajar.

Pernah suatu ketika, seperti yang diceritakannya  kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi. Sulih ditempatkan di sekolah yang berada di  dekat hutan yaitu Curah Jati, Grajagan. Setiap mengajar seringkali murid yang datang ke kelasnya  tidak pernah penuh.

Karena penasaran, dicarinya murid-muridnya tersebut. Rupanya  mereka berada di hutan membantu orang tuanya mencari kayu bakar. Sulih pun meminta anak-anak tersebut untuk kembali ke sekolah. Tapi bukannya mendapat  dukungan, dia justru dianggap sebagai  pengganggu.

Orang tua para siswa itu tetap  tidak mengijinkan anak-anaknya bersekolah  dan berseru jika sekolah tidak membuat mereka  kaya. Bahkan nasib gurunya pun tidak jauh lebih baik daripada murid-muridnya. Mendengar itu, Sulih pun kembali teringat  tekadnya yang memang ingin membuat  orang lebih pintar, mengingat masa kecilnya.

Jadi tetap diyakinkannya para orang tua yang  bekerja di hutan itu supaya mereka mau  kembali masuk ke kelas. Meski sulit, akhirnya anak-anak itu pun mulai datang lagi satu  persatu ke sekolah.  Meskipun dengan sepeda kayuhnya dia harus beberapa kali keluar masuk hutan, terjatuh-jatuh di kubangan jalan yang berair, Sulih melihat ini sebagian dari pengorbanan kecil yang harus dia lakukan.

“Menjadi guru itu panggilan jiwa, mereka yang tidak terpanggil tidak akan mau melanjutkan pekerjaannya kala itu,” kata Sulih. (radar)