Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Event  

Saat Arsitek Kondang Kumpul dan Berbagi Ilmu di Festival Arsitektur Nusantara Banyuwangi

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Arsitek-arsitek papan atas Tanah Air meramaikan puncak acara Festival Arsitek Nusantara di Banyuwangi, Kamis (14/3/2019). Sejumlah arsitek kondang yang karyanya telah lintas negara hadir di ajang ini.

Andra Matin, Yori Antar, Budi Pradono, Jeffrey Budiman, Ary Indra, Denny Gondo, Gregorius Supie Yolodi, dan Achmad Noerzaman hadir dalam festival yang digelar di El Royal Hotel tersebut.

Sebagian dari mereka adalah arsitek yang terlibat dalam pengembangan Banyuwangi selama beberapa tahun terakhir. Mereka saling berbagi ilmu dan pengalaman menerapkan rancangannya. Sejumlah keunikan ide desain menjadi bahasan yang hangat di kalangan arsitek.

Jika ditotal ada 300 arsitek dari berbagai daerah di Tanah Air yang menghadiri festival ini, termasuk para mahasiswa dan dosen arsitektur, kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Banyuwangi, Mujiono.

Arsitek Andra Matin mengatakan, keterlibatan arsitek pada bangunan yang didanai pemerintah akan membuatnya tidak hanya fungsional, tapi juga indah, ikonik, dan tek lekang oleh waktu.

“Sebuah bangunan juga akan mencerminkan peradaban dan sebagai tanda zaman. Langkah ini mulai dilakukan Bupati Azwar Anas di Banyuwangi,” ujar Andra yang mendesain terminal Bandara Banyuwangi yang merupakan terminal berkonsep hijau pertama di Infonesia.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, arsitektur Nusantara bukan semata karya seni semata, tapi juga instrumen mendorong kemajuan daerah.

“Arsitektur Nusantara dan pariwisata punya keterkaitan erat. Arsitektur telah menjaga keberlanjutan seni-budaya dan tradisi Nusantara sekaligus pendorong ekonomi daerah dengan banyaknya orang yang datang berkunjung,” papar Anas yang merupakan peraih penghargaan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI).

Dia mencontohkan sejumlah ikon baru di Banyuwangi yang dibangun dengan pendekatan arsitektur nusantara, dalam hal ini mengadopsi budaya khas Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi).

“Misalnya di terminal bandara, lansekap destinasi wisata, hotel, ruang terbuka hijau, bangunan pemerintah, industri, hingga lembaga pendidikan dan kesehatan. Semua wajib memasukkan unsur budaya lokal, termasuk arsitektur khas Suku Osing. Dan terbukti itu disukai dan menarik perhatian wisatawan,” papar Anas.

Arsitek Yori Antar mengapresiasi keberanian Banyuwangi untuk menjadikan arsitektur sebagai ujung tombak pembangunan.

“Banyuwangi membuat arsitektur tidak berjarak dengan masyarakat. Arsitektur dan masyarakat menjadi generator kemajuan daerah jika bersinergi dengan baik,” ujar Yori yang mendesain sejumlah ruang terbuka hijau dan destinasi wisata di Banyuwangi.

Selain mengikuti pameran karya arsitektur dan berbagai sesi diskusi, arsitek dari berbagai daerah itu diajak berkeliling mengunjungi sejumlah bangunan di Banyuwangi yang didesain para arsitek kondang Indonesia.

Festival Arsitektur Nusantara digelar berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), PT Propan Raya, dan komunitas Arsitek Muda Banyuwangi (AMB).