Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Sengketa Mal Akhirnya Berlanjut ke Persidangan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Sengketa pengelolaan Mall of Sri Tanjung (MOST) memasuki babak baru. Terkini, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi memutuskan untuk melanjutkan gugatan perdata yang diajukan Pemkab Banyuwangi. Gugatan perdata yang dilayangkan Pemkab terhadap PT. Dian Graha Utama (DGU) dinilai hakim memenuhi unsur, sehingga dapat dilanjutkan ke proses persidangan.

Keputusan majelis hakim itu dituangkan dalam putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Made Sutrisna kemarin (29/8). Ada tiga poin yang disampaikan hakim dalam putusan sela kemarin. Pertama, majelis hakim mengabulkan gugatan provisi yang diajukan Pemkab Banyuwangi. Kedua, majelis hakim mengeluarkan putusan melarang pihak tergugat, yakni PT. DGU, membuat kesepakatan baru apa pun dengan pihak ketiga tan pa izin pihak penggugat.

Putusan ketiga, pengadilan melarang tergugat mengubah, membuat, dan menambah bangunan apapun tanpa seizin penggugat. “Dalam persidangan selanjutnya, kita optimistis semua gugatan klien kami akan diterima,” kata kuasa hukum Pemkab Banyuwangi, Muhammad Fahim. Sekadar diketahui, untuk menyelesaikan sengketa pengelolaan MOST, Pemkab dan PT. DGU berlanjut ke pengadilan.

Kontrak kerja sama pengelolaan MOST dilakukan pada tahun 2009. Disepakati, PT. DGU sebagai pihak pertama kana mem berikan kontribusi Rp 18 miliar kepada pihak pertama, yakni Pemkab Banyuwangi. Dengan ketentuan, nilai kontrak kerja sama sebesar Rp 18 miliar itu dikurangi Rp 2,156 miliar. Uang sebesar Rp 2,156 miliar itu akan digunakan untuk me nyelesaikan bangunan yang be lum rampung 100 persen.

Nilai kontrak sebesar Rp 18 miliar setelah dikurangi sebesar Rp 2,156 miliar itu akan di angsur setiap tahun selama 20 tahun. Tiap tahun PT. DGU wajib membayar Rp 800 juta. Dalam kontrak itu, realisasi pem bayaran disepakati dimulai akhir Februari 2011. Sayang, kesepakatan dalam kontrak kerja sama itu diingkari PT. DGU.

Sejatinya, realisasi pembayaran pertama adalah akhir Februari 2011, tapi nyatanya tidak ada realisasi sepeser pun. “Kita sudah melayangkan pe ringatan atas pengingkaran ke sepakatan itu,” tegas Plt. Kabag Hukum, Yudi Pramono. Hal yang sama juga terjadi di tahun kedua. Sesuai kontrak, PT. DGU wajib membayar konstribusi sebesar Rp 800 juta lagi di akhir Februari 2012 lalu.

“Tapi lagi-lagi diingkari, sehingga pemerintah daerah belum mendapatkan apa pun dari kerja sama yang disepakati Rp 18 miliar itu,” ungkapnya. Lantaran terjadi pengingkaran berulang-ulang, pemerintah daerah melayangkan surat pe ringatan sampai tiga kali. Se jatinya, sesuai kontrak ker ja sama, apabila terjadi pengingkaran pembayaran dua kali berturut-turut, pihak pertama bisa memutus kontrak secara sepihak.

Namun, hal itu tidak dilakukan pemkab. Untuk menyelesaikan persoalan itu, pemerintah daerah menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum di pengadilan. “Kita sudah banyak memberikan toleransi, tapi pihak PT. DGU terus menghindar dengan berbagai alasan,” kata Yudi. Dalam gugatan ke pengadilan, ada beberapa pokok gugatan, antara lain pihak DGU harus membayar kewajiban selama dua tahun yang tidak dipenuhi, yaitu sebesar Rp 16 miliar. Kedua, memutus kerja sama pe ngelolaan MOST dengan PT. DGU. Gugatan ke tiga, menghentikan semua aktivitas di MOST selama proses sengketa berlangsung. (radar)