Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ramai-Ramai Makan Nasi Karak di Atas Perahu

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
PRIHATIN: Nelayan Muncar menyantap nasi karak di atas perahu kemarin.

Perayaan Hari Nelayan Nasional diperingati dengan makan nasi karak (nasi aking). Itu dilakukan oleh nelayan Muncar kemarin (12/4). Mereka pun ramai-ramai makan nasi karak di atas perahu.
-SIGIT HARIYADI, Muncar-

MAKAN bareng nasi karak merupakan gambaran betapa sulitnya kehidupan nelayan di kawasan perairan penghasil ikan terbesar nomor dua nasional tersebut. Acara yang dikemas dengan doa bersama 100 anak yatim piatu dan para kiai se-Kecamatan Muncar itu digagas komunitas Muncar Discussion Club (MDC).

Kabar positifnya, di tengah perekonomian yang semakin sulit, para nelayan masih menyisihkan rezeki yang mereka dapat untuk dibagikan kepada anak-anak yatim piatu di sekitar tempat tinggal mereka. Ketua panitia peringatan Hari Nelayan Nasional, Umar Hasan Zein mengatakan, semakin tahun kehidupan nelayan Muncar semakin sulit. Dari waktu ke waktu, hasil tangkapan mereka semakin turun.

Ditambah lagi, para nelayan dikejutkan dengan rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, khususnya solar, yang sehari-hari mereka gunakan sebagai bahan bakar perahu. Kesulitan lain yang juga dihadapi nelayan Muncar adalah semakin canggihnya alat tangkap ikan.

Terlebih, saat ini di Muncar sedang ber-langsung pembangunan proyek minapolitan. “Jika proyek tersebut rampung, alat tangkap nelayan harus semakin canggih. Jika tidak, mereka akan kalah bersaing de-ngan nelayan yang menggunakan peralatan modern. Jadi, sebenarnya masyarakat Muncar belum butuh proyek minapolitan.

Tetapi, kenyataannya pembangunan pro-yek tersebut sudah berlangsung,” paparnya. Merosotnya tangkapan nelayan juga di-pengaruhi beberapa faktor lain, di antaranya pencemaran lingkungan dan ru-saknya terumbu karang di perairan tersebut. “Rancangan IPAL sudah jadi, tapi belum dilakukan. Reboisasi terumbu karang juga tidak dilakukan pemerintah,” sesalnya.

Menurut Umar, jika nelayan Muncar tidak bisa merefleksi diri terkait semua perubahan yang mengakibatkan tangka-pan mereka semakin minim, maka tidak
tertutup kemungkinan suatu saat nelayan setempat akan mengonsumsi nasi karak tiap hari. “Istilah piring terbang (menjual atau menggadaikan piring dan perabotan, Red) sudah biasa terjadi pada masyarakat Muncar,” sindirnya.

Sementara itu, Andi Samsu, 36, nelayan setempat mengatakan, beberapa tahun
terakhir dia kerap mengonsumsi nasi karak. Sebab, harga bahan-bahan kebutuhan sehari-hari semakin mahal, se-dangkan ikan tangkapan mereka sangat sedikit. “Sudah sekitar empat tahun terak-hir nelayan Muncar sepi ikan tangkapan. Tidak melimpah seperti dulu,” jelasnya.

Pria lajang itu mengaku membeli karak di Pasar Muncar seharga Rp 2 ribu per kg. “Harganya memang jauh lebih murah dibanding beras biasa. Saya biasa makan nasi karak dicampur parutan kelapa dan lauk ikan asin,” pungkasnya. (radar)