Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Tak Pasang Alat Monitor Pajak, 34 Rumah Makan Dapat Surat Teguran

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Tim gabungan pemkab mendatangi 34 restoran di kawasan perkotaan yang tidak patuh memasang alat pemantau pajak online (e-tax), Kamis (2/8/2018).  Restoran mereka dipasang stiker peringatan dan diberi surat teguran.

Kepala Satpol PP Banyuwangi, Edi Supriyono mengaku tindakan ini sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah (perda) No.2 tahun 2011 Juncto Perda No 16 tahun 2017 dan Peraturan Bupati (perbup) No 62 tahun 2017 tentang pajak daerah, setiap nominal transaksi di rumah makan dan sejenisnya dikenakan pajak sebesar sepuluh persen yang dititipkan “konsumen” kepada rumah makan.

Tiba di lokasi, tim gabungan langsung menyerahkan surat teguran dan melakukan pemasangan stiker.

“Hari ini kami kirim surat teguran (ST) pertama kepada rumah makan yang belum memasang e-tax. Ini sebagai tindak lanjut dari surat peringatan dari Disbudpar kepada rumah makan yang belum taat melaksanakan perda tersebut,” kata Edi kepada wartawan.

Dalam operasi tersebut, tim langsung memasang stiker di 34 rumah makan. Tim juga menyerahkan surat teguran tentang peringatan untuk segera memasang alat printer thermal (e-tax) di restoran tersebut.

“Memang tidak semuanya langsung menerima tindakan ini, ada yang keberatan. Tapi peraturan tetap harus ditegakkan. Sempat ada debat, namun akhirnya pemilik legowo rumah makannnya dipasangi stiker dan mau menerima surat teguran dari petugas,” kata Edy.

Diterangkan Edy, surat teguran pertama tersebut berlaku selama tujuh hari. Jika deadline pihak pengelola atau pemilik tidak memberikan respons, pihaknya akan melayangkan surat peringatan kedua.

Surat teguran kedua, imbuhnya, berlaku selama tiga hari. Jika tetap tidak digubris, Satpol PP akan melayangkan surat peringatan ketiga yang juga berlaku selama tiga hari. “Kalau ternyata tidak ada respons, maka kami akan melakukan penutupan restoran atau rumah makan tersebut,” cetusnya.

Sementara itu, Kepala Disbudpar Banyuwangi M.Y Bramuda menambahkan, rumah makan yang menerima surat teguran ini sebenarnya telah membayar pajaknya kepada daerah. Namun diduga jumlahnya belum real sesuai dengan transaksi riil di lapangan. Hal ini salah satunya terindikasi dari keengganan mereka memasang e-tax.

“Selama ini mereka membayar berdasarkan self assessment (penghitungan pribadi) sehingga banyak yang belum sesuai ketentuan. Namun bila alat ini dipakai, setiap transaksi akan terpantau. Berapa konsumen yang datang, akan langsung keluar penghitungan pajaknya. Sebenarnya, ini memudahkan pemilik karena mereka tidak perlu ribet lagi menghitung pajak,” ujar Bramuda.

Dikatakan Bramuda, sejak 2017 telah diterapkan tax monitor di sejumlah rumah makan dan warung. Di tahun 2018 ini, telah didistribusikan 500 dari 900 printer thermal (e-tax) yang telah disiapkan untuk wilayah Banyuwangi.

“Seiring meningkatnya sektor pariwisata, rumah makan dan sejenisnya tumbuh pesat di Banyuwangi, yang ini harusnya paralel dengan peningkatan pendapatan daerah. Untuk itu, kami memasang e-tax di seluruh restoran sebagai bentuk kerjasama mereka karena pemerintah juga telah berupaya banyak untuk mendatangkan wisatawan ke Banyuwangi,” jelas Bramuda.

“Pajak restoran sebenarnya dipungut dari konsumen restoran. Tinggal restorannya lapor dan menyetorkan pajak dari konsumen tadi ke pemkab sesuai transaksi,” imbuhnya.

Menurut Bramuda, potensi pajak yang belum berhasil ditarik (potential loss) dari pajak restoran dan rumah makan sangat besar. Selama ini pajak restoran dan rumah makan “hanya” sekitar Rp 7 miliar per tahun.

“Padahal, kalau setiap restoran memasang e-tax, saya optimistis pajak yang berhasil dipungut bisa mencapai puluhan miliar per tahun,” cetusnya.