INDAH tidak harus mahal. Barang-barang bekas yang biasanya dibuang begitu saja pun bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai estetika tinggi. Termasuk busana. Tidak percaya? Buktikan sendiri pada perhelatan Green and Recycle Fashion Week yang bakal diselenggarakan di Gedung Seni Budaya (Gedibu) Blambangan mulai siang hingga malam ini (25/3).
Para talent akan tampil mengenakan busana yang menawan namun terbuat barang bekas. Sebelum ditampilkan pada hari “H” Green and Recycle Fashion Week, wartawan Jawa Pos Radar Banyuwangi berkesempatan melihat busana-busana yang akan ditampilkan pada perhelatan bergengsi tersebut.
Kesempatan itu datang pada saat proses penilaian yang digelar di kompleks kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi Jumat siang (24/3). Ya, meski bukan puncak acara, nuansa indah tampak begitu nyata pada busana yang dikenakan para talent.
Ada yang menggunakan busana bertema bahari, ada pula yang mengenakan gaun bertema gandrung. Meski berbeda tema, rata-rata busana yang mereka kenakan sangat sedap dipandang. Contohnya gaun malam bernuansa putri duyung yang dikenakan Athirah Sausan, 13.
Busana yang didominasi warna biru lengkap dengan ekor sepanjang satu meter itu tampak sangat menawan. Sesuai tajuk even tersebut, gaun cantik tersebut dibuat dengan memanfaatkan barang-barang bekas. “Busana ini dibuat dengan 3 kilogram (Kg) kertas koran bekas dan seribu lembar plastik bekas bungkus kopi instan,” ujar siswa kelas 8 SMPN 1 Muncar tersebut.
Athirah mengaku sama sekali tidak mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku tiga kg kertas koran bekas tersebut. Maklum, sudah sekitar tiga tahun terakhir orang tuanya berlangganan koran harian pagi Jawa Pos Radar Banyuwangi.
“Sedangkan seribu lembar plastik bungkus kopi ini saya kumpulkan sendiri selama setahun,” kata perempuan yang sudah tiga kali mengikuti Banyuwangi Green and Recycle Fashion Week tersebut. Athirah mengaku busana yang dia kenakan didesain sendiri oleh sang ibu, yakni Yuni Nazilil Hanim, 40.
Proses pengerjaan busana tersebut dibantu oleh beberapa guru dan para siswa SMPN 1 Muncar. Saat ditanya apakah dirinya tidak risi tampil memeragakan busana berbahan baku barang bekas, Athirah tegas menjawab tidak. “Justru saya bangga. Karena busana ini menonjolkan kreativitas,” tegasnya.
Sementara itu, Yuni mengatakan proses pengerjaan busana tersebut memakan waktu selama kurang lebih satu bulan. Teman-teman dan beberapa guru Athirah membantu melipat kertas koran dan bungkus kopi. “Proses pengerjaan melibatkan guru dan siswa. Sedangkan yang menjahit atasan busana ini saya sendiri,” kata dia.
Yuni menambahkan, dirinya sangat mendukung putrinya mengikuti Green and Recycle Fashion Week. Sebab, selain dapat dijadikan media penyaluran hobi putrinya di bidang fashion dan desain busana, ajang tersebut juga bisa bermanfaat sebagai media kampanye lingkungan.
“Ajang ini bisa menginspirasi kalangan siswa dan masyarakat umum untuk memanfaatkan barang bekas menjadi barang-barang yang bermanfaat,” cetusnya. Yuni mengaku secara pribadi dia sangat prihatin ketika mendapati sampah berserakan.
Padahal, tidak sedikit material yang dibuang begitu saja tersebut bisa digunakan untuk barang kerajinan yang bernilai estetika tinggi. “Maka, even ini menjadi media yang tepat untuk mengampanyekan gerakan pemanfaatan kembali barang bekas supaya tidak langsung dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPSA),” kata dia.
Berbeda dengan Athirah yang mengenakan busana bertema bahari, Sabrina Brilliant Syahputri, 6, tampil memeragakan bertema gandrung. Meski mengangkat tema berbeda, keduanya busana yang mereka tampilkan berbahan baku material sejenis, yakni koran dan plastik bekas. (radar)