Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Tarian Jaranan Buto Banyuwangi dan Makna di Balik Penampilannya

Detik.com


Banyuwangi

Kesenian jaranan di Jawa Timur memiliki ciri khas masing-masing. Seperti halnya jaranan buto dari Kabupaten Banyuwangi, yang berbeda dari segi penampilan dibanding daerah lain.

Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi merupakan jalur lalu lintas dari Pulau Jawa menuju Pulau Bali, sehingga masyarakat Banyuwangi memiliki kekayaan akulturasi dari budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa, dan budaya lokal lainnya.

Salah satu bentuk kesenian yang cukup populer dan berbeda dengan kesenian dari daerah lainnya di Jawa Timur, yaitu kesenian jaranan. Menurut beberapa pendapat, kesenian ini berasal dari Dusun Cemetuk, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip jurnal Perkembangan Seni Tari Jaranan Buto di Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi Tahun 1963-2007 karya Agus Dwi Handoko & Septiana Alrianingrum, berikut penjelasan mengenai tari jaranan buto dari Banyuwangi.

Mengenal Tarian Jaranan Buto Asal Banyuwangi

Istilah jaranan buto merujuk pada penamaan tokoh legendaris Minakjinggo. Terdapat sebuah cerita beredar di masyarakat yang mengungkap Minakjinggo memiliki kepala berukuran raksasa, yang dalam bahasa Jawa disebut buto.

Jaranan buto terdiri dari 16-20 orang yang dibagi dalam delapan kelompok. Pementasan jaranan ini diiringi seperangkat gamelan yang terdiri dari dua bonang, dua gong berukuran besar dan kecil atau kempul, sompret (seruling), kecer, dan dua kedang.

Atraksi juga menggunakan replika kuda kepang sebagai instrumen peragaan. Bentuknya kuda raksasa dari kulit lembu yang dipahat. Wajah raksasa ini kebanyakan berwarna merah menyala, dan kedua mata berukuran besar sedang melotot.

Kesenian ini biasa dimainkan mulai pukul 10.00-16.00 WIB. Hingga pada puncak pertunjukan, biasanya para penari akan mengalami fenomena kesurupan, di mana mereka akan mengejar orang yang berupaya menggodanya dengan suara siulan secara tidak sadar.

Masih dalam keadaan tidak sadar, penari akan menunjukkan kemampuan yang tidak biasa seperti memakan kaca, api, ayam hidup dengan cara menggigit bagian kepalanya sampai ayam tersebut mati. Banyak atraksi unik lainnya yang ditampilkan dalam pertunjukan tari jaranan buto.

Selama pertunjukan, seorang pawang akan memegang tanggung jawab sebagai pengawas. Ia juga yang membantu menyadarkan kembali para penari, serta penonton yang mengalami kesurupan.

Kesenian ini memiliki akulturasi kebudayaan Osing dan budaya Jawa Mataraman di Dusun Cemetuk. Hal ini dikarenakan kawasan Kecamatan Cluring mayoritas dihuni suku Osing, suku asli Kabupaten Banyuwangi. Sedangkan di Kecamatan Gambiran dihuni mayoritas penduduk keturunan Mataram.

Makna Simbolik Properti Tarian Jaranan Buto Banyuwangi

Tari jaranan buto Banyuwangi memiliki beberapa properti yang dikenakan untuk pementasan. Mulai dari tata rias wajah hingga rambut, aksesori kepala serta pakaian, dan atribut kuda jaranan.

1. Tata Rias Wajah

Umumnya, para penari akan menggunakan tata rias dengan warna dasar merah yang dikombinasikan dengan warna hitam dan putih, sehingga menampilkan kesan berani. Kombinasi ini juga merupakan simbolisasi dari tokoh raksasa yang kejam, menyeramkan, dan serakah.

2. Gaya Rambut

Biasanya, para penari jaranan buto akan menggunakan gaya rambut gimbal, panjang, dan berantakan untuk menguatkan karakter buto atau raksasa. Properti ini mengandung makna bahwa seorang raksasa berwatak keras, tidak mempedulikan norma, bersikap atas kehendaknya sendiri, dan kasar.

3. Aksesori Kepala (Mahkota)

Para penari juga akan mengenakan aksesori kepala atau mahkota yang menunjukkan kasta dalam kelompok raksasa tersebut. Pertama, sebagai seorang raja mahkota yang dikenakan lebih tinggi dibandingkan lainnya. Warnanya didominasi keemasan dan manik-manik yang menyimbolkan kewibawaan.

Kedua, sebagai wakil raja atau perdana menteri, bentuk mahkota cenderung bulat telur, dan menggunakan warna merah dasar yang melambangkan seorang perdana menteri mempunyai tekat bulat. Terutama untuk mendukung perjuangan kerajaan serta bentuk kepatuhannya terhadap sang raja.

Ketiga, bentuk mahkota berukuran ikat kepala menyimbolkan strata sebagai seorang prajurit. Letaknya tidak sepenuhnya menutupi bagian kepala, dan membiarkan sebagian rambutnya terurai. Ini menunjukkan kepribadian seorang prajurit yang sederhana, berwibawa, dan setia terhadap sang raja.

4. Aksesori Pakaian

Para penari jaranan buto mengenakan pakaian yang longgar dengan balutan kain-kain dan manik-manik, sehingga semakin mempertegas karakter seorang raksasa yang perkasa. Kemudian, menggunakan balutan kain bawah di bagian bawah yang dibedakan berdasarkan karakter raja, perdana menteri, dan prajurit.

Tokoh raja akan mengenakan kain batik bermotif kawung yang melambangkan empat arah mata angin atau sumber tenaga yang mengelilingi, dan berpusat pada matahari terbit, gunung, matahari terbenam, dan zenit. Motif ini menggambarkan kesederhanaan seorang raja yang senantiasa menyejahterakan rakyatnya.

Tokoh perdana menteri akan mengenakan kain batik bermotif coptoning yang melambangkan kebijaksanaan. Di mana para pemakainya pada zaman kerajaan diharapkan dapat menjadi seseorang yang bijaksana dalam mengatur negara.

Sementara karakter prajurit menggunakan batik bermotif liris dan gringsing. Motif liris diartikan sebagai rezeki yang berdatangan secara terus-menerus. Selain itu, menunjukkan perasaan berduka.

Sehingga seorang prajurit harus senantiasa bersikap patuh terhadap atasannya, terutama menyangkut masalah bangsa dan negara. Sedangkan motif gringsing melambangkan kekekalan, dan menolak marabahaya.

5. Atribut Kuda (Jaran)

Atribut yang digunakan ini merupakan replika kuda yang mempunyai makna filosofi tersendiri. Kuda melambangkan karakter yang kuat dan perkasa, serta semangat masyarakat Jawa.

Kuda dalam pertunjukan ini merupakan perwujudan manusia dengan wajah raksasa yang diyakini sebagai Raja Blambangan MenakJinggo. Sehingga para pelaku kesenian memadukan replika bentuk kuda dengan tokoh raksasa.

Artikel ini ditulis oleh Savira Oktavia, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Simak Video “Aksi Seniman Jaranan Buto Ajak Warga Banyuwangi Vaksin dan Jaga Prokes
[Gambas:Video 20detik]
(irb/sun)

source