Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Pulang Sekolah, Anak Berkebutuhan Khusus Ini Langsung Dikurung di Dalam Kamar

Muhammad Efendi ditunggui neneknya ketika masih berumur 11 tahun. Efendi memasukkan tangannya lewat lubang gedhek di kamar gelap yang sangat sempit.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Muhammad Efendi ditunggui neneknya ketika masih berumur 11 tahun. Efendi memasukkan tangannya lewat lubang gedhek di kamar gelap yang sangat sempit.

Fendi, 14, warga Lingkungan Kampungbaru, RT 01, RW 03, Kelurahan Bulusan, hanya bisa berteriak dan memukul pintu kamarnya. Ibunya terpaksa mengurungnya dalam kamar karena sering marah dan berjalan keluar rumah tanpa kenal arah.

KRIDA HERBAYU, Kalipuro

Hanya bisa meronta-ronta dari balik dinding kamarnya. Kamar yang gelap berukuran panjang dua meter dan lebar tiga meter itu menjadi saksi bisu kesepian yang dirasakan Fendi.

Anak berkebutuhan khusus tersebut dikunci sendiri di dalam salah satu kamar di dalam rumahnya. Riskiya, 40, ibu Fendi, terpaksa mengurung anak sulungnya tersebut karena khawatir jika anaknya berjalan keluar ia akan tersesat dan membahayakan keselamatan dirinya.

Sang bapak, Miskari, 55, hanya seorang buruh serabutan. Sehari-harinya Miskari juga mencari rumput untuk pakan ternak milik tetangganya. Di rumah peninggalan orang tua Miskari itu dihuni oleh lima orang.

Selain Miskari dan istrinya, ada juga Moiya, 70, ibu Miskari, serta Fendi dan adiknya yang berusia dua tahun yang juga berkebutuhan khusus.

Setiap hari Riskiya wajib mengantarkan Fendi berangkat ke sekolah di SLB PGRI Kalipuro.

Dari rumahnya menuju ke sekolah berjarak dua kilometer. Setiap pagi Fendi terpaksa diikat tangannya oleh Riskiya menggunakan baju bekas. Itu terpaksa dilakukan karena takut jika anaknya itu berjalan tidak sesuai jalurnya.

Riskiya menceritakan, jika Fendi dibiarkan berjalan, dia akan berjalan lurus dan tidak belok-belok. Walaupun ada pohon dan tembok di depannya tetap akan dia tabrak dan masih kukuh berjalan lurus. ”Dulu saya lupa mengikat tangannya. Dan dia berjalan lurus menuju sungai serta hampir terperosok ke sungai, untungnya saya melihat dan langsung saya bawa pulang,” ujar Riskiya.

Setiap pagi Riskiya harus berjalan kaki dengan menuntun Fendi sembari menggendong adik Fendi yang masih balita. Sesampainya di sekolah wajah Fendi yang tadinya muram berubah menjadi ceria karena dikelilingi oleh banyak temannya.

Beberapa tetangga dekat rumah Fendi mengatakan, jika Riskiya merupakan ibu yang sabar serta rajin mengantarkan anaknya pergi ke sekolah. Jika tidak sekolah, Fendi malah lebih agresif dan emosinya semakin menjadi-jadi.

Di dalam kelas Fendi diberi bangku khusus agar tidak lari keluar kelas. Anak yang kini duduk di bangku kelas tiga SLB itu, sebenarnya mampu untuk menangkap apa yang diberikan oleh pengajarnya.

Namun karena sering dikunci dalam kamar, membuatnya semakin depresi dan sering melampiaskan kekesalannya dengan memukul pintu rumahnya.

Sementara itu, Sahwito, 45, ketua RT sempat menjelaskan, Fendi terpaksa diperlakukan demikian karena orang tuanya tidak mau keselamatan anak pertamanya itu terancam. Sepulang dari sekolah Fendi langsung dibawa masuk dalam rumah dan dikunci di dalam kamar. Untuk buang air besar dan kecil pun dia lakukan di dalam kamar tersebut.

”Seusai pulang sekolah langsung ditaruh dalam kamar. Karena tidak ada yang menjaga anak tersebut. Ayahnya bekerja dan ibunya pergi untuk membantu tetangganya memasak dan bantu-bantu lainnya,” papar Sahwito.

Dulunya rumah yang dihuni oleh keluarga Fendi sangat menyedihkan. Tembok dari anyaman bambu sudah banyak yang berlubang dan hampir roboh. Akan tetapi setelah ada kunjungan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, rumah keluarga Fendi dibenahi dan hingga kini mereka mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak.

Dengan kondisi rumah yang boleh dibilang  layak tersebut, tidak membuat nasib Fendi berubah. Anak berkebutuhan khusus itu tetap saja dikurung dalam kamar gelap. Tetangga maupun ketua RT setempat sebenarnya sudah menegur Riskiya. Tetapi, karena alasan takut tidak dapat mengawasi anaknya itu, Riskiya tetap mengurung Fendi.

Suwito menambahkan, pihak kelurahan sebenarnya sudah memberikan pengobatan terapi rutin kepada Fendi. Namun, karena tidak ada yang mengantarkan dan kendala lokasi yang terlalu jauh, maka terapi tersebut tidak dilanjutkan. ”Iya bagaimana lagi, lokasi terapi juga jauh di kota sana. Dan kedua orang tua Fendi tidak dapat mengantarkan karena tidak ada kendaraan untuk pergi ke sana,” tandas Sahwito.(radar)