Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Sosial  

Terbengkalai, Menara Osing di Selogiri Jadi Spot Swafoto dan Pre Wedding

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

BANYUWANGI – Bangunan dengan pucuk bertuliskan Osing adalah sebuah menara yang berada di Dusun Selogiri, Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi. Terbengkalai, bangunan menara ini berubah menjadi tempat paling dicari oleh anak muda dan pemburu foto.

Terbengkalainya suatu bangunan ternyata bisa menjadi spot foto yang menarik. Bahkan, bagi sebagian orang khususnya fotografer, suatu tempat yang tak berpenghuni sekalipun bisa jadi objek foto yang keren.

Membangun sebuah infrastruktur, bangunan, bahkan kota perlu perawatan, agar bisa tumbuh berkembang dengan baik. Umurnya pun akan panjang jika dirawat dengan benar. Tak sedikit, bangunan-bangunan ditinggalkan terbengkalai tak terawat.

Tidak ada orang yang mau tinggal atau menetap di tempat itu. Bangiman itu menjadi mati, sepi, kotor, dan tak jarang menimbulkan nuansa mistis. Biaya mahal pun jadi mubazir jika tempat yang dibangun itu hanya menjadi teronggok tak berguna.

Terletak di bawah bukit yang hampir berbatasan dengan hutan, bangunan berwarna merah tersebut berdiri tegak di atas lahan seluas 4.200 meter persegi. Menara Osing itulah sebutan bagi bangunan dengan tinggi 20 meter tersebut. Menara yang berada di Dusun Selogiri, RT02, RW05, Desa Ketapang itu berdiri sejak tahun 2000.

Tahun 1989 sebelum dibangun Menara Osing, lahan tersebut merupakan pabrik pupuk organik, yang memanfaatkan kotoran kelelawar sebagai pupuk alami. Namun, karena bangkrut akhirnya pabrik ditutup dan tidak ada lagi aktivitas di lahan tersebut.

Melihat lahan yang mangkrak, tahun 2000 sang pemilik yang berasal dari Surabaya berinisiatif membangun menara untuk sarang bagi burung walet. Karena melihat potensi burung walet yang mendominasi di wilayah tersebut.

Ahmad Zaini, 45, Warga Dusun Selogiri, Desa Ketapang mengatakan, usai dibangun dan berdiri kukuh dengan ketinggian 20 meter, sang pemilik punya ide dengan meletakkan tepat di atas menara tulisan “Osing”.

Bangunan tersebut selesai selama dua tahun dan menghabiskan biaya Rp 200 juta pada tahun itu. Dulu pabrik pupuk ramai dan produknya dikirim ke lapan. Tapi karena kualitasnya kurang bagus, akhirnya lama-lama bangkrut dan tutup serta banyak pekerja yang diberhentikan,” jelas Ahmad.

Anehnya, kesalahan fatal dilakukan oleh sang pemilik. Bangunan tersebut diberi cat warna merah. Karena burung walet takut dengan warna yang cerah akhirnya tidak ada satu ekor pun yang masuk dan membuat sarang di bangunan setinggi 20 meter itu. Bangunan tersebut akhirnya dibiarkan begitu saja setelah satu tahun didirikan.

Sejak saat itu, bangunan menjadi mangkrak dan tidak terurus lagi. Lahan sekitar bangunan juga terbengkalai dan ditumbuhi oleh banyak semak belukar.

“Pemilik lahan tidak pernah menyambangi tempat tersebut dan dibiarkan begitu saja. Orang-orang juga jarang yang masuk ke dalam menara karena dirasa angker dan lama tidak ada aktivitas,” ungkap Ahmad.

Namun, terbengkalainya bangunan tersebut rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi pemburu spot foto. Tidak hanya para fotografer saja yang ingin mengabadikan tempat tersebut, jika menjelang sore hari banyak remaja yang datang di sekitar area Menara Osing untuk berswafoto di spot yang mirip dengan padang savana tersebut.

Area padang rumput yang cukup luas serta dihiasi dengan latar belakang hutan konservasi yang mengelilingi Menara Osing itu terkesan sangat memanjakan mata. Beberapa warga sekitar juga mengatakan tempat tersebut kerap dijadikan spot foto pre wedding.

Warga sekitar pun menanggapi positif dan tidak keberatan jika Menara Osing dijadikan tempat untuk mengabadikan foto. Warga mengaku senang tempat tersebut sekarang kerap dikunjungi anak muda dan tidak sepi lagi.

Warga berharap tempat tersebut menjadi bermanfaat dan tidak dijadikan tempat untuk berbuat maksiat atau yang berbau negatif lainnya.