Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Puluhan Pelajar Belajar Cara Kelola Sampah yang Baik

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Foto: Merdekacom

BANYUWANGI – Puluhan pelajar dari perwakilan Sekolah Dasar se-Kabupaten Banyuwangi belajar cara mengelola dan memanfaatkan sampah baik yang organik maupun non organik di Kantor Bank Sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH).

Dilansir dari Merdekacom, melalui program Merdeka Dari Sampah, pelajar belajar bagaimana memilah sampah, mengenal jenis sampah non organik, pupuk kompos hingga membuat kerajinan dari daur ulang sampah.

Ketua Bank Sampah Banyuwangi, Dinas Lingkungan Hidup, Agus Supriyadi mengatakan, edukasi ini tidak hanya diberikan kepada pelajar SD, SMP maupun SMA, namun juga perwakilan kelompok perajin daur ulang, bank sampah dan PKK se-Banyuwangi.

“Totalnya ada 200 peserta, hari ini khusus untuk pelajar SD ada 80 anak, perwakilan dari sekolah sekolah. Dan pelatihan ini bertahap sampai akhir pekan ini,” kata Agus, Senin (10/2/2020).

Agus mengatakan, pelatihan yang rutin digelar sejak 2011 ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran masyarakat dan generasi muda, bahwa sampah memiliki nilai jual, sehingga bisa bijak terhadap sampah.

“Sampahmu investasimu. Sampahku tanggung jawabku. Jadi belajar pengelolaan sampah, pengenalan pemilahan sampah organik, serta tahapan 3R, reuse, reduce dan recycle,” katanya.

Bank Sampah Banyuwangi (BSB) sendiri saat ini mengelola sampah di kawasan kota dari 1200 mitra perorangan maupun instansi swasta. Harapannya, sampah sampah sudah bisa dipilah dari rumah tangga maupun unit unit, sehingga bisa mengurangi volume sampah di TPA.

“Ya harapannya volume sampah di TPA bisa ditekan,” katanya.

Setiap harinya terdapat 8 ton sampah organik maupun non organik kawasan kota yang masuk ke BSB. Dari jumlah tersebut, rata rata terdapat 50-60 persen yang dipilah, sisanya masuk ke Tempat Pembuangan Akhir TPA.

Sampah organik sendiri mencapai 50 persen. Bila tidak dipilah, maka banyak sampah non organik yang rusak atau terlalu kotor, sehingga bisa mengurangi nilai jual hingga harus berakhir di TPA.

“Kalau gak dipilah dari rumah tangga, yang rusak bisa sampai 20 persen,” katanya.

Sementara itu, pegiat lingkungan Merdeka Dari Sampah, Widie Nurmahmudy mengatakan, para siswa sangat tertarik dengan praktik pembuatan pupuk kompos dan daur ulang sampah menjadi kerajinan.

“Tadi dibikin kelompok, dan mereka paling tertarik di daur ulang bikin bunga dari sedotan sama bikin kompos. Jadi lebih memperkenalkan proses pengolahan pemilahan dan pemanfaatan sampah. Menurutku masih minim pemahaman tentang sampah,” kata Widie.

Widie juga mengenalkan jenis sampah non organik maupun organik yang memiliki nilai jual tinggi.

“Paling mahal jenis plastik seperti limbah kemasan mineral itu per kilogram Rp 5000 lebih. Kalau kertas jenis HVS,” katanya.