Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Budaya  

Slamet Darmadi, Tukang Las Pencipta Lagu Puter Kayun

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

slametTerinspirasi Sejarah Berdasar Cerita sang Kakek

He… Boyolangu Puter kayun

hang dadi adate Ngadek jejeg yo watune

Pager gunung ring pinggire

Gebyar-gebyar suarane ombak Watudodol iku arane

ITULAH sepenggal syair lagu yang dikumandangkan Slamet Darmadi, pemuda asal Kelurahan Boyolangu, saat acara pelepasan 15 dokar dalam  tradisi Puter Kayun Rabu lalu (6/8). Lelaki berumur 23 tahun itu tak hanya tampil sebagai penyanyi lagu pembuka tradisi tahunan itu, dia juga pencipta lagu berjudul Puter Kayun tersebut. Slamet Darmadi yang akrab disapa Darma itu terinspirasi menciptakan sebuah lagu tersebut, karena teringat cerita masa kecil yang pernah didongengkan kakeknya. 

Saat itu kakeknya bercerita tentang sejarah tradisi Puter Kayun. Kisah masa kecil itu menancap dalam memori Darma, sehingga dia tergugah menciptakan sebuah lagu. Sekadar tahu, tradisi Puter Kayun merupakan tradisi turun-temurun warga Kelurahan Boyolangu. Mereka melakukan perjalanan naik dokar menuju Pantai Watudodol pada hari kesepuluh Idul Fitri. Tradisi itu sebagai wujud syukur atas rezeki yang telah diberikan Tuhan.

Selain itu, tradisi itu juga digelar guna mengenang leluhur mereka, yaitu Buyut Jakso, yang dulu melakukan semedi di Gunung Silangu yang saat ini bernama Boyolangu. Pada watu itu Buyut Jakso melakukan semedi di Boyolangu untuk meminta izin kepada leluhur guna mendodol (membongkar) batu di Watudodol tersebut. Konon, dulu di Watudodol tidak ada jalan. Dari itu kemudian muncul nama Watudodol. Nah, dari sejarah itu, Darma berinisiatif menciptakan lagu Puter Kayun. 

Pada suatu malam Darma teringat sebuah cerita yang pernah diceritakan kakeknya. Saat itu juga Darma menulis lirik yang isinya tentang sejarah tradisi Puter Kayun. Darma sebagai putra daerah Boyolangu merasa perlu menciptakan lagu tersebut. ”Dulu waktu mau tidur, saya teringat sejarah yang diceritakan kakek tentang Buyut Jakso. Saya pun terinspirasi menciptakan lagu ini. Saya tergugah menciptakan lagu ini sebelum orang luar Boyolangu menciptakannya,” tuturnya.

Sementara itu, lagu Puter Kayun sebenarnya sudah tercipta sejak tahun 2012 lalu. Pada bulan Desember 2012 lalu, Darma sudah menulis syair yang sekarang menjadi lagu kebanggaan warga Kelurahan Boyolangu tersebut. Namun, dia mengaku pada waktu itu masih tidak bisa rekaman karena keterbatasan biaya. Panitia Puter Kayun 2014 akhirnya menyanggupi biaya rekaman lagu itu. Darma beserta temannya, Enggar, warga Kepatihan, mengaransemen lagu tersebut. 

Dengan bantuan Enggar, akhirnya terciptalah lagu Puter Kayun. ”Panitia Puter Kayun tahun ini meminta saya menciptakan sebuah lagu tentang Puter Kayun, padahal saya sudah punya lagunya. Karena lagu ini belum saya record, saya minta bantuan dana kepada panitia untuk mendanai biaya rekaman,” jelas bapak satu anak itu. Darma yang sehari-hari bekerja sebagai tukang las itu mengaku suka bermain musik.

Bakatnya sebagai musisi sudah terlihat sejak sekolah. Dia sudah mampu menciptakan sebuah lagu sejak kelas 2 SMA. Darah seni Darma itu menurun dari ayahnya. ”Buyut anak saya ini dulu pembaca lontar. Dari sana mungkin darah seni itu mengalir,” ujar Gunawan, ayah Darma. Menariknya, dua hari sebelum proses rekaman, Darma dan teman-temannya sesama pemuda Boyolongu terlebih dahulu sowan ke makan Buyut Jakso di sebelah Masjid Baitul Mutaqien. 

”Sebelum rekaman, terlebih dahulu saya kunjungi makan Buyut Jakso. Maksud kedatangan saya ke makam itu untuk pamit kepada leluhur saya untuk menciptakan lagu. Alhamdulillah lancar sampai lagu ini selesai rekaman,” tutur Gunawan. Harapannya, dengan terciptanya lagu Puter Kayun itu, warga Boyolangu mempunyai kebanggaan terhadap Desa Boyolangu. Selain itu, lagu itu bertujuan agar warga Boyolangu tidak melupakan tradisi yang sudah turun-temurun itu.(radar)