Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Sugihartoyo Sah Pimpin Perpenas

Nurul Islam (kanan) didampingi penasihat hukum Perpenas Badawi dan jajaran dewan kehormatan Perpenas menunjukkan SP2HP dari Polda Jatim di kantor Perpenas kemarin.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Nurul Islam (kanan) didampingi penasihat hukum Perpenas Badawi dan jajaran dewan kehormatan Perpenas menunjukkan SP2HP dari Polda Jatim di kantor Perpenas kemarin.

BANYUWANGI – Konflik kepengurusan Perkumpulan Gema Pendidikan Nasional (Perpenas) 17 Agustus 1945 Banyuwangi berlanjut. Perkembangan terbaru, Mahkamah Agung (MA) menguatkan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM) terkait persetujuan Akta Notaris Nomor 09 Tahun 2015 tentang perubahan badan hukum Perpenas dan pengangkatan Sugihartoyo sebagai ketua perkumpulan yang menaungi belasan unit lembaga pendidikan di Bumi Blambangan tersebut.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Perpenas Nurul Islam kepada sejumlah awak media kemarin (5/12). Menurut dia, MA telah memutuskan untuk membatalkan putusan PTUN tingkat pertama dan MA menguatkan keputusan Kemenkum-HAM terkait persetujuan Akta 09 Tahun 2015. ”Artinya pengangkatan Sugihartoyo sebagai ketua Perpenas adalah sah,” tegasnya di kantor Perpenas.

Dijelaskan, gugatan di PTUN tersebut kubu mantan Ketua Perpenas Waridjan. Pihak Waridjan menggugat Kemenkum-HAM yang telah mengeluarkan Surat Nomor AHU-0000101.AH.01.08.TAHUN 2016 yang memberikan persetujuan atas perubahan anggaran dasar mengenai kepengurusan dan pengangkatan kembali kepengurusan Perpenas Banyuwangi sebagaimana salinan Akta Notaris Nomor 09 tanggal 26 Oktober 2015 yang dibuat oleh notaris Abdul Malik. ”Jadi, dengan adanya keputusan MA menguatkan bahwa Perpenas kepengurusan Pak Sugihartoyo sah,” kata dia.

Selain di PTUN, kata Nurul, Waridjan juga mengajukan gugatan di pengadilan umum. Waridjan menggugat keabsahan Akta 09. Di tingkat Pengadilan Negeri Banyuwangi, gugatan dimenangkan kubu Misnadi selaku penggugat intervensi. ”Namun, putusan PN tersebut dibatalkan oleh putusan banding. Sehingga apa pun putusan PN tidak ada akibat atau dampak hukumnya karena sudah dibatalkan di tingkat banding. Perkembangan gugatan ini saat ini masih di tingkat kasasi. Hasilnya bagaimana, kita tunggu,” kata dia.

Di sisi lain, imbuh Nurul, pada Kamis lalu (4/1) dirinya sebagai pengurus Perpenas mendapat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). SP2HP tersebut berkaitan laporan yang dia layangkan ke Polda Jatim pada 22 Mei 2016 lalu.

Dalam SP2HP itu, kata Nurul, pihak kepolisian telah menaikkan status Waridjan dan kawan-kawan (dkk) menjadi tersangka. Selain Waridjan, pihak yang terkait adalah rektor Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Banyuwangi kubu Waridjan, yakni Sihar Simanulang, mantan rektor Untag Tutut Hariyadi, dan salah satu dosen Untag Inggrid. ”Perkara yang disangkakan kepada mereka adalah Pasal 372 tentang Penggelapan dan 263 tentang Pemalsuan Surat,” beber Nurul.

Nurul merinci, soal penggelapan, Pak Tutut tidak melakukan serah terima Anggaran Pendapatan dan Belanja Untag (APBU) kepada rektor Untag yang sah Andang Subahariyanto. Sebaliknya, Tutut menyerahterimakan APBU tahun 2014 sampai 2016 kepada Sihar. ”APBU diasumsikan per tahun Rp 17 miliar. Ini yang belum dipertanggungjawabkan kepada Perpenas, ini yang diduga ada unsur penggelapan. Pak Waridjan sebagai ketua Perpenas juga ikut serta,” bebernya.

Sedangkan terkait dugaan pemalsuan surat, kata Nurul, sesuai SP2HP yang dia terima, ada beberapa surat yang dipalsukan oleh Waridjan. Surat tersebut antara lain, Surat Nomor 20265 terkait pengangkatan Sihar Simanulang sebagai Rektor Untag. Selain itu, ada pula surat berita acara serah terima jabatan (sertijab) rektor Untag tanggal 15 Maret 2016 yang ditandatangani Dr Sihar dan Drs Tutut yang menyerahkan jabatan dan diketahui Waridjan selaku Ketua Perpenas.

Surat ketiga adalah berita acara pelantikan Sihar sebagai rektor pada 15 Maret 2016 yang ditandatangani Sihar dan Waridjan. Sedangkan surat keempat adalah surat Waridjan tanggal 16 November 2015 perihal penunjukan akuntan publik audit khusus tahun buku 2010-2011.

”Poin keempat inilah yang digunakan oleh penyidik pada saat Pak Waridjan melapor untuk menetapkan Pak Sugihartoyo sebagai tersangka. Jadi, akibat penggunaan surat palsu, Pak Sugihartoyo menjadi korban dan ditetapkan sebagai tersangka. Jadi Pak Sugihartoyo jadi korban fitnah,” kata dia.

Wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi sudah berusaha menghubungi Waridjan. Namun sayang, panggilan telepon yang dilayangkan wartawan pukul 14.37 tidak diangkat. SMS permintaan konfirmasi terkait putusan MA dan perkembangan terakhir gugatan intervensi yang kini masih di tingkat kasasi pun tidak dijawab hingga pukul 17.50 kemarin.(radar)