Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tak Butuh Lahan Luas, Budi Daya Cacing Beromzet Rp 24,5 Juta Sebulan

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANGUNAN semi permanen berukuran tiga meter kali sepuluh meter berdiri di salah satu sudut Dusun Ampelgading, Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Mirip gubuk. Di dalam bangunan tersebut terdapat beberapa benda menyerupai dipan berukuran 0,8 meter kali tiga meter.

Kotak kayu di bagian atas masing-masing dipan itu dilapisi jaring halus berwarna hijau. Setelah dilapisi jaring, kotak tersebut diisi material berwarna cokelat tua, mirip tanah.

Belakangan diketahui, benda menyerupai tanah itu merupakan serbuk sabut kelapa. Serbuk sabut kelapa itulah yang dijadikan media budi daya cacing Lumbricus rubellus oleh Pokdakan ”Ampelgading” Desa Tamansari, Kecamatan Licin.

Selain di Tamansari, budi daya serupa juga dilakoni beberapa kelompok lain di Banyuwangi. Salah satunya Pokdakan Gadingmas di Desa Patoman, Kecamatan Blimbingsari.

Perintis sekaligus pendiri dua Pokdakan tersebut, Edi Prasetyo mengatakan, usaha tersebut dirintis sejak Maret lalu. Awalnya, dia merintis usaha di Tamansari.

”Kami memilih wilayah Desa Tamansari karena suhu di sana cukup sejuk. Udaranya juga cukup lembap karena berada di kawasan kaki gunung. Hasilnya, pertumbuhan cacing cukup baik,” ujarnya Jumat (10/8).

Selanjutnya, Edi mencoba budi daya cacing serupa di kawasan Patoman yang notabene berhawa lebih panas dibandingkan Tamansari. Ternyata hasilnya juga baik. ”Hanya saja, media budi daya cacing di Patoman harus lebih sering disiram. Karena cacing suka tempat yang lembap,” kata dia.

Edi mengaku saat ini masih fokus budi daya cacing untuk dijadikan ”indukan”. Dia berniat terus memperbesar skala budi daya tersebut lantaran prospek bisnisnya sangat menjanjikan.

”Untuk pemasarannya, sudah ada beberapa perusahaan yang siap menerima. Namun sekali lagi, saat ini kami masih fokus mengembangkan bibit,” kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Perikanan dan Pangan (Disperipangan) Banyuwangi Hary Cahyo Purnomo menuturkan, pihaknya kini berupaya menggerakkan budi daya cacing Lumbricus rubellus dengan menggandeng Pokdakan.

”Ternyata banyak peminatnya. Selain di Tamansari dan Patoman, juga akan dikembangkan Pokdakan (kelompok budi daya ikan) lain di Pondoknongko dan Banyuwangi,” akunya.

Hary menuturkan, bibit cacing yang dibudi daya bisa dipanen setelah lima bulan. Satu kuintal bibit cacing bisa menghasilkan anakan mencapai enam hingga tujuh kuintal. ”Harga per kilogram (kg) mencapai Rp 35 ribu. Jadi, jika dikalkulasi, dalam sekali panen bisa menghasilkan Rp 24,5 juta,” kata dia.

Menurut Hary, budi daya cacing cukup mudah. Perawatannya juga tidak macam-macam. Cacing cukup diberi makan ampas tahu.

”Namun syaratnya, tidak boleh ada semut di kotak budi daya cacing tersebut. Untuk menyiasati pun mudah, kaki-kaki kotak budi daya itu diletakkan dalam kaleng bekas yang diisi oli bekas,” terangnya.

Hary menambahkan, selain diminati pasar dalam negeri, ceruk pasar ekspor cacing Lumbricus rubellus juga cukup tinggi. Selain dimanfaatkan untuk bahan baku obat-obatan, cacing jenis tersebut juga banyak digunakan untuk bahan baku kosmetik.

”Jadi, kami optimistis ke depan usaha ini semakin prospektif. Apalagi setelah Bandara Banyuwangi menjadi bandara internasional. Akses pembudi daya cacing ke pasar ekspor semakin terbuka,” pungkasnya.