Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Saksi Pasutri Disebut Positif Narkoba

KERAS: Umar tidak terima dirinya dituding telah mengancam saksi (atas). Siti Harliyana di PN Banyuwangi kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
KERAS: Umar tidak terima dirinya dituding telah mengancam saksi (atas). Siti Harliyana di PN Banyuwangi kemarin.

BANYUWANGI – Sidang kasus peredaran narkoba dengan terdakwa oknum anggota polisi Brigadir Sigit Dwi Susanto, 28, berlangsung panas di Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi kemarin (6/11).

Anggota Satnarkoba Polres Banyuwangi, Umar Santoso, yang dihadirkan sebagai saksi verbal sempat emosional lantaran dirinya dituding mengancam akan menembak saksi. Saat bersaksi dalam persidangan dengan terdakwa Brigadir Sigit, Umar membantah keras mengancam saksi.

Setelah menyerahkan para tersangka dan saksi ke Polres Banyuwangi, Umar mengaku keluar ruangan dan mencari makan. “Selama mereka diperiksa, saya tidak ada di ruangan,” cetus Umar Santoso di PN Banyuwangi kemarin.

Majelis hakim yang dipimpin Elly Istianawati SH dengan anggota I Wayan Gede Rumega SH dan Tenny Erma Suryathi SH meminta jaksa penuntut umum (JPU) Djoko Santoso SH menghadirkan Umar Santoso. Anggota Satnarkoba itu dituding mengancam akan menembak pasangan suami istri (pasutri) Fantri Kristiono dan Siti Harliyana saat dimintai keterangan sebagai saksi di ruang Satnarkoba Polres. “Saya tidak pernah kenal Fantri dan istrinya,” ujar Umar Santoso.

Umar mengaku datang ke polres usai menjemput pasutri itu di rumahnya di Desa Labanasem, Kecamatan Kabat. Selanjutnya, Umar menyatakan tidak ikut dalam pemeriksaan kasus tersebut. Bahkan, saat itu dirinya langsung keluar dar “Saya tidak pernah meng ancam akan menembak saksi. Selama dari rumahnya hingga polres, saya tidak pernah ngomong,” katanya sambil menoleh kepada pasutri tersebut yang duduk di belakangnya.

Saat majelis hakim memberi kesempatan pasutri itu menanggapi bantahan Umar Santoso, Siti Harliyana bersama Fentri bersikukuh bahwa Umar ada di ruang satnarkoba. “Saya tahu namanya Umar, setelah temannya meminta diam. Ka tanya, sudah Mar (Umar),” sebutnya. Pernyataan Fantri yang dikuatkan istrinya itu memantik emo si Umar. Anggota polisi asal Desa Sraten, Kecamatan Cluring, itu sempat menuding kepada pasutri yang duduk di belakangnya.

“Ingat, kamu itu hamil. Jangan memberi keterangan bohong,” tegasnya. Sebelum memeriksa Umar Santoso, majelis hakim juga memanggil dua penyidik Satnar kobaPolres, yakni Abdul Haris dan Sumarto, untuk dimintai keterangan sebagai saksi verbal. Kedua saksi tersebut merupakan penyidik yang telah memeriksa pasutri Fantri-Siti Har liyana pada 26 Juli 2012 lalu.

Dalam keterangannya, kedua saksi verbal itu membantah tuduhan pasutri yang menyebut dalam pemeriksaan sebagai saksi ada tekanan menekan. “Dalam pemeriksaan itu tidak ada tekanan. Saya ajak bicara dengan santai dan saya beri minum juga,” kata Abdul Haris yang mengaku memeriksa Fantri Kristiono. Dalam kasus narkoba dengan terdakwa Brigadir Sigit itu, Haris menyebut memeriksa Fantri sebanyak tiga kali, yakni pada 26 Juni 2012, 27 Juni 2012, dan terakhir 2 Juli 2012. “Tiga kali kita minta keterangan. Keterangannya tetap sama,” ungkapnya.

