Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Hukum  

Tak Kantongi Izin, Galian C Klatak Tetap Nekat Beroperasi

Puluhan truk antre di sepanjang area tambang galian C tanpa izin yang berlokasi di Lingkungan Klatakan, Kelurahan Klatak, Kalipuro
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Puluhan truk antre di sepanjang area tambang galian C tanpa izin yang berlokasi di Lingkungan Klatakan, Kelurahan Klatak, Kalipuro.

KALIPURO – Penambangan batu dan pasir ilegal masih saja marak. Meski belum mengantongi izin dari Pemprov Jatim, para pengusaha tambang nekat mengoperasikan peralatan berat untuk mengeruk pasir maupun batu.

Seperti yang terlihat di area galian C Desa Klatak, Kecamatan Kalipuro kemarin. Tambang  tersebut sudah memulai aktivitasnya sejak tujuh tahun yang lalu. Anehnya, meski sudah berlangsung lama, aktivitas penambangan tersebut aman-aman saja dari tindakan tegas aparat. Padahal, tambang-tambang lain yang tidak mengantongi izin langsung disegel.

Pantauan Jawa Pos Radar Banyuwangi kemarin, puluhan dump truck serta kendaraan ekskavator tampak sibuk mengeruk pasir dan batu. Material tambang tersebut dikirim ke Banyuwangi. Ada juga yang dikirim ke Bali.

Yang mengerikan, hingga kini lubang di galian tersebut mempunyai kedalaman hampir 40 meter. Ada sebanyak tujuh ekskavator yang beroperasi di area tambang serta puluhan dump truck yang antre di sepanjang area tambang pasir tersebut.

Menurut warga sekitar, tambang tersebut milik Ponimin, 60, warga Glenmore. Sudah berulang kali tambang galian C itu ditutup oleh petugas, namun pemilik masih tetap mengoperasikan tambang pasir, tanah uruk, dan batu tersebut.

Ketua RT setempat Ahmad Darwin, 50, mengatakan, jika galian C yang berada tepat di belakang rumahnya tersebut sangat mengganggu aktivitas warga. Karena berisiko rawan longsor dan juga berpotensi erosi saat air hujan datang.  ”Sebenarnya warga tidak setuju dengan adanya penambangan tersebut karena berdekatan dengan perkampungan. Apalagi sudah ada korban yang terlindas dan korban itu juga warga saya,” ucap Darwin.

Selain aktivitas penambangan, suara bising mesin crusher (pemecah batu) juga mengganggu istirahat warga. Karena terkadang aktivitas penambangan pasir tersebut dilakukan hingga larut malam.

Hingga saat ini semakin banyak truk yang antre untuk mendapatkan pasir di galian C tersebut. Tidak hanya truk dari Banyuwangi saja, banyak juga dam truk yang berasal dari Bali. ”Banyak sekali yang mengambil pasir di situ. Orang daerah sini tidak ada yang bekerja di tambang tersebut,” papar Darwin.

Dalam satu hari hampir 100 rit pasir, tanah uruk, dan batu yang diambil oleh dump truck. Untuk setiap rit pasir yang dikirim ke wilayah Banyuwangi dihargai Rp 450 ribu hingga 550 ribu. Sedangkan untuk satu unit dam truk pasir yang dikirim ke Pulau Bali dihargai Rp 600 ribu hingga 700 ribu.

Selain merusak lingkungan, bekas penambangan liar tersebut ditinggalkan begitu saja tanpa ada proses pembaruan tanah. Bekas tambang galian C yang sudah tidak beroperasi hanya menjadi sebuah jurang dengan kedalaman hampir 40 meter. Oleh karena itu, tambang yang berlokasi dekat dengan perkampungan warga tersebut sangat rawan sekali longsor dan banjir.

Sementara itu Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Banyuwangi Edy Supriyono membenarkan  galian C  yang berada di Lingkungan Klatakan, Kelurahan Klatak, tersebut belum mengantongi izin resmi. Hanya saja, pihaknya mengaku tidak mengetahui jika tambang galian C tersebut sudah lama beroperasi.