Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

SMPN 3 Genteng Didirikan atas Sumbangan Pesantren

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
SMPN 3 Genteng

SEMENTARA itu, berita adanya dugaan diskriminasi atas penerimaan peserta didik baru (PPDB), Yemina Swandia Alfa Wibowo, di SMPN 3 Genteng karena non muslim dan menolak mengenakan jilbab, mendapat perhatian serius dari para pendiri sekolah yang berada di Dusun Jalen, Desa Setail, Kecamatan Genteng itu.

Mantan ketua IAI Ibrahimy, Genteng, HM. Hasyim mengatakan pendirian SMPN 3 Genteng itu digagas sekitar tahun 2002. Saat itu, masyarakat sekitar menolak didirikan sekolah negeri karena sudah ada sekolah SMP dan daerah pesantren.

Masyarakat menganggap, sekolah negeri akan mengancam kultur masyarakat Dusun Jalen yang berbasis pesantren. “Masayarakat menolak pendirian sekolah negeri karena mengancam kultur pesantren,” jelasnya.

Untuk memuluskan rencana pendirian sekolah negeri, dilakukan musyawarah berbagai elemen, seperti dinas pendidikan, tokoh masyarakat, para kiai, dan dilakukan kajian yang mendalam.

Dalam musyawarah itu, akhirnya disepakati pendirian SMPN 3 Genteng dengan catatan tetap memperhatikan kultur pesantren. “Saat itu kami diamanati mengawal, salah satu poin tetap menjaga budaya masyarakat berbasis santri (berhijab),” terang pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi itu seraya menyebut dalam kesepakatan itu juga dibahas sampai tataran teknis seperti penerimaan siswa baru dan penggunaan sarana.

Setelah rumusan hasil musyawarah itu tuntas dibahas, jelas dia, selanjutnya disampaikan kepada Bupati Banyuwangi yang saat itu dijabat Samsul Hadi. “Masyarakat akhirnya menerima pendirian sekolah Negeri dengan tetap menjaga budaya berbasis pesantren,” cetusnya.

Salah satu penggagas pendirian SMPN 3 Genteng lainnya yang kini ketua komite SMPN 3 Genteng, Saifudin, mengaku heran dengan kabar yang muncul ada diskriminasi di sekolahnya. “Anak itu mencabut berkas karena diterima di SMPN 1 Genteng,” katanya.

Saifudin mengaku masyarakat tidak berkomentar tanpa mengetahui akar historis pendlrian sekolah, di antaranya keterlibatan Pondok Pesantren Al Ittihad yang berlokasi dekat SMPN 3 Genteng. “Lahan di SMPN 3 Genteng itu sebagian Wakaf dari pesantren,” ujarnya.

Dengan sejarah yang tidak bisa lepas dari peran pesantren, itu juga harus bisa dipahami dengan baik. Apalagi, di Dusun Jalen, Desa Setail itu masyarakatnya penuh dengan nuansa religi. “Karena berbasis agama, maka juga mengadopsi agama, para siswa yang diterima menyesuaikan kultur setempat,” cetus tokoh GP Ansor Genteng yang kini menjadi Kepala Desa Setail, Kecamatan Genteng.

Dengan sejarah seperti itu, maka aturan yang ada di sekolah dengan memperhatikan tradisi santri bukan sebuah diskriminasi. Tapi, itu justru menjadi penyambutan dari masyarakat yang ada di Dusun Jalen.

“Siswa non muslim ditolak, itu tidak benar,” tegasnya. Meski dinilai cukup merugikan sekolah, pihaknya menganggap masalah ini sudah selesai dan akan dijadikan bahan evaluasi bersama. Pihaknya bersama dinas pendidikan juga sadah melakukan klarifikasi hingga tingkat provinsi. (radar)