Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Rajemah, 85, Nenek Sebatang Kara asal Desa Parijatah Kulon

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Rajemah-memperbaiki-sumbu-kompor-di-rumahnya-di-Dusun-Melik,-Desa-Parijatah-Kulon,-Kecamatan-Srono,-kemarin.

Pagi Makan Pisang Goreng, Makan Nasi Menunggu Lapar

MENDUNG hitam menggelayut di langit Dusun Melik, Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono. Seorang nenek terlihat  berdiam diri di sebuah kursi panjang di depan rumahnya. Sepertinya, sang nenek yang berkacamata itu sedang  mendengarkan suara azan di masjid  melalui pengeras suara.

Sambil memegangi bagian kompor, nenek yang sudah uzur itu sesekali memandangi sekitar rumahnya yang sangat sederhana itu. Itulah Rajemah, nenek berumur 85 tahun yang tinggal  di Dusun Melik, RT 2, RW 3, Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono.

Sudah lebih dari 20 tahun Rajemah tinggal seorang diri di rumah miliknya yang berukuran enam meter kali sepuluh meter, setelah suaminya  meninggal belasan tahun lalu. Rumah  yang ditempati sangat sederhana dengan  dinding dari gedheg (anyaman bambu).

“Saya punya anak dua, tapi meninggal saat lahir,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Meski sudah renta, Rajemah terlihat masih sehat dan mampu berkomunikasi dengan baik. Pendengaran dan penglihatannya masih normal.  Begitu juga dengan ingatannya, ternyata   masih cukup bagus.

“Rumah ini sudah saya jual, tapi saya bisa menem pati,” katanya.  Tidak banyak yang bisa dilakukan Rajemah di usianya yang sudah tidak muda itu. Kebutuhan makan dan minum selama ini hanya mengandalkan bantuan  para tetangga.

“Untuk menyambung  hidup, dulu saya buka warung rujak dan es,” ujarnya. Akibat kondisi fisiknya terus melemah, dia terpaksa menutup usahanya itu. Selain tidak memiliki modal, badannya yang lemah itu sudah tidak mampu  melakukan pekerjaan berat.

“Saya juga pernah memasak sendiri,” cetusnya. Rajemah mengaku memasak bila mendapat bantuan sembako dari  pemerintah atau tetangga. Dia memasak menggunakan tungku. “Pagi sarapan pisang goreng satu saja sudah cukup. Makan menunggu lapar saat siang hari,” katanya polos.

Kondisi Rajemah itu membuat para tetangga sering merasa iba. Mereka ada yang datang sekadar menjenguk atau  sambil membawa makanan. “Kondisi kesehatannya cukup bagus,” sebut  Kusiyadi, 50, salah satu tetangganya.

Selama ini Rajemah memang hanya tinggal sendirian. Suami yang telah  lama meninggal tidak memberikan keturunan. “Biasanya orang jompo itu sering sakit, tapi Mbah Rajemah  itu selalu sehat,” cetus Aini Arsida, 27,  tetangga lain. (radar)