Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

Soal Penggerebekan Pabrik Obat di Banyuwangi, BPOM: Sudah Ditarik Izin Edarnya

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, produk obat tradisional ilegal pada pabrik yang digerebek di Banyuwangi, Jawa Timur sudah tidak memiliki izin edar sejak beberapa tahun lalu.

Adapun penggerebekan ini dilakukan berdasarkan laporan masyarakat setempat.

Laporan tersebut didalami sehingga BPOM melakukan penindakan terhadap pabrik jamu ilegal yang beralamat di Dusun Krajan, RT 003, RW 004, Kelurahan/Desa Sumbersewu, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, pada Kamis (9/3/2023).

Kemudian, pihaknya melakukan pengembangan dan menemukan dua gudang yang menyimpan produk ilegal yaitu di Dusun Kumendung RT 002, RW 003, Desa Kumendung; dan Dusun Sumberjoyo RT 004, RW 001, Desa Kumedang, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi.

“Sudah ditarik izin edarnya, tapi terus berpindah mereka ke fasilitas ilegal. Mereka masih berani untuk berpindah ke fasilitas-fasilitas seperti ini, sangat ilegal, sangat tidak higienis, tapi produknya bisa jadi,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam konferensi pers secara daring, Senin (13/3/2023).

Baca juga: Ada Beda Pernyataan, Bareskrim Panggil BPOM dan Labkesda soal Kasus Gagal Ginjal

Penny menyampaikan, obat yang diamankan terdiri dari tiga jenis, yaitu Tawon Klanceng, Raja Sirandi Cap Akar Daun, dan Akar Daun.

Barang bukti produk Tawon Klanceng yang diamankan sebanyak 1.261 dus (16.120 botol) senilai Rp 564,2 juta, produk Raja Sirandi Cap akar daun sebanyak 274 dus (4.488 botol) senilai Rp 157,08 juta, dan produk Akar Daun sebanyak 3.904 botol senilai Rp 136,6 juta.

Produk jamu Tawon Klanceng pegal linu Husada misalnya, dengan nomor izin edar TR 143676881 produksi CV Putri Husada, merupakan produk yang telah dibatalkan izin edarnya.

Ha ini sesuai dengan Keputusan Pembatalan Persetujuan Pendaftaran Nomor HK.04.1.41.06.15.2848 tanggal 9 Juni 2015. Produk ini juga telah dilarang beredar dan masuk dalam daftar Public Warning Nomor IN.05.03.1.43.11.15.5284 tanggal 30 November 2015.

“Ada sekitar 5.000 botol produk Raja Sirandi Cap Akar Daun. Satu lagi ada sekitar 4.000 botol Akar Daun ini juga sudah dibatalkan (izin edarnya) sejak 2021. Satunya lagi tadi Raja Sirandi Cap Akar Daun sudah sejak 2021 izin edarnya sudah enggak ada,” tutur Penny.

Selain tidak memiliki izin edar, obat tradisional ilegal ini juga mengandung bahan kimia obat (BKO), yakni parasetamol, dexamethasone, dan fenilbutazon. Padahal, obat tradisional harusnya menggunakan bahan herbal dari alam.

Baca juga: BPOM Gerebek Pabrik Obat Tradisional Ilegal di Banyuwangi, Barang Bukti Capai Rp 1,4 Miliar

Adapun fenilbutazon merupakan bahan kimia obat yang termasuk dalam golongan anti-inflamasi non-steroid (AINS) dengan indikasi penggunaan untuk mengatasi nyeri dan peradangan pada rematik, penyakit asam urat (gout), dan radang sendi (osteoartritis).

“Jadi ini seperti obat. Siapa pun yang meminumnya pasti akan merasakan cespleng karena di dalamnya ada obat yang harusnya tidak boleh. Jamu obat berbahan alam itu tidak boleh ada bahan kimia,” ujar Penny.

Ia menyatakan, ada beberapa aturan yang dilanggar, yakni Pasal 196 Jo Pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan karena memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar.

Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Lalu, melanggar Pasal 62 Ayat (1) Jo. Pasal 8 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memperdagangkan barang yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.

Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

“Di samping tentunya ada sanksi administrasi bila fasilitas produksi di bawah pengawasan BPOM,” ujar Penny.


Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

source

Exit mobile version