SEMENTARA itu, di tengah proses evakuasi, Andri Saputra, 22, salah seorang mahasiswa yang dianggap sebagai kepala tim mahasiswa Uniba dipanggil ke Polsek Licin untuk dimintai keterangan. Usai dimintai keterangan, mahasiswa dari Kalimantan Tengah itu mengungkapkan, rencana kegiatan arung jeram itu murni pribadi. Bukan kegiatan Diklatsar Mapala seperti yang dikatakan beberapa orang.
Andri menceritakan, rencana itu bermula saat dirinya dan dua temannya, I Made Widya dan Dwi Bagus, berencana bermain arung jeram di Dusun Srampon, Desa Segobang. Kemudian, Andri menawari tiga temannya, yaitu Umi Farida, Sulistyaningsih, dan Rita Marta, untuk ikut kegiatan tersebut. Mereka bertiga ternyata bersedia.
Akhirnya mereka pun berangkat menuju Desa Segobang pada Minggu (13/11) pukul 08.00. Andri yang memiliki kenalan warga Dusun Srampon, Desa Segobang, bernama Taufik, langsung mengajak rekan-rekannya ke rumah kenalannya itu.
Tak lama kemudian mereka langsung menuju lokasi dengan membawa perahu karet yang belakangan diketahui aset milik Desa Segobang. “Awalnya pada malam minggu saya tanya-tanya. Katanya peralatannya sudah lengkap dan lokasinya aman untuk arung jeram. Jadi saya tawari teman-teman yang lain,” ujar Andri.
Rupanya perkiraan Andri meleset, perahu karet memang aman setelah berjalan. Namun, mendekati Kedung Lowo, kondisi berubah. Karena Andri dan rekan-rekannya ternyata tidak bisa menguasai perahu karetnya. Sekitar 20 meter sebelum air terjun, perahunya terbalik. Dia dan kelima temannya pun terseret arus dan jatuh ke air terjun.
“Begitu jatuh saya langsung minggir dan meng- hitung teman-teman saya. Ternyata benar, ada satu yang tidak ada. Saya sempat mencari di sekitar air terjun,lalu ketemu kerudung dan tasnya,” ujar pria yang juga menjabat sebagai ketua BEM Uniba itu.
Begitu mengetahui satu rekannya tidak ada, Andri langsung pergi mencari sinyal selular dan mencari bantuan, termasuk menghubungi Kodim 0825. Selanjutnya, orang-orang berdatangan dan mencari korban hingga sekarang. Andri juga sempat menghubungi orang tua Rita yang kemudian datang pada malam harinya.
“Anaknya ini baik dan suka penasaran. Awalnya saya memang berniat hanya bertiga main arung jeram. Tapi ternyata ada tiga lagi yang ikut,” ujarnya. Kepala Desa Segobang, Syamsul Kholik, saat dikonfirmasi terkait keberadaan wisata arung jeram tanpa alat pengaman itu mengaku tidak tahu-menahu.
Yang dia ketahui, wisata arung jeram berada di sekitar daerah Kedawung Adventure. Itu pun dengan rute yang tidak berbahaya dan dilengkapi pengaman lengkap, mulai helm, pelampung, dan dayung. Saat peristiwa berlangsung, Kholik mengaku tak mendapat laporan sama sekali dari pihak dusun maupun masyarakat.
“Kemungkinan ini bukan kegiatan resmi, karena laporannya tidak ada. Saya juga heran kenapa mereka berani naik perahu karet, padahal tidak ada pelindung sama sekali,” ujarnya keheranan. Taufik, warga Dusun Srampon yang dipercaya meminjami perahu karet, saat dikonfirmasi terkesan kebingungan. Dia berusaha menghindar dan mengatakan dirinya bukan guide dan hanya ikut main-main saja.
“Saya ikut main, bukan penunjuk jalan. Saya juga ikut mencari bantuan waktu perahunya tenggelam,” ujar Taufik saat ditemui di Polsek Licin. (radar)