Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Ringankan Beban Ortu, Jual Sepeda untuk Beli Gerobak

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sahroni (kanan) bersama Sugito dan Usnaini ,7, di rumahnya Watubuncul, Kelurahan Boyolangu, kemarin.

RUMAHNYA berada di sebuah gang kecil di Dusun Watubuncul RT 02/RW 1, Desa Boyolangu, Kecamatan Giri. Tak sulit untuk mencari rumah bocah penjual es buah keliling itu.  Dari jalan kemuning terus ke barat sekitar 50 meter ada jalan kecil dengan lebar dua meter dari tanah.

Melintasi gang tersebut akan mengantarkan hingga ke rumah paling ujung. Rumahnya sangat  sederahana, berukuran enam  kali tujuh meter. Sebagian dindingnya sudah dari tembok.  Namun ketika masuk ke dalam, sekat ruangan antara ruang tamu dengan kamar masih dari bilik bambu (gedhek).

Persis di depan rumah itu terdapat gerobak es berwarna putih. Dua bocah tampak serius dan tenang sembari bergurau dan membersihkan permukaan gerobak es itu menggunakan lap kain. Dua bocah itu adalah kakak adik, Sahroni dan Usnaini,7.

Kedua bocah itu adalah anak pasangan suami istri Sugito, 63, dan Syahranah,53. Sudah setahun terakhir, Sahroni melakoni pekerjaannya sebagai penjual es buah keliling. Aktivitas itu rela dilakoni untuk membantu beban hidup orang tuanya yang kini kondisinya sudah tua renta dan nyaris tak  mampu lagi bekerja.

“Orang tuanya saya kerjanya hanya cari daun pisang, untuk dijual kepada pengepul dan ke pasar,” ucap  Sahroni polos. Tidak tega melihat kondisi kedua orang tuanya, tahun lalu Sahroni  terpaksa menjual sebuah sepeda  kayuh kesayangan satu-satunya.

Sepeda itu dijual hanya untuk membeli perlengkapan gerobak bekas. Setelah gerobak es diperbaiki, Sahroni harus kembali  mengumpulkan modal untuk  bisa membeli peralatan dagangan, seperti toples, canting, serta bahan baku pembuatan es buah.

Modal dagangan itu dikumpulkan dari hasil mencari barang rongsokan selama hampir sebulan. Setelah modal terkumpul, Sahroni memutuskan untuk berbelanja segala kebutuhan dagangannya sendiri di pasar yang berjarak sekitar dua kilometer ke arah kota.

Meski tidak mempunyai dasar dan teknik cara membuat es buah, Sahroni mencobanya dengan bereksperimen sendiri. Gula pasir yang dibelinya dimasak hingga mendidih. Cincau, kolang kaling buah seperti semangka, nangka dan buah lainnya di kupas serta di potong sesuai ukuran kecil-kecil.

Biar cita rasa es buah dagangannya enak, dia menambahkan santan. Semua pekerjaan itu dilakukan seorang diri selepas  pulang sekolah pukul 12.15. “Kadang juga dibantu ibu, tapi kebanyakan saya yang mengerjakannya sendiri,” terang pelajar SDN 1 Banjarsari itu.

Sepulang sekolah, Sahroni melepas atribut seragam sekolah lalu mulai memasak dan dilanjutkan berkeliling dan berjualan es ke daerah Banjarsari atau berjarak sekitar dua kilometer dari tempat tinggalnya.

Banjarsari dipilih karena kawasan tersebut cukup padat dan banyak pelajar dari berbagai sekolah berkumpul hingga sore hari. Jika kondisi sedang ramai, es buah dagangannya terjual habis.

Dia mengaku bisa membawa pulang uang pulang antara Rp 60 -70 ribu.  Uang sebanyak itu, sebagian ditabung dan sebagian lainnya untuk membantu kehidupan keluarga, termasuk untuk membeli kebutuhan kegiatannya  selama belajar di sekolah seperti membeli buku dan kepentingan  sekolah lainnya.

Sayangnya, sejak sepekan  terakhir dia terpaksa libur jualan. Lantaran masih menghadapi waktu ujian sekolah. Selain itu, kondisi cuaca yang kerap turun hujan juga menjadi pertimbangannya tidak berjualan es keliling sementara waktu.

Di sisi lain, dia juga masih mengumpulkan modal untuk kembali berjualan. Mengingat modal yang dimilikinya sudah habis dipergunakan untuk membeli kebutuhan pokok, seperti beras dan kebutuhan lainnya.

Jualan es keliling itu dilakukan seorang diri. Sementara adiknya,  Usnaini, yang kerap minta ikut  selalu ditolaknya dan disarankan agar bermain bersama teman- teman sebayanya. “Saya kasihan  kalau adik ikut, karena harus jalan kaki jauh. Apalagi sering  rewel, kalau saya pas melayani  penjual,” cetusnya.

Jika libur berjualan, Sahroni kerap diminta tetangga untuk mencarikan pakan ternak (ngarit). Ongkos yang diterima dari mencarikan  pakan ternak itu juga lumayan, yakni Rp 5.000 per cengkeknya.

Semua pekerjaan dilakukan selama  mampu diker jakan. “Yang penting  halal, dan mampu akan saya  kerjakan,” terang bocah bertubuh  dempal itu. Saat ditanya apa cita-citanya, Sahroni hanya terdiam.

Dia lantas  menjawab selepas lulus sekolah dasar ingin bekerja mencarikan  biaya sekolah adiknya yang kini masih duduk di bangku kelas satu SDN 1 Banjarsari. “ Nggak  tahu Pak apa cita-cita saya, yang penting saya ingin bekerja dan membiayai adik saya sekolah menjadi anak yang sukses dan berhasil,” ujarnya penuh lugu. (radar)