Kumpulan Berita Terkini Seputar Banyuwangi
English VersionBahasa Indonesia
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Sosial  

Terbiasa Dengar Suara Gemuruh, Kapok Jual Hewan Masal

Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda
Daftarkan email Anda untuk Berlangganan berita dikirim langsung ke mailbox Anda

PERMUKIMAN warga di Dusun Lider, Desa Sumberarum, Kecamatan Sanggon, tampak lengang pagi kemarin. Mayoritas pintu rumah penduduk itu tertutup rapat. Belakangan diketahui para warga yang tinggal di kaki Gunung Raung itu tengah bekerja di Perkebunan Bayu kidul.

Dusun Lider merupakan salah satu dusun yang dekat dengan puncak Gunung Raung setinggi 3.332 di atas permukaan laut (DPL) itu. Bayangkan, jarak permukiman dan puncak Gunung Raung 9 sampai 10 kilometer. Tentu saja, dusun yang dihuni 108 kepala keluarga (KK) itu merupakan zona paling bahaya jika sewaktu-waktu gunung dalam keadaan gawat.

Paling tidak mereka harus mendapatkan perhatian utama jika para penduduk terpaksa harus diungsikan. Apalagi. lima hari lalu kawah Raung mengalami erupsi kecil di dalam kawah. Lontaran vulkanik berupa api pijar dan bebatuan vulkanik berjatuhan di sekitar sumur. Daerah Dusun Lider merupakan satu dari tiga Dusun di Desa Sumberarum yang paling rawan jika Gunung Raung mengalami “batuk-batuk”. Selain Lider, juga ada Dusun Bojong dan Kampung anyar.

Tiga dusun itu terletak di kawasan Perkebunan Bayu Kidul. Ada dua alternatif untuk menjangkau tiga lokasi itu. Rute pertama bisa melalui Kecamatan Songgon, sedangkan akses kedua melewati Kecamatan Sempu. Yang pasti, rute yang dilewati merupakan jalur evakuasi. Rute paling terjal adalah jika melewati Kecamatan Sempu. jalan rusak itu mulai dari Dusun Parastembok, Desa jambewangi, hingga Dusun Lider, dengan jarak sekitar 10 Km tentu saja dengan kondisi jalan yang hancur itu perjalanan menuju Dusun Lider menguras energi.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, permukiman warga di Dusun Lider itu akhirnya terjangkau. Rumah warga itu tampak tidak ada yang mewah. Semua atap rumah warga terdiri atas asbes alias tanpa genting. Maklum rumah itu bukan milik pribadi setiap warga. Sebab, rumah itu merupakan aset Perkebunan Bayu Kidul. Jika ingin memiliki rumah bagus, warga metnbeli tanah di luar kebun kemudian dibangun. Karena tinggal di tanah milik kebun, semua warga itu bekerja di perkebunan itu.

Meski kondisi sepi, tapi petugas keamanan Perkebunan Bayu Kidul tetap siaga. Petugas keamanan itu menjaga tanaman kebun. “Mengisi buku tamu dulu, Litas,” ujar salah satu petugas keamanan di pos pintu masuk Perkebunan Bayu Kidul. Aktivitas warga kaki Raung itu tetap seperti biasa. Bekerja di kebun menjadi rutinitas pagi hingga sore meskipun belakangan aktivitas gunung meningkat dengan ditandai suara gemuruh.

“Warga sini sudah biasa mendengar suara setiap hari,” ujar Muawin, 56, di temui sepulang kerja di kediamannya kemarin. Dia menyambut suka-cita saat dimintai tanggapan seputar Gunun Raung. Meski dalam kondisi capai, Muawin mngaku warga tidak lagi panik seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. “Orang orang sudah nggak panik,” kata bapak dua anak itu.

Dengan raut muka penuh penyesalan, mengaku wrga tidak lagi gegabah terkait kondisi Gunung Raung. Sebab, sikap gegabah itu sangat meruagikan. Seperti menjual hewan ternak secara masal, mereka menyesal. “Dulu sapi-sapi banyak yang dijual. Sekarang kapok,” imbuhnya. Kok bisa? Dia menjelaskan, gara-gara Raung dikabarkan dalam kondisi bahaya. Banyak warga yang mengungsi. Warga panik dan memilih menjual hewan secara masal. “Harga sapi murah.

Malah ada yang diutang dan sampai sekarang ada yang tidak dibayar,” kenang suami Suminah, 49, itu. Untung dia tidak melakukan hal serupa. Sampai saat ini Muawin masih memelihara dan merawat sapi. “Kalau saya jual waktu itu pasti menyesal. Orang- orang banyak yang kapok. Karena sapi-sapi itu harganya murah. mungkin karena permainan belantik (makelar hewan, Red) tandasnya.

Diam-diam warga menyadari tindakan gegabah itu merugikan. Warga bentar-bentar mau mengungsi jika ada petunjuk pasti dari pihak terkait. “Menunggu perintah saja. Sekarang orang-orang dikaki Raung tetap bekerja seperti biasa,” pungkasnya. Sebagian warga mengetahui aktivitas gunung meluncurkan api yang terekam kamera dan disiarkan televisi. Fenomena alam itu rupanya membuat ciut nyali warga.

“Saya lihat televisi, malah apinya besar. Untung, kawahnya dalam, Kalau eggak, bisa bahaya,” ujar Gembrot, salah satu warga yang tinggal di Dusun Pasar. Desa Sumberarum, yang tengah bekerja di area perkebunan. Sementara itu, akses menuju Dusun Bojong kini tidak lagi parah. Sebab, ruas jalan itu sejauh 3 km sudah beraspal. Kondisi jalan yang bagus itu memudahkan warga jika sewaktu-waktu diminta mengungsi. Namun, jalur menuju pos pengamatan Gunung Raung masih rusak. Padahal, akses tersebut merupakan jalur utama evakuasi. (radar)

Exit mobile version