Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Rela Jalan Kaki 15 Km, Sehari Dapat Rp 12 Ribu

Slamet mencari sisa paku dan besi tua untuk dijual ke pengepul di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, siang kemarin (18/9).
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Slamet mencari sisa paku dan besi tua untuk dijual ke pengepul di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, siang kemarin (18/9).

Sisa paku dan besi tua mungkin tidak berguna bagi kebanyakan orang. Namun, berbeda dengan Slamet Hariyadi, 55, warga Lingkungan Bulusan Utara, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro ini. Setiap hari, Slamet mengumpulkan sisa-sisa besi tua yang terdapat di tempat sampah maupun pinggir jalan raya.

KRIDA HERBAYU, Kalipuro

TIDAK ada kata lelah bagi Slamet Hariyadi. Dia harus bisa mendapatkan besi tua agar dapat menyambung hidupnya untuk membeli kebutuhan pokok setiap harinya. Slamet mengaku jika saat ini dirinya hanya tinggal sebatangkara di rumah kecilnya yang ada di permukiman padat penduduk dekat dengan pantai Bulusan Utara.

Sebagai pencari besi tua, Slamet hanya berbekal rangka sepaniang setengah meter dengan ujung yang sudah diberi magnet. Dengan berbekal tongkat itulah dirinya mulai mengais rezeki di bawah terik sinar matahari.

Setiap hari, Slamet harus menyisir tepi jalan untuk mengumpulkan paku yang berserakan di bahu jalan. Selain itu, Slamet harus memeriksa setiap tempat pembuangan sampah untuk mencari sisa besi tua yang bagi orang lain tidak bermanfaat.

Besi tua tersebut sangat berarti bagi Slamet. Setiap hari, dia harus berjalan lebih dari 15 kilometer dari rumahnya untuk mencari besi tua di pinggir jalan dan tempat pembuangan sampah. Saat menyusuri jalan, tangan kanan Slamet memegang tongkat dengan ujung magnet yang diarahkan ke tanah.

Beberapa meter kemudian ujung tongkat dipenuhi oleh sisa paku dan baut kemudian pakut dan baut itu dimasukkan ke dalam karung yang nanti akan ditimbang untuk dijual kepada pengepul.

Slamet mengaku jika hanya mampu mengumpulkan paling banyak 3 kilogram besi tua dalam satu hari. Besi tua itu dijual ke pengepul dengan harga Rp 4.000 per kilogram. “Setiap bari pendapatannya hanya sekitar Rp 12.000 saja,” ungkapnya.

Tidak hanya itu saja, telapak tangan dan kaki Slamet tampak kusam dan kasar akibat sering digunakan untuk mengorak-arik tempat sampah. Setiap hari dia mencari besi tua tanpa menggunakan perlengkapan sarung tangan maupun sandal jepit.

Kepada Jawa Pos Radar Banyuwangi, Slamet mengaku menjalani pekerjaan tersebut sejak 30 tahun yang lalu. Sebelumnya, dirinya sempat bekerja sebagai kuli di pabrik produksi karung di Surabaya. Namun, karena pabrik tersebut bangkrut, Slamet pun menjadi salah satu korban PHK pabrik tersebut. Kemudian bersams istrinya, dirinya kembali ke Banyuwangi.

Setelah kembali ke kampung halaman Slamet yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan susah untuk mencari pekerjaan. Ditambah lagi tekanan ekonomi yang semakin lama semakin membuat keharmonisan rumah tangganya berantakan.

Akhirnya pada tahun 2005 Slamet bercerai dengan istrinya dan hinga sekarang tingal sebatang kara. Kini hidup Slamet semakin berat sejak dirinya menderita penyakit asma. Pernapasan Slamet mulai mengalami gangguan sejak lima tahun yang lalu. Hal itu disebabkan karena sering berada di tempat yang berdebu dan banyak polusi tanpa menggunakan masker.

Meski demikian, dirinya tidak mau menerima belas kasihan dari orang lain. Selama masih mampu untuk bekerja Slamet akan tetap mencari besi tua dan sisa paku di jalan. Walaupun pendapatan mencari besi tua dirasa sangatlah kurang.

Hidup dengan profesi pencari besi tua tetap disyukuri oleh Slamet karena pekerjaan tersebut halal dan tidak merugikan orang lain. Meskipun serba kecurangan, pria asli Desa Ketapang itu tidak pernah mengeluh dan selalu bersyukur atas rezeki yang didapatkan setiap hari.

“Tidak apa-apa disyukuri saja setiap hari reseki yang ada,” tandasnya sambil mencari sisa paku dan besi tua di dekat tempat pembuangan sampah. (radar)