Di antara hasil pemeriksaan itu, lanjut Haris, Fentri saat berada di rumah Brigadir Sigit di Perum Klatak, Kecamatan Ka lipuro, mengakui telah mengisap sabu-sabu sebanyak empat sedotan. “Hasil tes urine untuk mengecek narkoba ternyata Fantri positif,” ungkapnya lagi. Hasil positif tes urine itu juga di sampaikan Sumarto yang telah memeriksa Siti Harliyana.

Dalam keterangannya, sebelum dilakukan pemeriksaan ibu muda yang tengah hamil delapan bulan itu diambil urine untuk dites. “Hasil tes urine (Siti Harliyana) positif,” cetus Sumarto. Sumarto membantah selama memeriksa saksi melakukan penekanan, mengarahkan, dan mengancam. Sebab, kenyataannya, prosesnya berlangsung kekeluargaan. “Sebelum saksi bertanda tangan, saya minta mereka membaca hasil pemeriksaan,” katanya. Keterangan dua penyidik itu ternyata dibantah pasutri tersebut.

Saat dimintai keterangan usai mendengarkan keterangan dua penyidik, pasutri itu membantah saat di rumah Brigadir Sigit mereka mengonsumsi sabu-sabu (SS). Fantri dan istrinya menyampaikan, saat akan dimintai keterangan memang sempat diambil urine. Tetapi, keduanya mengaku tidak melihat dr. Sholakhudin yang disebut telah memeriksa urine tersebut. “Pertanyaan saat memeriksa di penggal-penggal, saya jawab dengan iya dan tidak,” terang Siti Harliyana.

Sementara itu, terdakwa Brigadir Sigit Dwi Susanto, 28, yang menjadi terdakwa dalam kasus peredaran narkoba jenis sabu-sabu (SS) juga sempat memprotes ketatnya pe ngawasan yang dilakukan terhadap dirinya selama penahanan di polres dan Lapas Banyuwangi. Sejak ditahan 26 Juni 2012 lalu hingga kemarin, istri dan keluarganya tidak boleh membesuk.

Bahkan, Sigit juga mengaku tidak boleh bertemu siapa pun. “Sampai sekarang ini saya tidak boleh dibesuk istri dan keluarga,” kata Sigit kemarin. Lantaran tidak boleh bertemu siapa pun, lanjut Sigit, dirinya juga kesulitan minta bantuan hukum ke Polda Jawa Timur. Dirinya memang menolak penasihat hukum (PH) hasil penunjukan Polres. “Saya ingin bantuan hukum dari Polda,” ujarnya.

Pernyataan Sigit yang ti dak boleh dibesuk istri dan keluarganya itu ternyata mengundang reaksi keras jaksa penuntut umum (JPU) Djoko Santoso. “Saya ingin me lurus kan pernyataan terdakwa bahwa selama ini tidak boleh di besuk istrinya,” cetusnya. Djoko menyebut, dirinya telah mengeluarkan surat yang memberi kesempatan istri dan keluarga terdakwa membesuk di lapas.

“Ini perlu saya luruskan, karena pernyataan terdakwa didengar umum,” ungkapnya. Protes saat mengorek ke terangan penyidik juga di sampaikan penasihat hukum (PH) ter dakwa Kompol Sugiarto. Ang gota Bidang Hukum (Bid kum) Polda Jawa Timur ini mempertanyakan penyidik yang memeriksa saksi pasangan suami istri (pasutri) Fantri Kristiono dan Siti Harliyana pada pu kul 23.55. Kompol Sugiarto juga menyebut pemeriksaan pasutri itu dinilai janggal.

Sebab, pasutri itu diperiksa pada 26 Juni 2012, se dangkan laporan polisi baru masuk 27 Juni 2012. “Ini sangat urgen sekali, dan saya tidak menerimakan,” sebutnya. Tetapi, keberatan PH terdakwa dari Polda Jawa Timur itu ditangkis ketua majelis hakim Elly Istianawati SH. “Tolong per tanyaan fokus pada proses pemeriksaan. Bila keberatan de ngan tanggal pemeriksaan dan laporan polisi, silakan itu di lakukan pada praperadilan,” pinta Elly. (radar)