Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia

Teladani Semangat Pasukan TNI ALRI 0032

BERBENTUK KAPAL: Makam pahlawan di Pantai Boom Banyuwangi. Di tempat ini disemayamkan prajurit TNI AL yang kapalnya ditenggelamkan Belanda.
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
BERBENTUK KAPAL: Makam pahlawan di Pantai Boom Banyuwangi. Di tempat ini disemayamkan prajurit TNI AL yang kapalnya ditenggelamkan Belanda.

BANYUWANGI – Semangat kepahlawanan pasukan TNI ALRI 0032, tampaknya patut menjadi contoh bagi generasi muda saat ini. Demi menjaga kedaulatan negara dan tanah bumi Blambangan dari penjajah Belanda, mereka rela mengorban jiwa dan raganya.

Dalam perang ‘puputan’ yang terjadi pada 21 April 1947, sekitar 45 orang anggota ALRI 0032 di bawah pimpinan Letna Sulaeman bertempur melawan penjajah Belanda yang akan masuk ke Banyuwangi melalui Pelabuhan Banyuwangi (kini Pantai Boom). Dari jumlah pasukan itu, hampir semua tewas dengan kondisi tubuh tertembus peluru.

Hanya lima orang yang selamat,” cetus Peltu (Purn) Badrus Sjahlana, Ketua Persatuan Purnawirawan TNI AL Banyuwangi. Peperangan yang dilakoni tentara ALRI ini, sangat melegenda di Banyuwangi. Semangat perjuangannya, sempat menarika perhatian Presiden Soekarno.

Pada 1950, Presiden pertama Indonesia itu datang untuk berkunjung ke Taman Makam Laut (TML) yang kini dikenal Wisma Raga Satria Laut. Lokasi TML berada sebelah selatan pintu gerbang Pantai Boom Banyuwangi, masuk Kampung Ujung, Kelurahan Kepatihan.

Saat datang ke makam para prajurit ALRI 0032 itu, Presiden Soekarno sempat menulis prasasti yang berbunyi ”Hormatku Padamu Pahlawan” lengkap dengan tanda tangannya. “Prasasti Bung Karno itu seolah mengajarkan kalau pemimpin harus bisa mewujudkan satunya kata dengan perbuatan,” jelas Badrus.

Dengan santai, Badrus membeberkan pasukan ALRI 0032 ini sebagian berasal dari pelajar Kaigun Kokusyo (penerbangan angkatan laut masa Jepang) di Morokrembangan, Surabaya. Mereka ini, setelah lulus ditempatkan di Penerba ngan Angkatan Laut di Lawang, Malang.

Setelah Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, anggota Penerbangan Angkatan Laut di Surabaya dan Malang digabung dalam Badan Pemuda Penerbangan Angkatan Laut (BPP AL) di bawah komando Letnan Suwarlan. Pada April 1946, mereka berangkat ke Jogjakarta untuk mengikuti latihan polisi tentara kementerian pertahanan (LPTKP) selama empat bulan.

Dari pelatihan ini, dikembalikan ke Jawa Timur dengan nama pasukan 0032 di bawah komando Letnan Suharto dengan markas di Malang,” ungkapnya. Pada September 1946, sebagian dari pasukan ALRI 0032 yang masuk Seksi 3 dibawah pimpinan Letnan Misman, diberangkatkan ke Pangkalan X wilayah Banyuwangi, dengan tugas utama mempertahankan Pelabuhan Banyuwangi dari ancaman aggresor Belanda.

Selama di Banyuwangi, mereka ditampung di Sekolah Rakyat (SR) Maudi Putri (kini SDN Kepatihan). Tapi tidak lama, dipindah ke Pelabuhan Banyuwangi. Hampir delapan bulan berada di Banyuwangi, tanda-tanda Belanda akan datang tidak muncul. Baru pada awal Juli 1947, sering terlihat ada perahu layar yang mendekati Pantai Banyuwangi. “Setiap ada suara ledakan, perahu layar itu langsung kabur,” jelasnya.

Penjajah Belanda benar-benar masuk ke Pelabuhan Banyuwangi menjelang subuh pada 21 Juli 1947. Pelabuhan Banyuwangi dihujani tembakan dan meriam dari kapal perang Belanda. Suara tembakan ini, juga terjadi di daerah pantai seperti Watudodol, Meneng, dan Ketapang. Melihat peralatan senjata Belanda lebih lengkap, pasukan ALRI 0032 terpaksa harus mundur dan memilih perang gerilya.

Dalam kondisi yang genting ini, muncul perintah dari Markas Besar ALRI di Lawang, Malang, yang memintanya untuk muncur. “Perintah ini ditolak oleh komandannya Letna Suleman, katanya Pantai Banyuwangi akan dipertahankan sampai tetes darah terakhir,” kisahnya. Nasib tragis menimpa pasukan ALRI 0032, ketika menunggu pasukan Belanda mendarat dari arah laut, tiba-tiba diserang dari arah belakang. Belanda ternyata sudah menguasai wilayah kota.

Pasukan Belanda ini menyerang ALRI 0032 dari arah belakang. “Diserang oleh Belanda dari arah belakang dan depan,” ungkapnya. Kalah persenjataan dan jumlah pasukan, anggota pasukan ALRI 0032 yang saat itu hanya berjumlah 45 orang dan satu anggota polisi tentara laut, mencoba lari ke arah selatan. Tapi sayang, terus diburu oleh tentara penjajah Belanda. “Anggota ALRI 0032 yang gugur 25 orang,” sebutnya.

 Sedang 21 orang termasuk satu anggota polisi tentara laut ditangkap oleh Belanda. Mereka ini, disiksa secara sadis karena tidak mau menunjukkan markas pejuang. “Saat akan ditembak, Belanda menanyakan permintaan terakhir, oleh prajurit ALRI 0032 itu dijawab menaikkan bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya,” bebernya.

Dari 21 orang dan satu anggota polisi tentara laut yang diberondong oleh Belanda itu, tidak semuanya meninggal. Ada lima orang yang berhasil menyelamatkan diri. Mereka adalah Imam Subandi, Kardjono, Soetjipto, Sahal, dan Toermudzi. “Dari lima pejuang yang selamat itu, kita bisa mengerti sejarah ALRI 0032 itu,” ungkapnya. (radar)