Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sosial  

Rob juga Rendam Grajagan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

SEMENTARA itu, banjir rob tidak hanya melanda Lingkungan Karanganom, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi. Fenomena serupa ternyata juga terjadi di wilayah Banyuwangi Selatan. Tidak tanggung-tanggung, air bah akibat pasang air laut tersebut juga menggenangi puluhan rumah warga Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo.

Pantauan wartawan koran ini di lokasi kejadian menyebutkan, ketinggian air di perkampungan yang berlokasi di tepi pantai selatan Pulau Jawa tersebut mencapai satu meter. Tak ayal, warga setempat berupaya mengevakuasi barang-barang berharga miliknya ke tempat yang lebih tinggi.

Meski banjir rob merupakan siklus tahunan di pesisir tersebut, warga mengaku waswas kejadian kali ini akan membahayakan keselamatan mereka. Sebab, tahun ini banjir rob terjadi bertepatan dengan musim hujan. “Kami harus selalu waspada mengingat saat ini musim hujan. Jika hujan turun bertepatan dengan air laut pasang, bisabisa genangan air semakin tinggi sehingga membahayakan kami,” ujar Sri Wulandari, 32, warga Desa Grajagan, kemarin (13/3).

Menurut Sri, banjir rob sudah melanda lima hari terakhir. Air mulai menggenangi permukiman warga antara pukul 11.00 sampai 14.00. Berkaca pada tahun-tahun sebelumnya, banjir rob biasanya terjadi selama sepekan. “Di beberapa tempat di desa kami, ketinggian air bisa mencapai satu meter,” tuturnya.

Sementara itu, Ponidi, 47, mengaku rumahnya sempat tergenang air nyaris setinggi satu meter. Bahkan, saking tingginya air, satu set kursi dan meja kayu yang diletakkan di dalam rumahnya mengapung. “Kami tidak bisa berbuat banyak, selain selalu waspada,” ujarnya. Ponidi khawatir rumahnya ambruk. Sebab setiap surut, air yang sebelumnya menggenangi tempat tinggalnya itu selalu mengikis permukaan tanah.

“Fondasi rumah saya sampai berlubang. Jika banjir terus berlanjut, bisa-bisa rumah saya ini ambruk,” cetusnya. Ironisnya, Ponidi mengaku tidak punya pilihan lain selain tetap tinggal di rumah berdinding gedhek yang setiap tahun selalu terdampak banjir rob tersebut. “Mau pindah ke mana lagi. Jika rumah ini dijual, hasilnya tidak akan cukup untuk membeli rumah baru. Ongkos untuk boyongan (mengangkut perabot ke tempat lain, Red) pun sangat mahal,” pungkasnya. (radar)

Exit mobile version